bagaimana jika seorang CEO menikah kontrak dengan agen pembunuh bayaran
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
amira jago masak
"Astaga, di sini banyak saksinya! Kamu sendiri yang bilang ini masakan terbaik yang kamu buat karena ini hari istimewa. Kamu tadi bilang begitu sama Mamah Renata, bukan? Kalau nggak percaya, tanya saja Mamah Renata. Mamah, benarkan apa yang aku ucapkan?" ucap Anjani.
"Iya, aku juga nggak budek dan nggak pikun, Heni. Kamu sendiri yang bilang kalau ini makanan terbaik yang kamu buat. Makanya aku heran, biasanya kan Ijah yang masak, kenapa sekarang malah kamu? Dan rasanya gila banget! Kamu tahu sendiri kan kita jarang kumpul, dan sekali kumpul malah disuguhi makanan seperti ini," ucap Renata.
Sialan, ini tukang ojek ngerjain gue, awas kamu ya, gerutu Heni dalam hati.
"Ini semua salah kamu! Kamu lagi, Mbak, bisa-bisanya membuat nikah kontrak dengan perempuan pembawa sial seperti dia!" ucap Serina sambil langsung menghina Amira.
"Wah, rupanya ada peran antagonis datang," gumam Amira dalam hati.
"Iya, aku nggak bisa bayangin kalau Ibu tahu kamu membuat pernikahan kontrak dengan wanita seperti itu. Pasti Ibu bakal syok," tambah Bagus, ikut mengompori.
"Diam bisa nggak? Kita berdamai dulu, malam ini saja, aku mohon. Apa kalian nggak capek ribut terus?" ucap Andika frustrasi. Pertengkaran selalu saja terjadi.
"Ok... kalian memojokkan aku. Tapi coba bayangkan, kalau aku nggak mencari pengantin pengganti, bagaimana dengan reputasi keluarga kita? Kalau mau menyalahkan, tentu saja ini salah Bianka, wanita yang selalu kalian bangga-banggakan, tapi malah nggak datang di acara pernikahan! Jadi sekarang kalian paham siapa sebenarnya yang membuat kekacauan. Dan Bagus, kalau kamu membocorkan soal pernikahan kontrak ini, aku juga masih memegang bukti kalau kamu menggelapkan uang! Kalau kamu terus memojokkan aku, akan kubongkar semuanya! Asal kamu tahu, aku juga punya bukti kalau kamu sudah punya anak—dan anak itu bukan dari Serina, tapi dari wanita lain!"ucap Renata dengan nada tajam.
Bagus mukanya merah padam. Ternyata Renata tidak selemah yang dia duga. Serina sebenarnya juga sakit hati dengan fakta itu. Dia sudah tahu soal perselingkuhan Bagus, tapi tetap bertahan demi menjadi istri Bagus sampai Bagus resmi jadi pewaris Viona.
"Dan kamu, Serina... Aku juga tahu siapa saja brondongmu. Kamu lakukan itu karena kecewa sama Bagus," tambah Renata, kali ini mengarahkan ancamannya pada Serina.
Andika memberi kode kepada para ART untuk mundur menjauhi meja makan. Dia heran dengan keluarganya, dari persoalan makanan tidak enak malah merembet sampai buka-bukaan aib.
"Saya nggak nyangka kalau kalian bisa seribet ini. Sama-sama mencintai Oma Viona, tapi berebut harta Oma Viona. Kalian benar-benar absurd," celetuk Amira.
Semua orang langsung menoleh ke arah Amira dengan tatapan tajam—kecuali Renata. Renata justru menatap Amira dengan bangga. Tak menyangka, wanita yang berprofesi sebagai ojol ini berani angkat bicara.
"Ini tuh gara-gara masakan nggak enak, kalian jadi ribut," keluh Andika.
"Mmm... sebaiknya kalian lanjutkan saja ributnya. Aku mau masak buat kalian, dan akan kupastikan makananku adalah makanan paling enak!" ucap Amira.
Amira mulai memasak. Terdengar suara dentingan alat makan beradu, dan aroma masakan yang menggugah selera perlahan memenuhi udara, menandakan bahwa dia sedang serius mengolah makanan.
Di meja makan, suasana tetap kaku. Bagai patung, Bagus duduk sambil sesekali mengetuk-ngetukkan jarinya ke permukaan meja. Andika bersilang dada, menatap kosong ke arah piringnya. Renata, sesekali, mengambil gelas air minum lalu meletakkannya kembali tanpa benar-benar meminumnya. Masing-masing tenggelam dalam argumen yang berputar dalam hati mereka.
"Aku sudah lelah dengan pertengkaran yang tidak ada ujungnya. Mamah adalah orang yang sangat aku cintai. Sejak umur dua belas tahun, aku dibesarkan hanya olehnya. Mamah adalah segalanya untukku. Paman Bagus memang banyak berjasa. Dia baik kepadaku, bahkan mendukung hubunganku dengan Bianka. Kalau Oma Viona benar-benar memberikan warisan itu padaku, aku rela membaginya dua dengan Paman Bagus. Aku rindu keluarga yang damai. Aku tidak suka melihat keributan hanya gara-gara harta," ucap Andika dalam hatinya.
Bagus mengetuk meja makin keras tanpa sadar.
"Sialan wanita licik itu. Aku terlalu meremehkannya. Dari mana dia bisa tahu semua informasi tentangku? Pasti dia punya pendukung. Aku harus menyingkirkan mereka semua. Setelah itu, aku dan Serina akan hidup tenang. Sebagai permintaan maaf, aku akan memberikan apa pun yang Serina mau," pikir Bagus penuh dendam.
Di sebelahnya, Serina memperbaiki posisi duduknya, matanya menatap kosong ke depan. Namun dalam hatinya, badai berkecamuk.
"Sialan perempuan itu. Dia tahu tentang rahasiaku dengan para berondong. Tapi itu bukan ancaman buatku. Yang penting Bagus si bodoh itu masih tunduk padaku. Setelah dia menjadi pewaris sah dan menguasai harta Viona, aku akan meninggalkannya. Aku tidak tahan dengan lelaki bodoh dan tidak becus memuaskan aku," geram Serina dalam hati.
Renata menghela napas pelan, jemarinya mengepal di atas pahanya.
"Manusia-manusia licik. Aku pun ingin hidup damai. Aku tahu Andika pasti tertekan, dia paling tidak suka keributan. Sayang, dia terlalu polos. Dia tidak tahu bahwa Bagus berbahaya. Aku yakin hilangnya Bianka ada kaitannya dengan Bagus. Tapi dia meremehkan aku. Aku akan gunakan segala akalku untuk melindungi anakku," tekad Renata membara.
Meja makan itu tampak sunyi. Namun, di dalam kepala mereka, medan perang sudah berkobar, penuh intrik, dendam, dan siasat yang siap meledak kapan saja.
"Sudah selesai makanannya," ucap Amira dengan penuh semangat.
Serina hanya melirik sinis. "Andai saja aku tidak menghargai tradisi makan malam, aku malas memakan makanan wanita udik seperti kamu," celetuknya tajam.
Amira diam. Ia memilih menahan diri. Belum saatnya dia menunjukkan taring. Dibantu oleh para ART, Amira mulai menyajikan ulang makanan ke atas meja. Hidangan hangat beraroma sedap memenuhi ruangan, membuat siapa pun yang mencium aromanya menelan ludah.
Heni, yang masih kesal dengan Amira, hanya memandangi dengan sorot mata penuh dendam. Dalam hati, ia berjanji akan membuat perhitungan lain dengan perempuan itu.
Semua bersiap makan. Suapan pertama, Serina sudah memasang wajah sinis, yakin bahwa masakan itu tidak enak. Namun, begitu rasa makanan menyentuh lidahnya, matanya sedikit membelalak. Enak sekali.
Tanpa sadar, semua orang mulai makan dengan lahap. Sendok dan garpu kembali berdenting, menjadi satu-satunya suara yang mengisi keheningan malam itu.
Awalnya, semua malu-malu saat hendak menambah nasi. Namun, akhirnya, Serina, tanpa sungkan, menyendok nasi lagi ke piringnya, makan dengan lahap, seolah lupa bahwa tadi dia menghina Amira.
Suasana sedikit lebih rileks. Tegangan yang sempat membara tentang perebutan warisan perlahan mencair, ditenangkan oleh kehangatan makan malam buatan Amira.
Ternyata, malam ini, meski tidak ada kata maaf atau saling pengertian, ketegangan bisa mereda—semua berkat masakan sederhana yang tulus.
tapi kenapa yah oma viona selalu menuduh allesandro setiap ada masalah perusahaan? dan bagaimana nasib andika selanjutnya
seru nih amira hajar terus