Cecil seorang anak brokenhome yang selalu di hantui dengan perasaan takut menikah. Ia bersahabat dengan Didit yang ternyata mendekati Cecil bukan hanya sekedar sebagai sahabat. Bukan semakin terkontrol, Rasa kecewa yang mendesak Cecil ingin menjauhi siapa pun yang ingin membantunya. Apa yang membuat Cecil semakin kecewa dengan didit? Bisakah Didit meluluhkan hati Cecil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjamenanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku gak papa..
"Tokkk.. tokk... tokk..CIILLL!" teriak Didit.
Jam 6 pagi. Ku buka pintu. Didit tersenyum, bawa sekuntum bunga.
"Metik dari depan?" Ledekku. Aku tutup pintunya. Dia nahan pakai kaki
" Hari ini kamu balik?" Aku geleng. Setelah mandi Aku duduk dengan mereka di ruang makan. Mereka asyik ngobrol.
"Cil, kok David tahu kamu sudah tunangan? Aku bolak balik ditolak. Kamu tunangan sama siapa?" Goda Didit.
"Ribet, Dia. Udah jelas-jelas ditolak. Pengen ketemu mulu."
"Gak papa kamu ditolak sekarang, tau-tau Dia minta dinikahin besok" canda Bunda. Didit ketawa.
Bunda beresin piring makanannya. "Nanti beresin. Tante harus pergi sekarang" Didit cium tangan bunda. Gantian, Bunda cium kepalaku yang masih sarapan. Bunda pergi
Seperti yang sudah dijanjikan. Kami berhenti diluar rumah sakit. "Kamu gak usah masuk" didit mengangguk
"Tapi kalau sudah dipanggil, telpon Aku. Biar kujemput." Aku buka pintu mobil, dia langsung tancap gas. Aku ke bagian pendaftaran. Ternyata hari ini rame. Lalu petugas menunjuk poli yang Aku tuju. Aku nunggu didepan poli kandungan yang bersebrangan dengan poli jiwa. Jujur aja masih malu kalau harus ke psikiater. Didit sudah mau menemaniku, tapi Aku bilang malu kalau Dia harus denger curhatanku.
Seseorang menepuk pundakku. "Jadi benerrr" Gea ngliatin perutku. Aku terpaku bener-bener gak nyangka. Ken dan Gea. Aku ngliat sekeliling. "Poli anak, disana. Brader, sister.." kataku. Sengaja emang niat ngusir mereka. Nunjuk poli anak sebelah poli kandungan. Gea geleng-geleng "haaah?" Aku ngliat perutnya.
"Entar juga kalian ngalamin" kata ken.
"Ibu Ceciliaa" kami melihat ke arah poli jiwa. Aku nyengir. Mereka berdua pasang muka khawatir.
"Mau ditemenin?" Tanya mereka barengan.
"Ken, kamu temenin Cecil." Gea dorong Ken biar berdiri.
"Aku gak papa. Santaiii"
Aku masuk ke ruangan. "Sudah lama gak ketemu. Gimana kabarmu,Cil? Pengobatan masih jalan?"
Aku mengangguk. " Ada yang bisa dibantu?" Aku tarik nafas. "Seperti biasa dok...." selesai konsul, Aku dapet resep. Waktu keluar ruangan, Gea dan Ken gak keliatan. Aku ke bagian apotek nunggu obatku.
Ooh, chat dari gea "Kamu bisa dateng ke rumah kapanpun.Cil.. Ponakanmu juga seneng kalau kamu dateng. Kita tunggu di rumah (emotikon senyum) "
aku scroll chat masuk " Aku ada di warung soto sebrang rumah sakit."
Aku balas didit "tunggu disana"
Obatku sudah ku ambil. Aku menyebranh ke arah warung yang dimaksud.
"BruAAAAkK! " Waktu aku mau noleh ke sumber suara, Didit nutup mataku. Dia arahin badanku, menjauh dari arah suara. Ku lihat sekitarku sedang berlari ke arah suara tersebut. Didit genggam tanganku, kami jalan ke arah mobil.
Sebelah warung soto ada gang besar, mobilnya diparkir di gang itu. Dia masuk gang besar itu.
"Rumahku malah lebih jauh kalau lewat sini"
"Kalau lewat sini, Aku bisa lebih lama sama kamu" Didit senyum ke Aku.
"Kamu terapi atau ada hal lainnya yang disaranin dokter"
"menerima.. itu kuncinya" kepalaku miring ke arah kaca pintu mobil.
"Pelan-pelan tapi tetep usaha. Kayak Aku ngejar seseorang" sesekali dia melihat ke arahku
"5 tahun lebih.. itupun kita masih pelan-pelankan. Cil"
"Kamu gak mau cari lain?" Tanyaku.
"Cari tempat lain buat kencan. Gimana?" Dia senyum fokus ke depan. Mungkin pura-pura gak paham dengan ucapanku. Kami masuk ke perumahan yang cukup besar. jangan bilang ini ke rumah dia! Dia turun, buka pager. Mobil masuk ke teras rumah.
"Ayoo turun"
Aku turun dari mobilnya. Dia tutup pager tanpa digembok terus buka pintu rumahnya. Aku duduk di ruang tenang.
"Rumah siapa lagi ini.Dit?" Didit cari makanan di lemari dekat TV. Dia keluarin banyak snack. Masuk dapur, keluar bawa minuman soda 1 liter dan 2 gelas diisi es batu.
"Rumah ini tiap hari dibersihin. Snack juga baru kemarin mereka Aku minta beliin." Dia taruh gelasnya di depanku. Ambil remote. Nonton.
"Snack banyak, biar kamu gak tidur" aku ngliat dia asal pencet film. Matanya malah fokus ke aku. Didit duduk disebelahku. Dia meluk bahuku. Aku ngemil snack, lumayan gak ngantuk. Baru 10 menit nonton.
"Diiit,,, kaaaamu salah film!" Didit buru-buru ganti film. Jadi film kartun.
"Film gak senonoh, gituuu!"
"Nggakkk ada niatan nonton gituan!" Dia panik, padahal Aku sendiri tahu kalau Dia gak sengaja. Aku kembali nonton sambil ngemil. Dia geser ke aku
"Gak ngantuk,kan? Emang makanan yang bikin Kamu seneng" Dia duduk agak menjauh
"Apa kita jadi temen aja yaaa" godaku ke Didit sambil ngemil badanku bersandar santai di sofa.
"Kenapa lagi, Cil?"
Aku noleh sesaat "becanda"
"Cil,, ini beneran mau nonton kartun?" Ku lihat dia yang mulai ngantuk. Aku ke dapur, cuci tangan. Kembali duduk deket dia yang mulai keliatan bosen.
"Ganti aja" ku tuang soda ke dalam gelas didepanku. "Ati-ati salah film. Kita putus" aku nyengir.
Dia yang cemberut sambil cari film. Film horor.
Udah tahu aku ini ketakutan malah nonton ini. Tanpa sadar badanku udah geser deket Didit.
"BAAAAA!" Teriak Didit. Aku langsung meluk Didit. Ku dengar suara jantungnya berdegup kencang.
"Hmm.. cil.. " Aku denger Dia manggil. Nafasnya berat. Ku denger kali ini lagi berhitung. TV masih nyala, aku benerin posisi dudukku. Bersandar ke sofa. Kuperhatikan Dia, badannya kaku gitu. Mukanya merah. "Kamu sakit?" Aku cek dahinya.
"Gak papa"
Aku duduk mojok. Pipiku nempel pinggir sofa
"ini masih mau tidur?" Tanyanya.
Aku geser ke dia, dia malah kayak ketakutan geser ngjauh. Didit nglirik Aku. "Aku nonton."
Kali ini sampai 2 film, Aku masih melek. Aku ganti posisi bersandar. Gak lama Aku Berdiri, ku rentangkan kedua tanganku ke atas. Tiba-tiba Dia kecup bibirku. Dia kembali duduk.
...****************...