"Rey... Reyesh?!"
Kembali, Mutiara beberapa kali memanggil nama jenius itu. Tapi tidak direspon. Kondisi Reyesh masih setengah membungkuk layaknya orang sedang rukuk dalam sholat. Jenius itu masih dalam kondisi permintaan maaf versinya.
"Rey... udah ya! Kamu udah kumaafkan, kok. Jangan begini dong. Nanti aku nya yang nggak enak kalo kamu terus-terusan dalam kondisi seperti ini. Bangun, Rey!" pinta Mutiara dengan nada memelas, penuh kekhawatiran.
Mutiara kini berada dalam dilema hebat. Bingung mau berbuat apa.
Ditengah kondisi dilemanya itu, ia lihat sebutir air jatuh dari wajah Reyesh. Diiringi butir lain perlahan berjatuhan.
"Rey... ka-kamu nangis, ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 09 - Penawaran
Setelah menghitung dan menimbang, Mutiara pun setuju bahwa biaya tersebut termasuk standar untuk ukuran mahasiswa. Tidak terlalu mahal, karena hari sabtu dan minggu bisa full belajar, seharian bersama Reyesh. Tiba-tiba Mutiara langsung panik.
"Eh... hari minggu juga?!" wajahnya menandakan bentuk protes kepada Reyesh.
"Kenapa? Kamu keberatan?"
"Minggu adalah waktuku untuk healing dan represing. Kalau dipakai belajar juga, kapan aku istirahat dan main-mainnya?" ucap Mutiara dengan nada lumayan tinggi.
"Kamu ingin mendapatkan IP 4.00 dan masih memikirkan untuk main dan healing? Kamu lupa dengan tantanganmu dengan ketiga mapres itu? Sungguh luar biasa!" sindir Reyesh sambil memberikan tepuk tangan.
"Tapinya kan...." sambung Mutiara, dengan nada memelas dan wajah ditekuk.
"Tenang saja. Aku sudah memikirkan dengan matang jadwal tersebut. Kamu tetap akan dapat healing dan represing. Tapi, tetap dalam pantauanku."
"Oke. Aku ikut saja. Kapan bisa dimulai?"
"Kita mulai hari senin, seusai jam kuliah siapa yang paling lama diantara kita. Aku nggak mau ganggu healing terakhirmu di hari minggu esok. Silakan habiskan waktu bersama sahabatmu sebelum belajar bersamaku." ucap Reyesh.
"Baik. Terkait pembayaran, bagaimana?" tanya Mutiara, agar segala perkara yang riskan, bisa segera diurus.
"Total 15 juta kan, ya?" Bagaimana kalau kuminta 5 juta untuk DP, sisanya setelah semua nilai rilis."
"Bagaimana jika, setelah usai nilaiku rilis, aku kabur dan tidak membayar sisa bimbel darimu?" Mutiara coba menguji Reyesh. Walau bagaimanapun, ada celah lebar dalam kesepakatan yang akan menguntungkan dirinya
"Kabur? Oh, kalau sampai pada level itu, berarti sudah urusanmu dengan Tuhanmu. Urusanku denganmu, adalah mengusahakan supaya dapat IP semaksimal mungkin."
Mutiara tersentak oleh ucapan Reyesh. Seolah kena skakmat.
"Bagaimana jika aku tidak mencapai nilai sempurna?" tanya Mutiara.
"Akan kuberikan cashback 20% dari total biaya itu, dengan syarat IP semester duamu berada dalam interval 3.6 sampai 3.9, bagaimana?"
Mutiara sempat berpikir sejenak. Baginya yang mendapat IP 3.0 di semester sebelumnya, bisa tembus 3.6 bahkan sampai 3.9 adalah pencapaian yang sangat besar.
"Lumayan loh, kamu bisa saving 3 juta rupiah." Lanjut Reyesh menjelaskan, sudah seperti sales ponsel.
"Oke, deal." ucap Mutiara.
"Satu hal lagi, kamu yakin bisa mengikuti metode belajarku? Aku nggak baik seperti dosen-dosen dijurusanmu, lho!" tanyanya sebelum lebih jauh.
"Aku yakin dan aku siap." jawab Mutiara mantap.
Melihat tatapan mata Mutiara yang menyala-nyala dan tidak ragu sedikitpun, Reyesh akhirnya tersenyum tipis dan paham.
"Baiklah, aku akan mengajarmu. Tapi ada syarat tambahan."
"Apa lagi sih, Rey? Banyak amat kayaknya syaratmu!" protes Mutiara dengan penuh kesal.
"Jangan pernah terlambat, jangan mengeluh, dan jangan meminta keringanan tugas dariku!" jawab Reyesh tegas.
"Siap, kak jenius dingin yang misterius." ucap Mutiara begitu saja sambil memberikan hormat. Setelah ia pikir-pikir, boleh juga julukan itu diberikan untuk Reyesh.
Gerbang utama sudah di depan mata, Reyesh pun telah mengantar dan menjaga Mutiara dengan aman. Si jenius itu pamit kepada Mutiara, setelah mereka bertukar kontak ponsel untuk saling terhubung.
"Reyesh, boleh kutanyakan satu hal lagi?"
"Rey, panggil saja aku dengan sebutan itu. Ada yang masih menganggu pikiranmu?"
"Kenapa sebelumnya, kamu tidak benar-benar memperhatikanku?" sebuah pertanyaan berani dari Mutiara, didengar langsung oleh Reyesh.
Suasana diantara mereka yang awalnya cair dan hangat, kini menjadi hening dan penuh kebisuan. Mutiara, sebagaimana perempuan pada umumnya, selalu penasaran dengan apa yang dipikirkan laki-laki.
Reyesh masih terdiam. Belum memberikan jawaban. Hanya tatapan lurus ke arah Mutiara.
"Kenapa aku harus memperhatikanmu?" Reyesh membalas pertanyaan Mutiara.
"Ya... karena banyak mahasiswa memperhatikan dan merayuku. Berbeda denganmu. Bahkan, ke mana saja dirimu? Bersembunyi di mana kamu selama ini, sehingga baru pertama kali kulihat wajahmu."
"Itu bukan jawaban atas pertanyaanku barusan." ucap Reyesh.
"Kamu tidak pernah memandangku seperti mereka. Memang, karena kamu selalu menjadi misterius. Di saat seperti ini pun, tatapanmu sangat dingin. Seolah aku bukan siapa-siapa di matamu!" lanjut mutiara, meminta konfirmasi lebih dari Reyesh, atas eksistensinya menjadi bidadari kampus dan pusat perhatian buaya kampus.
Reyesh menghela napas, lalu berkata, "Kamu sampai segitunya ingin diakui olehku? Sungguh star syndrom yang sangat berbahaya ada dalam dirimu itu, Mut."
Mutiara hanya diam oleh ucapan Reyesh.
"Aku tidak peduli siapa kamu, dari mana asal usulmu, atau seperti apa penampilanmu. Aku hanya menilai orang dari usahanya, bukan dari bagaimana orang lain melihatnya. Banyak yang terkecoh dan terpedaya oleh bagian itu." Jawaban itu membuat Mutiara terdiam.
Gadis cantik itu mulai merasakan sesuatu yang berbeda dalam diri Reyesh. Mereka berpisah setelah ojek online Mutiara menjemput.
Keesokan harinya, pagi subuh di kostan Mutiara.
"Hah?! Lo beneran ditolong sama Reyesh, pas diganggu sama buaya kampus senior?" tanya Zeeva dengan wajah membelalak dan terkejut, setelah Mutiara menceritakan kisahnya panjang lebar pada kedua sahabatnya.
Mutiara, Zeeva, dan Allyna memang satu kostan. Rumah yang mereka sewa, termasuk kelas menengah atas dengan fasilitas kulkas, mesin cuci, televisi, AC di setiap kamar, ruang tamu luas dan juga ada tempat parkir. Wajar saja bagi ketiga anak yang orang tuanya tergolong konglomerat itu.
"Gue nggak nyangka, dia nggak cuma jenius yah, tapi jago bela diri! Kok belum pernah ada gosip tentang keterampilan bertarungnya itu, ya?" sambung Allyna, takjub dengan Reyesh.
Mutiara lalu menceritakan tentang penawarannya menjadikan Reyesh seorang mentor. Awalnya, terjadi debat hebat karena harga yang dipatok Reyesh, tergolong mahal. Namun, setelah dijadwalkan secara rinci jadwal bimbel mereka berdua, akhirnya Mutiara menyetujui dan sepakat.
"Lo orang kaya, tapi lumayan pelit dan perhitungan juga ya, Mut?" tanya Zeeva.
"Ngeluarin duit segitu buat dua bulan, buat gue worth it banget sih. Apalagi target lo tinggi dan jaminan dari Reyesh lumayan masuk akal." sambung Allyna.
"Tapi tetep aja, Na. Dia lumayan alot pas tawar menawar urusan fee sama Reyesh. Padahal, duit jajannya sebulan dua kali lipat dari harga bimbel itu. Parah sih lo, Mut."
"Hahaha! Cewek harus jago tawar menawar dong, Va. Lo calon ibu-ibu, kan? Nah, saran gue, pelajari deh bakat dasar itu. Dijamin, sangat berguna!" ucap Mutiara dengan wajah berseri-seri dan senang.
Wajah Mutiara pagi ini sangat cerah dan bersinar. Berbeda jauh dibandingkan dua belas jam sebelumnya, yang lecek dan ketekuk karena khawatir tidak bisa menemukan Reyesh.
Ia bertekad akan menghabiskan weekend ini dengan healing dan represing sepenuhnya, bersama Zeeva dan Allyna.
Mutiara harus mengosongkan penat dan mumet dengan healing bersama kedua sahabatnya. Ritual ini sangat sengaja ia lakukan, sebelum keesokan harinya, menjadi murid dari sang jenius dingin.... Reyesh.
Bersambung......