Ingin berbuat baik, Fiola Ningrum menggantikan sahabatnya membersihkan apartemen. Malah menjadi malam kelam dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kesuciannya direnggut oleh Prabu Mahendra, pemilik apartemen. Masalah semakin rumit ketika ia dijemput paksa orang tua untuk dijodohkan, nyatanya Fiola sedang hamil.
“Uang yang akan kamu terima adalah bentuk tanggung jawab, jangan berharap yang lain.” == Prabu Mahendra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Tanggung Jawab (2)
Maya bingung harus bagaimana. Melihat kondisi Ola yang masih terbaring lemah, entah tidur atau pingsan. Kenyataan kalau sahabatnya itu sedang hamil menjadi persoalan baru. Sangat yakin kalau ayah dari calon bayi itu adalah Prabu Mahendra majikannya, membuat rasa bersalahnya semakin menjadi.
“Ya Tuhan, kenapa jadi begini.” Maya menyandarkan kepala pada sisi ranjang pasien. “Maafin gue, La.”
“May.”
“Eh, lo udah sadar?” Maya langsung berdiri, terkejut dan kembali bingung harus bagaimana.
Ola menatap sekeliling dan mengangkat tangannya yang terpasang jarum infus.
“Gue kenapa May?”
“Ehm, tadi lo … pingsan iya pingsan. Kalau sakit jangan maksa kerja, lo sendiri yang repot,” cetus Maya.
“Eh, jangan bangun dulu. Tiduran aja, sampai itu habis,” ujar Maya lagi sambil menunjuk botol infus saat Ola terlihat ingin beranjak duduk.
“Dokter bilang apa?”
“Lo boleh pulang kalau infusnya sudah habis.” Maya menoleh ke arah cabinet di samping ranjang. Ada dua plastik berisi obat dan makan malam. Gama bukan hanya membayar biaya rumah sakit dan menebus obat yang harus diminum Ola. Sebenarnya bukan obat, tapi vitamin dan suplemen untuk ibu hamil. Juga makan malam untuk mereka berdua.
“Lo makan dulu ya.” Maya beranjak dan mengeluarkan makanan untuk Ola. “Kenapa?” tanya Maya karena Ola menatapnya.
“Lo beli itu?” tunjuk Ola dengan tatapan.
Maya memegang kotak berisi menu makanan dengan logo restoran mewah. Satu paket menu harganya bisa untuk makan mereka tiga hari.
“Gue dapat voucher makan, ya udah tukerin aja,” jawab Maya berdusta. “Ayo bangun pelan-pelan, lo harus makan dan harus habis. Ini menu sehat La, bukan makan di warung yang nggak jelas higienis apa nggak.”
Baru beberapa suap, Ola langsung menutup mulut dan menggeleng.
“Kenapa?”
“Udah, gue mual. Bawa aja keluar, lo aja yang habisin. Eneg banget, yang ada gue muntah.”
“Perut lo norak banget. Di kasih makanan mahal malah muntah. Biasa makan di padang paket dua belas ribu sih.” Maya membawa plastik makanan berisi jatah miliknya juga milik Ola yang baru disentuh sebagian.
Sedangkan di tempat berbeda, Gama baru sampai di apartemen Prabu. Membawakan makan malam untuk pria itu. Menduga kalau Prabu sedang istirahat karena tidak sehat, nyatanya tidak ada di kamar.
“Pak,” sapa Gama.
Prabu berada di balkon. Unit tersebut berada di lantai sembilan, dengan kondisi kurang fit tentu saja angin malam sangat tidak ramah untuk tubuh. Terlihat pria itu sedang merenung dan langsung berdiri kembali ke dalam.
Gama menutup pintu balkon dan menarik gorden. Menyiapkan makanan yang ia bawa di meja makan.
“Mbak Maya sudah di rumah sakit,” ujar Gama lalu meletakan gelas setelah mengisi dengan air dari dispenser.
Prabu mungkin malu untuk bertanya, tapi penasaran dengan kondisi Ola. Gama sangat memahami atasannya, ia menjelaskan kondisi Ola yang tidak diharuskan untuk rawat inap. Mendengarkan sambil menikmati makan malam yang terlambat.
“Tadi siang aku lihat dia seperti kesakitan, dia sakit apa?” tanya Prabu. Menatap Gama sambil mengambil tisu dan menyeka bibirnya.
Gama masih diam.
“Hei, aku tanya dia sakit apa?” Kali ini suara Prabu agak tinggi. Tidak mungkin Gama tidak tahu kondisi Ola, sedangkan tadi melaporkan ia sudah menyelesaikan pembayaran rumah sakit dan membelikan makan malam. Pasti Gama mendengar penjelasan dokter mengenai kondisi Ola.
“Mbak Fiola bukan sakit, tapi … hamil.”
“A-pa?”
“Mbak Fiola hamil, pak.”
Prabu menarik nafas dan kembali bersandar, membuang pandangan ke arah lain. Kalau Ola hamil, kemungkinan besar ia adalah ayah dari janin itu. Bukan hanya menodai, sekarang Ola hamil. Masa depan yang bagaimana akan dilewati oleh perempuan itu dan ini karena ulah dirinya.
Dalam hati itu mengump4t mengecam ulah pihak yang sudah menjebak dirinya. Sambil mengusap wajah kasar, teringat obrolan saat mengunjungi orangtuanya.
“Kalau belum yakin untuk menikah, jangan pernah menyakiti perempuan. Memanfaatkan, apalagi merusaknya. Ingat, ibu dan adik kamu juga perempuan. Perlakukan perempuan dengan baik, kalau memang suka harus kamu jaga bukan dirusak.”
Entah bagaimana perasaan Mama dan Papa kalau tahu dia memperk0sa anak gadis dan sekarang malah hamil.
“Kamu yakin dia hamil?” tanya Prabu.
“Yakin pak, dokter yang menjelaskan. Bahkan Mbak Fiola diminta konsultasi dengan dokter obgyn, kondisi beliau kurang baik.”
Lagi-lagi Prabu menarik nafasnya. Hal ini akan menjadi masalah. Bagaimana nasib Ola, ia harus siap kalau perempuan itu sewaktu-waktu menemui dan menuntut tanggung jawab.
“Tapi ….”
“Apa?” tanya Prabu kesal.
“Saya nggak tahu Mbak Fiola sudah tahu atau belum, dokter menyampaikan waktu beliau masih tidak sadar ke Mbak Maya.”
Prabu kembali menarik nafas. “Kekacauan ini, karena kamu!”
***
Ola ditemani Maya pulang. Hampir pukul sepuluh malam, menggunakan taksi online. Tidak mungkin naik motor Maya, apalagi kondisinya tidak baik.
“Istirahat La, ini obatnya diminum. Gue balik dulu.”
“May, sebenarnya aku sakit apa, kenapa bisa pingsan?” tanya Ola sambil membuka plastik obat.
“Nggak sakit … kecapekan sama kurang darah. Udah nggak usah dipikirin, pokoknya lo harus istirahat dan jangan banyak pikiran.”
Untuk sementara Maya akan merahasiakan kondisi Ola yang hamil. Harus cari waktu yang tepat untuk menjelaskan masalah itu dan sekarang bukan waktu yang tepat. Entah Ola akan melakukan apa kalau tahu dirinya hamil di luar nikah. Membayangkannya saja Maya tidak sanggup.
Hampir tengah malam Maya tiba di kontrakannya. Lepas dari kosan Ola, ia kembali ke rumah sakit untuk mengambil motor. Tidak sempat berganti pakaian dan baru saja berbaring saat ponselnya berbunyi.
“Ola,” ucap Maya khawatir terjadi sesuatu dengan sahabatnya.
“Iya, La.”
“Maya, ini obat gue ketuker kali. Masa harus minum beginian. Ini ‘kan vitamin ibu hamil sama suplemen tambah darah. Lo yakin obatnya nggak ketuker sama pasien lain?” cecar Ola di ujung sana.
Maya hanya bisa meringis lalu menepuk dahinya.
‘Prabu Mahendra sial4n, lo harus tanggung jawab,’
crazy up thor semangat"
anak kandung disiksa gak karuan ehh anak tiri aja disayang² gilakk
kalo maya pindah nanti sepi
. kasian a' gama kn gak ada gandenganya wk wk wk