Amirul, yang dikira anak kandung ternyata hanyalah anak angkat yang tak sengaja tertukar pada saat bayi.
Setelah mengetahui jika ia anak angkat, Amirul di perlakukan dengan kasar oleh ibu angkat dan saudaranya yang lain. Apa lagi semenjak kepulangan Aris ke rumah, barang yang dulunya miliknya yang di beli oleh ibunya kini di rampas dan di ambil kembali.
Jadilah ia tinggal di rumah sama seperti pembantu, dan itu telah berlalu 2 tahun lalu.
Hingga akhirnya, Aris melakukan kesalahan, karena takut di salahka oleh ibunya, ia pun memfitnah Amirul dan Amirul pun di usir dari rumah.
Kini Amirul terluntang lantung pergi entah kemana, tempat tinggal orang tuanya dulu pun tidak ada yang mengenalinya juga, ia pun singgah di sebuah bangunan terbengkalai.
Di sana ada sebuah biji yang jatuh entah dari mana, karena kasihan, Amirul pun menanam di sampingnya, ia merasa ia dan biji itu senasib, tak di inginkan.
Tapi siapa sangka jika pohon itu tumbuh dalam semalam, dan hidupnya berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon less22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
...happy reading...
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
Amirul berhenti sejenak, menatap pohon uang yang berdiri kokoh di sudut lemari kosannya. Ia mengusap dagunya, mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Semakin ia perhatikan, pohon itu tampak tumbuh lebih tinggi dari sebelumnya, dengan daun-daun yang lebat dan buah-buah uang yang semakin banyak menggantung di setiap cabangnya.
"Waduh, gawat ini," gumam Amirul sambil menggaruk kepala. "Kalau pohon uangku semakin tinggi, rumah kosan ini nggak aman lagi. Nanti tetangga atau pemilik kosan curiga. Dan lagi, pohon ini pasti membutuhkan nutrisi tanah yang lebih banyak. Aku nggak bisa terus-terusan menanamnya di sini."
Ia berjalan mondar-mandir di depan pohon, pikirannya dipenuhi kekhawatiran. "Aku harus punya rumah sendiri untuk menanam pohon ini. Kalau begini terus, bisa-bisa aku ketahuan dan malah jadi masalah besar."
Amirul mendekati pohon itu dan mulai menghitung uang yang menggantung di tangkainya. Ia menarik uang-uang itu satu per satu dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang tertinggal.
"1, 2, 3, 4, 5..." Amirul terus menghitung sampai selesai. "Semua ada 30 lembar," katanya dengan suara pelan, matanya berbinar. "Itu artinya ada sekitar 3 juta rupiah. Lumayan, sih, tapi ini belum cukup untuk beli rumah sendiri."
Ia duduk di depan pohon itu, memandangi uang di tangannya. "Kalau pohon ini terus tumbuh begini, aku harus cari solusi cepat. Tapi gimana caranya? Rumah di kota ini mahal, sementara aku cuma punya tiga juta sekarang," gumamnya, mencoba mencari cara untuk mengatasi situasi ini.
Tiba-tiba, sebuah ide muncul di kepalanya. "Bagaimana kalau aku cari tanah di pinggiran kota? Harga tanah di sana pasti lebih murah, dan aku bisa menanam pohon ini tanpa ada yang curiga," ujarnya, berbicara kepada dirinya sendiri. "Tapi uang tiga juta ini masih jauh dari cukup."
Amirul menghela napas panjang. Ia tahu bahwa ia harus memanfaatkan pohon ini sebaik mungkin, tapi ia juga harus berhati-hati agar tidak menarik perhatian yang tidak diinginkan. Jika orang-orang tahu bahwa ia memiliki pohon uang, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.
"Maaf ya, biji kecil," gumam Amirul pelan sambil menatap pohon uang di depannya. Ia berbicara seolah-olah pohon itu bisa mendengarkan. "Aku harus terus memanen buahmu. Kalau tidak, orang-orang akan curiga kalau kau berbuah uang sungguhan."
Dengan hati-hati, Amirul memetik lembar demi lembar uang yang menggantung di tangkai pohon itu. Setiap lembar terasa seperti sebuah keajaiban kecil, tapi juga seperti beban besar yang ia pikul. Ia tahu bahwa pohon ini adalah berkah yang luar biasa, tapi juga sebuah rahasia yang harus ia jaga dengan sekuat tenaga.
Setelah selesai memetik, Amirul memeriksa uang itu dengan teliti, menghitungnya satu per satu. "Satu, dua, tiga..." ia bergumam, menghitung hingga selesai. "tiga juta. Lumayan, tapi masih jauh dari cukup untuk rencana besarku."
Ia menghela napas panjang sambil mengelus batang pohon itu. "Aku harus menyimpan uang ini dengan baik," katanya, berbicara lagi pada pohon itu. "Semoga kau bisa berbuah lebih lebat lagi, dan aku bisa segera menanam pohon lain di tempat yang lebih aman."
Amirul berjalan ke arah ranjangnya, dengan uang di genggaman. Ia membuka sebuah kotak kecil yang tersembunyi di bawah tempat tidurnya, tempat ia menyimpan uang hasil panen dari pohon itu. Ia memasukkan uangnya dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang melihat. "Ini harus cukup untuk sementara," gumamnya, menutup kotak itu kembali.
Namun, pikiran tentang pohon itu terus menghantuinya. Setiap kali ia memandang pohon itu dari jendela, ia merasa was-was. "Kalau ada orang yang tahu soal pohon ini, aku pasti dalam masalah besar," pikirnya. Ia mulai membayangkan skenario buruk: pemilik kos yang curiga, tetangga yang mulai bertanya-tanya, atau bahkan orang-orang yang ingin merebut pohon itu darinya.
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
thanks teh 💪💪💪