NovelToon NovelToon
Sulastri, Aku Bukan Gundik

Sulastri, Aku Bukan Gundik

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Cerai / Penyesalan Suami / Era Kolonial / Balas Dendam / Nyai
Popularitas:14.5k
Nilai: 5
Nama Author: Anna

“Sekarang, angkat kakimu dari rumah ini! Bawa juga bayi perempuanmu yang tidak berguna itu!”

Diusir dari rumah suaminya, terlunta-lunta di tengah malam yang dingin, membuat Sulastri berakhir di rumah Petter Van Beek, Tuan Londo yang terkenal kejam.

Namun, keberadaanya di rumah Petter menimbulkan fitnah di kalangan penduduk desa. Ia di cap sebagai gundik.

Mampukah Sulastri menepis segala tuduhan penduduk desa, dan mengungkap siapa gundik sebenarnya? Berhasilkah dia menjadi tengkulak dan membalas dendam pada mantan suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sulastri 30

“Pantas saja Londo itu membela mati-matian, wong jek koyo bocah,” ucap salah seorang pengunjung sidang. 

“Lha, iyo. Aku kalo rondonya kaya gitu, ya, mau. Dibawa ke tontonan masih kaya gandeng gadis ting-ting,” timpal satu di antaranya. 

“Kalau tanahku ombo, tak lamar langsung, kok.” Yang paling terlihat tua tak mau kalah. 

“Ehm!” Petter berdehem keras saat melewati sekumpulan bapak-bapak yang berkasak-kusuk memuji kecantikan Sulastri.  

Krumunan itu seketika membubarkan diri, kembali duduk berjejer sembari menatap iri pada Petter yang sudah duduk santai di sebelah wanita ayu yang jadi pusat perhatian mereka.

“Kenapa tidak bilang kalau sudah kembali ke ruangan?” tanya Petter pelan. 

Sulastri melirik tajam. “Kenapa harus bilang?!” 

“Agar aku tak kebingungan mencarimu.” 

Sulastri berdecak kesal sambil beranjak dari duduknya. “Ck, Meneer, saja sedang sibuk.” 

Petter mengerutkan alisnya, matanya mengikuti langkah wanita ayu yang berpindah ke kursi paling depan. 

Dari arah belakang, Pramono berjalan sembari bersenandung riang, sebelah tangannya memainkan sebungkus kecil permen warna orange, kemudian di sodorkan pada Sulastri yang sedang duduk berpangku dagu. 

“Ngemut permen biar nggak ngantuk,” ucap laki-laki dengan rambut ikal dan kumis tipis itu.

Tak selang berapa lama, ruangan kembali penuh dengan riuh para peserta sidang, rombongan Kartijo dan Hassan melenggang dengan membusung dada dan tatapan remeh. 

Sulastri menoleh ke arah belakang, netra beningnya tanpa sengaja menangkap Petter yang begitu genit bermain mata dengan Amina. Wajah wanita ayu itu seketika memerah, ada semburat perih menusuk ulu hatinya. 

Sulastri dengan cepat memelengos saat Petter berbalik menatap ke arahnya, laki-laki itu tersenyum samar, sebelum kembali fokus pada sekitar. 

Sidang pun kembali di mulai, Slamet dengan penuh wibawa membuka sidang kedua. 

“Hadirin sudah berkumpul semua,” tanyanya dari balik meja podium utama. 

“Sudah, Pak hakim,” sahut semua yang berada di ruangan. 

“Baik, sidang akan kembali kita mulai. Hadirin mohon duduk ditempatnya masing-masing. 

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Sidang lanjutan pembuktian kasus perceraian saudari Sulastri sebagi penggugat dan Saudara Kartijo selaku tergugat dengan nomor perkara ​09/C/1953/PA.YK,  kembali saya buka.” 

Tok 

Suara palu kebesaran milik Hakim ketua kembali menggema. 

“Baik, agenda siang ini, kita akan mendengarkan keterangan dari tergugat saudara Kartijo.”

“Saudara Kartijo, silahkan berdiri.” Slamet memberi intruksi. 

“Baik, saudara Kartijo, kenapa Anda menolak gugatan dari istri Anda, bukankah Anda sendiri yang menyuruhnya pergi?” tanya Slamet memulai introgasi. 

“Sudah aku katakan, itu hanya salah paham. Aku tidak pernah menyuruh istriku pergi dari rumah,” jawab Kartijo.

“Lalu, bagaimana bisa malam itu saudari penggugat pergi dari rumah? Menurut saksi, Anda menyuruhnya membawa minggat saudari penggugat dari kediaman Anda?” 

“Aku hanya menyuruh dia menenangkan diri di rumah orang tuanya, bukan menyuruhnya untuk minggat.” 

“Tapi, bagaimana bisa Anda menyuruh istri Anda yang baru melahirkan pergi ke rumah orang tuanya?" 

“Karena dia terus-terusan menuduhku akan menikah lagi.”

Slamet mengerutkan alis tipisnya. “Tapi, bukankah itu terbukti dengan adanya saudari Amina di rumah Anda?” 

“Aku tidak pernah berniat menikahi Amina. Aku tetap setia pada janjiku untuk tidak memadu Sulastri—istri yang sampai saat ini masih aku cintai.” 

“Jadi, sampai detik ini Anda tetap bersikukuh tidak mau menceraikan dia?” 

“Betul.” 

“Baik, cukup dari saya. Saudara Pramono Minoto selaku pengacara penggugat, apakah ada yang ingin di tambahkan?” 

Pramono beranjak dari duduknya kemudian berjalan pelan hingga ke sisi meja. “Ada, Pak.” 

“Baik, silahkan.” 

“Terimakasih, Pak hakim ketua. Saudara Kartijo Suseno.” 

Kartijo tak menjawab, hanya menatap dengan congkak. 

“Saudara tadi mengatakan klien saya menuduh saudara akan menikah lagi, sedang kenyataannya, Anda dengan sadar membawa seorang wanita masuk ke dalam biduk rumah tangga Anda, benar?” 

Kartijo masih tak menjawab. 

“Anda juga mengatakan tidak berniat menikahi saudari Amina tapi tinggal dan tidur di kamar yang sama, apakah bisa, jika saya menyimpulkan Anda berdua berzina?” 

Kartijo mendengus kesal, rahangnya mengetat. “Terserah.” 

Pramono manggut-manggut paham. “Satu lagi, saya harap kali ini Anda bisa menjawab dengan pasti.” 

“Anda mengatakan, menyuruh saudari Sulastri untuk menenangkan diri ke rumah orang tuanya—dengan menaiki dokar. Bukankah Anda memiliki kendaraan roda empat, kenapa bukan Anda sendiri yang mengantar?” 

Kartijo bergeming, laki-laki berkulit hitam itu melirik tajam sebelum kembali duduk tanpa memberi jawaban. 

Pramono tersenyum sembari menunduk kecil. “Cukup, majelis Hakim. Sikap tergugat sepertinya sudah cukup memberi bukti.” 

Slamet terkesiap dari tempatnya, laki-laki gempal itu kembali membuka map berkasnya. 

“Jika sudah cukup saya akan mulai memanggil saksi. Saksi pertama, saudara Margono. Silahkan bersumpah terlebih dahulu. 

Margono berjalan dengan tergopoh, laki-laki berpakain lusuh itu menatap Sulastri dengan wajah memelas, seolah meminta pertolongan. 

“Saudara saksi, apa yang dikatakan putri saudara saat pertama datang malam itu?” tanya Slamet. 

“D-dia bilang, di-dia bilang … ingin menginap semalam.” 

“Lalu, kenapa saudara tidak menerima kalau hanya satu malam?” 

“S-saya takut dia sedang bertengkar dengan Juragan, makanya saya menyuruhnya untuk kembali pulang ke punjer.” 

“Apa saudara tidak bertanya, sebab musabab dia pulang dengan keadaan habis melahirkan?” 

“T-tidak.” 

Slamet menggeleng seolah tak percaya dengan jawaban yang didengarnya.  

“Baik, cukup dari saya. Saudara pengacara, apakah ada yang ingin ditambahkan?” 

Pramono kembali bangkit dari duduknya. “Ada, majelis hakim.” 

“Baik, silahkan.” 

“Baik, terimakasih hakim ketua. Bapak Margono, saya hanya ingin bertanya satu hal dengan Anda, apakah Anda pernah bertanya kepada saudari Sulastri, apakah dia bahagia dengan pernikahannya?”

Margono terbelalak, suaranya tercekat di tenggorokan, wajahnya pucat pasi bak ayam kampung tersiram air—terkejut bercampur malu.

“Baik, cukup. Majelis hakim,” pungkas Pramono.  

Slamet menyurai rambutnya, matanya menyipit membaca barisan huruf yang tertulis di kertas berkasnya. 

“Saksi kedua, saudari Amina, silahkan mengambil sumpah terlebih dahulu.” 

Amina beranjak dari duduknya, berlenggok penuh percaya diri. Wanita itu berdiri dengan sedikit menyerong, memamerkan body bak gitar spanyolnya. 

Slamet meneguk ludahnya, mata tiongkoknya memicing tajam. 

“Saudari saksi, kita akan memulai sesi tanya jawab ini, harap menjawab dengan santai dan jujur,” ucap Slamet sedikit memberi peringatan.

“Saudari saksi, di mana Anda bertemu dengan saudara tergugat?” 

Amina mengulum bibirnya singkat. “Saya bertemu Juragan di sebuah hiburan saat saya sedang pentas tari janger, Tuan.” 

“Bagaimana awalnya saudari saksi bisa mengenal dan menjalin hubungan dengan saudara tergugat?” 

“Juragan bilang istrinya kurang bisa memuaskan saat di ranjang, lalu … juragan merayu saya dengan iming-iming akan dinikahi.” 

“Lalu, Anda percaya?” 

Amina mengangguk pelan. 

“Saat malam saudari penggugat pergi, apakah Anda atau orang-orang berada yang di rumah itu tidak ada yang menahan?” 

“Saya sudah mencoba menahan dan menjelaskan pada Mbak Sulastri, bahwa saya hanya minta anak yang saya kandung diakui oleh Juragan, tapi Mbak Sulastri tetap tidak percaya dan menuduh saya sebagai perusak rumah tangga.” 

“Apakah ada upaya dari saudara tergugat untuk merayu saudari tergugat malam itu?” 

“Juragan …,” Amina menghentikan ucapannya, tatapannya lurus pada Kartijo yang melotot ke arahnya. “Juragan … sampai bersimpuh di kaki Mbak Lastri agar tidak pergi.” 

Kartijo tersenyum puas, tangannya mengusap dagunya yang mulai ditumbuhi jenggot tipis.  

Slamet mengangguk pelan. “Baik, cukup dari saya, saudara pengacara, ada yang ingin ditambahkan?” 

Pramono kembali mengangguk mantap. 

“Ada, Pak hakim ketua. Saya akan mengajukan pertanyaan singkat saja.” 

“Saudari saksi, selama kehamilan Anda dan penggugat yang hampir bersamaan, apakah tergugat memperlakukan Anda berdua dengan adil?” 

Amina mengerjap pelan, tatapannya gelisah tak karuan. “Eee … i- tidak.”  

“Lalu, lebih condong ke siapa perhatian tergugat?” 

“M- saya.” 

“Apakah itu atas dasar kemauan tergugat atau Anda yang merayunya?” 

“R-a …,” Amina memelotot, tangannya menyentuh bibir tipisnya pelan. 

“Saudari saksi, tolong fokus!” 

“Eeee … baik.” 

“Saya ulangi pertanyaan saya, apakah perhatian yang diberikan tergugat kepada Anda atas dasar kemauan tergugat yang memang tergila-gila pada Anda atau … karena rayuan Anda?” 

“Karena Juragan tergila-gila pada saya.”  

“Apa Anda bisa jelaskan secara singkat, bagaimana perlakuan saudara tergugat terhadap istrinya?” 

Amina memiringkan kepalanya, alis tipisnya menukik tajam. 

“Saudari saksi …?” 

Amina tergagap seketika. “Haa … iya, saya—” 

“Keberatan, hakim ketua.” Hassan tiba-tiba angkat suara. 

“Saya merasa saksi saya sedang dipengaruhi seseorang sehingga dia tidak bisa fokus menjelaskan kejadian sebenarnya. Banyak keterangan yang terlontar dari mulutnya yang tidak sesuai fakta.” 

“Saudara pengacara, saksi Anda saja belum menjawab pertanyaan saya sepenuhnya, bagaimana bisa Anda mengatakan dia bicara tidak sesuai fakta?!”

“Saudari Amina, tolong bicara sesuai dengan yang saya ajarkan,” gumam Hassan, namun suaranya masih bisa tertangkap jelas oleh Pramono. 

Pengacara berwajah tenang itu pun langsung menyahut dengan tajam. “Jadi semua yang diucapkan saudari saksi atas perintah Anda? Apakah itu sebabnya Anda bicara keterangannya tidak sesuai fakta?!” 

Hassan pucat seketika, tatapannya belingsutan mencari tempat aman untuk menyimpan muka. Sementara di sebelahnya, Kartijo menggeram tajam, urat-urat di pelipisnya menonjol, tangannya menggeprak meja keras. 

Brakk

“Bajingan!”  

Penonton sidang pun kembali riuh, ada yang tidak mengerti ada yang langsung bersorak sembari mencibir. 

“Ora jelas!” 

“Maling teriak maling!” 

“Huuuu …!”

Slamet memukulkan palu kebesarannya. 

“Tenang semua … tenang!” Saudara tergugat saya harap Anda bisa menjaga sikap Anda!”  

“Saudara pengacara, apakah masih ada yang ingin Anda tanyakan?” 

“Cukup, Hakim ketua.” 

“Baik, kalau sudah cukup, saudara saksi silahkan kembali ke tempat Anda.” 

Amina kembali ke tempat duduknya dengan wajah berseri, wanita itu terus-terusan menggigit bibir bawahnya—kegatelan. 

Slamet menegakkan duduknya, satu tangannya membenarkan kaca mata yang melorot dari hidung peseknya. 

“Baik, kita sudah mendengarkan keterangan dari para saksi, kita akan melanjutkan sidang ini minggu depan untuk pembacaan putusan. Saya harap kedua belah pihak dapat hadir tepat waktu. saya akhiri sidang hari ini.

 “Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

Tok! 

Bersambung.

“Ora jelas!” 

“Huuuu …!”

Sepertinya Amatir ini butuh makan seblak sama es jeruk 🤧

1
Sayuri
nah loh awas
Sayuri
kalo ma kartijo, boro2 di kasih minum
Nanda
wkwkwkwk. gapapa kak, makasih udah update 😍
Sayuri
mana ea kok blum up lagi?
Anna: salah setting tanggal, saya kira hari tanggal 10 🤣
total 5 replies
kalea rizuky
visual nya cocok
Anna: 🫶🫶🫶🫶🫶
total 1 replies
cinta semu
q baca ny aja sambil mesam- mesem 😂😂terus apa kabar hati ny tuan meneer Peter ya.... Sulastri oh Sulastri...
Anna: terpantau nggak tidur semalaman.
total 1 replies
Sayuri
jgn smpe sya sambit pke keranjang km y
Anna: galakkk ya?
total 1 replies
Sayuri
kibas ja pkai rambut gondrongmu ndo.
Anna: Petter berkata "aku jadi duta shampo lain?"
total 1 replies
Sayuri
mau tapi malu. malu tapi mau. mau mau malu
Anna: malu-malu meong
total 1 replies
Sayuri
hhhhhaha
Sayuri
abu2. mayitttt kh dia tor? 🤭
Anna: kaya mau ngetik putih, to, berattt banget nih jari 🤣
total 1 replies
Sayuri
wajib naik gaji euy
Anna: Dasim telah di sabotase
total 1 replies
Nanda
nyengir gak lu Peter!
Anna: terpantau nggak tidur ...
total 1 replies
Nanda
mayday mayday! meneer we’ve got situation here!!
Anna: Petter mengetik ...
total 1 replies
Nanda
menghindar, tapi masih perhatian yakk wkwkwk🤣
Anna: jinak-jinak merpati 🤭
total 1 replies
CallmeArin
thor ah dikit banget inimah
Anna: hehhh 🫶
total 1 replies
cinta semu
kok sak ipet men nek lanjut ne cerito...mara,i penasaran Thor... ojok medit2 po'o...😂😂
Anna: sabarr yek ee, jempol sepuhh iki. 🤣🤣
total 1 replies
Sayuri
lanjut kk. tripel up dong. seru ini q suka lastri yg ngelawan gini. hancur2 dah amina tu
Anna: pelan-pelak pak sopirrrrr .... #jempoljompo.
total 1 replies
Sayuri
coba aj klo bisa. smpe lubang melar di hajar kasman, mener g kan sudi melirikmu
Anna: hehhhh ... lubang apa itu yang melar 🤣🤣
total 1 replies
Sayuri
btul tuh. tp kmu jgn diem lagi ya sul kalo di nyinyirin ma mreka
Anna: Sulastri sedang mengetik ....
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!