Tragedi menimpa Kenanga, dia yang akan ikut suaminya ke kota setelah menikah, justru mengalami kejadian mengerikan.
Kenanga mengalami pelecehan yang di lakukan tujuh orang di sebuah air terjun kampung yang bernama kampung Dara.
Setelah di lecehkan, dia di buang begitu saja ke dalam air terjun dalam keadaan sekarat bersama suaminya yang juga di tusuk di tempat itu, hingga sosoknya terus muncul untuk menuntut balas kepada para pelaku di kampung itu.
Mampukah sosok Kenanga membalaskan dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ridwan01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai muncul
"Eungh.."
Sigit membuka matanya secara perlahan, dia melihat ke sekeliling dan dia tahu kalau dia sedang berada di kamarnya, tapi sedetik kemudian dia bangkit untuk keluar kamar dengan wajah panik.
Brak.
"Nak, kamu sudah bangun" ucap sang ibu yang bernama Dasih saat Sigit membuka pintu kamarnya dengan kasar.
"Bu, siapa yang bawa Sigit ke sini Bu, Sigit tadi siang mengantarkan Dirga dan Kenanga" ucap Sigit
"Dirga yang antar kamu, mobil kamu juga sudah di depan, dia pergi naik angkot tadi pukul enam sore, katanya kalian hampir di rampok dan Dirga berhasil mengalahkan rampok itu" ucap Wisnu
"Dirga sudah pergi? Kenanga?" tanya Sigit
"Kenanga juga ikut suaminya lah" jawab Wisnu
Sigit duduk, dia ingin percaya tapi hatinya mengatakan kalau ada sesuatu yang aneh, Dirga tidak pernah pergi tanpa pamit, tapi kepalanya memikirkan mungkin Dirga buru buru karena bis terakhir menuju ke kota adalah pukul tujuh malam.
"Sudah nak, kamu makan dulu sana, mungkin kamu lapar, sejak sore kamu tidak sadarkan diri, pak mantri sampai mengatakan mungkin kamu harus di bawa ke rumah sakit di kota jika belum sadar juga" bujuk Dasih
"Iya Bu, pak, handphone Sigit di mana ya?" tanya Sigit yang ingin menelepon Dirga
"Kata Dirga handphone kamu berhasil di ambil rampok yang berhasil kabur, milik Dirga juga dia ambil" jawab Wisnu meyakinkan.
"Tambah tidak bisa menghubungi Dirga, aku khawatir pada Kenanga" gumam Sigit tapi masih bisa di dengar Wisnu yang terlihat santai seperti tidak pernah terjadi apapun.
~~~~
Pagi harinya, keadaan kampung Dara terlihat ramai, hari ini ada panen di perkebunan Wisnu dan biasanya para warga akan berbondong-bondong untuk membantu dan mengais sisa sisa sayuran ataupun kentang yang tersisa di kebun Wisnu untuk mereka oleh menjadi makanan.
"Den Sigit hari ini mau ke kebun?" tanya asisten rumah tangga yang bernama Wawat
"Iya bi, tapi saya mau ke rumah Dirga dulu, mau cek rumahnya mungkin Dirga menitipkan sesuatu pada bi Yeyen" jawab Sigit
"Kemarin kata tuan, den Dirga buru buru sekali sampai sampai angkotnya juga langsung pergi tidak turun dulu" ucap Wawat
"Bibi lihat mereka?" tanya Sigit
"Lihat den, angkotnya juga penuh, tapi den Dirga tidak turun, non Kenanga katanya duduk di depan dengan supir tapi bibi tidak lihat karena langsung pergi" jawab Wawat
Yang sebenarnya Wawat lihat adalah anak buah Wisnu yang memakai jaket milik Dirga yang ada di mobil Sigit, mereka di minta Wisnu untuk tutup mulut sedangkan orang yang menabrakkan diri ke mobil Sigit di minta untuk pergi jauh dengan di berikan uang yang banyak oleh Wisnu supaya Sigit tidak tahu.
"Begitu ya, kalau begitu saya pergi dulu ya bi" pamit Sigit
"Iya, hati hati den" jawab Wawat
Sigit berangkat dengan motor matic miliknya, dia tidak membutuhkan waktu lama karena rumah Dirga ada beberapa ratus meter dari rumahnya dan bisa di tempuh dengan cepat menggunakan motor miliknya.
"Permisi, bi Yeyen" panggil Sigit
"Saya di belakang sedang jemur pakaian" jawab Yeyen dari arah halaman belakang rumah.
Sigit berjalan ke samping rumah Dirga, dia ingin menemui Yeyen untuk menanyakan tentang Dirga, tapi matanya tak sengaja melihat bayangan seseorang dari balik tirai kamar Dirga.
Wuss.
"Siapa itu?" gumam Sigit menyipitkan matanya agar bisa melihat siapa sosok yang lewat di baik tirai rumah Dirga.
"Den Sigit, mau ambil pesanan kue untuk para warga yang ikut membantu panen ya?" tanya Yeyen
"Iya bi, mau sekalian tanya Dirga kemarin kemari tidak ya?" tanya Sigit
"Tidak den, setelah pamit siang hari itu, den Dirga tidak ke sini lagi, telepon juga tidak, bibi juga khawatir takutnya mereka belum sampai" jawab Yeyen.
"Kemarin kami sempat di rampok bi, handphone kami katanya di bawa perampok itu, tapi syukurnya kami selamat, Dirga dan Kenanga juga sudah ke Jakarta, jadi mungkin tidak bisa memberikan kabar kalau mereka sudah sampai" jawab Sigit
"Astaga, pantas saja tidak ada telepon ke sini" ungkap Yeyen
"Di dalam ada siapa bi?" tanya Sigit melihat ke arah jendela yang kembali terlihat bayangan lewat di sana.
"Tidak ada siapa siapa den, hanya bibi yang tinggal di sini kalau siang, kalau malam bibi di temani Fatur" jawab Yeyen
"Oh, sama Fatur, Sigit pikir bibi sendirian kalau malam" ucap Sigit.
"Aden bisa saja, bibi ini janda den, jadi kalau sendirian takut" jawab Yeyen
"Kalau begitu Sigit pamit ke kebun ya bi, nanti kalau Dirga telepon bibi bilang ke saya ya" ucap Sigit karena pasti Dirga hafal nomor telpon rumahnya atau rumah Sigit.
"Iya den" jawab Yeyen
Sigit pamit, dia harus segera ke ladang untuk menemani Wisnu, dia sudah mulai membantu mengurus banyak ternak dan juga lahan Wisnu jadi dia cukup sibuk setiap harinya.
"Mas Sigit....."
Terdengar suara Kenanga memanggil Sigit tepat sebelum Sigit menaiki motornya, membuat dia berhati dan berbalik. Sigit melihat ke arah rumah Dirga, dia mencari ke sekeliling tapi tidak menemukan sosok Kenanga ada di manapun.
"Hhahh.. Aku pasti begitu merindukan Kenanga, sampai sampai aku mendengar suara kamu Kenanga, kenapa rasa sayang ini masih sangat besar untuk kamu" gumam Sigit menyalakan motornya dan segera pergi dari sana.
"Hiks.... Hiks... Kenapa semuanya meninggalkan Kenanga"
Sekarang suara tangisan Kenanga terdengar dari dalam kamar Dirga. Tangisan pilu yang tak bisa di dengar siapapun.
"Mas Dirga.... tolong Kenanga"
~~~~
Malam hari di air terjun.
"Lalala..Lalala...Lalla..."
Sesosok perempuan berpakaian pengantin yang compang camping sedang bersenandung sambil membersihan rambutnya yang basah, pakaiannya juga basah, wajahnya begitu pucat tapi tak menghilangkan kecantikannya yang begitu ayu.
"Hiks.. Hiks... Mas Dirga kamu di mana"
"Kenapa Kenanga ditinggal sendirian"
"Kenanga ingin ikut mas Dirga ke kota"
"Hiks... Hiks..."
Senandung itu sekarang berubah jadi tangisan pilu, tangisan yang memecah keheningan malam dan gelapnya hutan tempat air terjun itu mengalir.
Sosok Kenanga tiba tiba saja terbang ke arah kampung Dara, masih dengan tangisan pilu dan tetesan air yang jatuh dari pakaian pengantin yang dia pakai.
"Mas Dirga tenang saja, Kenanga akan cari cara supaya kita bisa bersama lagi"
"Dan mereka yang sudah memisahkan kita, akan Kenanga hukum hihihihihi"
kenanga tutut blasa mu aq mah hayok
menarik di awal bab