Rani yang masih berusia 18 tahun, dengan rela dinikahi Malik yang berusia 50 tahun, pria yang baik dan pernah menyelamatkan hidupnya. dimana Malik, pria tua itu selama lima tahun menderita disfungsi yang tak bisa disembuhkan. Dan Rani lah orang yang dapat menyembuhkan penyakit itu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Malik
Sore itu di cuaca yang cukup terik, namun angin di pedesaan itu cukup kencang sehingga rasa panas itu tidak terasa.
Susi ibu tiri Rani baru saja pulang dari kebun tempat di mana ia bekerja, dan saat itu suaminya sedang menyeruput kopi yang masih hangat, buatan Rani.
"Kamu sudah masak?" Tanya Susi saat ia baru masuk ke dapur dan melihat Rani sibuk menata makanannya.
"Iya Bu."
"Ini uang SPP kamu, besok bayarkan."
Susi pun memberikan uang pada Rani, lalu gadis itu menghitungnya dengan teliti.
"Tapi ini kurang Bu, baru SPP dua bulan. Masih kurang dua bulan lagi." Cetus Rani.
"Memangnya kamu nunggak berapa bulan sih?" Benarkah ibu tirinya.
"4 bulan Bu." Jawab Rani menundukkan wajahnya.
"Sudah-sudah lebih baik kita makan dulu. Nanti aku yang bayarkan sisanya." Seloroh Tikno yang masuk kedalam ranah keduanya yang sedang berselisih kecil.
"Baiklah, Rani kamu ambilkan piring buat saya dan ayah kamu." Titah Susi dan Rani pun mematuhinya.
Rani pun memberikan piring kosong kepada keduanya, sedangkan dirinya makan di dapur tanpa keduanya.
Sudah hal biasa bagi Rani saat keduanya akan makan, ia disuruh sang ibu untuk tidak makan bersama mereka.
Entah mengapa, kebencian ibu tirinya pada Rani besar. Dan Tikno pun tak berani membela lebih lanjut.
"Anak itu bikin kesal saja. Kalo sudah lulus aku mau nikahkan dia dengan orang kaya. Kebetulan juragan tempat aku bekerja suka Rani. Gimana menurutmu mas?" Ucap Susi meminta pendapat suaminya.
"Tapi dia kan sudah punya dua istri? Memangnya gak cukup puas apa?" Jawab Tikno yang seakan ia tak setuju.
"Biarin aja, lagian yang penting kita punya uang banyak. Percuma aku menyekolahkan dia kalo tidak ada imbal baliknya." Cicit Susi.
Tikno tak banyak komentar, ia memilih menghabiskan makanan didalam piringnya. Hingga malam tiba saat tengah malam di saat istrinya tengah tidur pulas, Tikno memasuki kamar Rani.
Rani yang baru akan tertidur pulas pun menjadi terkejut, terlebih pria itu dengan mudahnya kembali lakukan hal yang tak terpuji.
Dan akhirnya Rani hanya bisa menangis dalam diam, di malam hari yang begitu menyesakkan.
"Ini kekurangan uang SPP kamu." ucap Tikno memberikan uang kekurangan spp, setelah ia senang telah kembali meraih surga yang dipaksakan.
"Terima kasih ayah." Jawab Rani yang menerima uang itu.
Tikno pun langsung keluar dari kamar Rani, meninggalkan Rani yang hanya bisa menangisi nasibnya.
"Sampai kapan aku seperti ini....aku gak kuat lagi." Tangisnya sesenggukan di suasana malam yang kian dingin.
Pagi harinya Rani berangkat ke sekolah seperti biasanya, lalu ia terlihat menyendiri karena banyaknya kemalangan yang menimpanya.
"Hey ada apa?" Tanya teman dekat Rani yang bernama Tiwi.
"Tidak apa, oiya rencana setelah lulus kamu akan kemana?" Tanya Rani yang tidak ingin menceritakannya pada temannya itu.
"Mungkin aku akan kuliah ke kota." Jawab Tiwi.
"Enak ya kamu, kedua orang tuamu juga baik dan sayang padamu. Aku iri, tapi aku senang kamu bisa kuliah nantinya."
Tiwi melihat ada kesedihan di wajah cantik temannya itu, namun ia tak bisa mendesak Rani untuk bercerita, karena mungkin temannya itu belum siap.
Dan pada siang hari tepat pukul 2 siang, bell pulang berbunyi membuat para siswa mulai keluar dari kelas untuk pulang kerumahnya masing-masing.
"Rani ayo ikut pulang bareng aku." Ajak Tiwi yang menghentikan motor roda duanya disamping Rani yang sedang berjalan.
"Tidak usah, aku lagi pengen jalan aja." Tolak Rani.
"Oke, saya duluan ya."
"Iya hati-hati Tiwi." Balas Rani yang kemudian melambaikan tangannya pada Tiwi yang bagus saja menjalankan mesin motornya.
Selepas kepergian Tiwi barusan, Rani berjalan menuju ke sebuah kebun di mana kebun itu terdapat banyak bunga.
Langkahnya terhenti saat Rani menatap kagum kebun yang ia sendiri tak tahu siapa pemiliknya, saking terpukau nya ia sampai memasuki pekarangan orang.
"Wah bagus sekali bunga-bunga ini." Seru Rani mengagumi keindahannya.
Terdapat jenis-jenis bunga dengan keindahan warna-warni disetiap pot nya.
"Siapa kamu?" Tanya seseorang yang kini berada dibelakang Rani.
Rani yang mendengarnya pun sontak memutarkan badannya dan menatap sosok pria tua dengan tongkat ditangannya.
"Sa_saya hanya lewat saja, saya tidak mencuri apapun tuan." Jawab Rani ketakutan dengan tangan menggenggam kuat.
Ternyata yang tadi bertanya pada Rani adalah pria tua yang baru kemaren pindah ke kampung untuk menjalani pengobatan.
Malik, pria tua itu menelisik penampilan Rani dari atas hingga kebawah, Rani hanya menundukkan wajahnya menghindari tatapan dari pria tua itu.
"Jangan takut, saya pemilik kebun ini. Nama saya Malik." Ucap Malik yang kemudian berbicara dengan lembut.
Pria tua Itu mengulurkan tangannya pada Rani, dan ia pun menyambutnya dengan sangat ramah.
Bahkan Rani bukan hanya menyambut, ia juga mencium punggung tangan Malik. Sejenak Malik mengamati kesopanan dara desa itu.
Malik mengangumi kesopanan dan kecantikan Rani, ia juga mengamati dari atas hingga ujung kaki Rani.
"Saya Rani tuan."
"Jangan panggil saya tuan, panggil kakek saja." Titahnya.
"Baik kakek. Maaf saya tadi kesini cuma iseng lihat-lihat saja. Kebetulan bunga disini sangat bagus dan indah." Puji Rani.
Malik pun menatap setiap lahan pekarangannya yang memang ditumbuhi banyak bunga indah dengan macam-macam jenis serta warnanya.
"Memang saya yang meminta orang untuk menanamnya supaya jika saya jenuh hanya melihat keindahan itu saja bisa bikin tenang." Jawab Malik yang masih sibuk menatap bunga-bunga yang telah bermekaran itu.
Terdapat pula gazebo yang cukup besar dengan diatasnya terdapat busa empuk serta banyak kecil disana.
"Ayo saya ajak melihat-lihat?" Ajak Malik.
"Memangnya boleh tuan...eh kakek." Ulang Rani mengkroscek kesalahannya.
"Tentu saja boleh, bunga-bunga ini kan untuk dilihat bukan untuk disembunyikan. Akan jadi percuma jika kecantikan itu disembunyikan." Jawan Malik.
"Ah iya benar sekali kakek."
Akhirnya Malik mengajak Rani masuk kedalam untuk memperlihatkan jenis-jenis bunga yang ia tahu, bahkan Malik begitu paham detail akan macam-macam bunga itu.
"Kamu sudah paham?" Tanya Malik saat itu banyak berbicara perihal bunga-bunga nya.
"Sudah kek, Kalo saja saya punya lahan luas dirumah, mungkin saya juga ingin mencoba menanamnya."
"Ayo kita duduk di gazebo!" Ajak Malik kembali.
Dan Rani pun hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Malik menuju gazebo yang letaknya cukup jauh dari tempat tadi ia masuk ke dalam pekarangan.
"Ayo duduk."
Rani pun duduk setelah Malik duduk terlebih dahulu, ia pun duduk disamping pria tua itu.
"Memangnya kamu tidak sekolah tadi?"
"Sekolah kek, cuma tadi pulang lebih awal saja."
"Begitu....kenapa tidak langsung pulang? Pasti ibu kamu nanti mencari kamu."
Rani tersenyum kala pria tua tadi menyebut satu nama yaitu ibu, dan Rani merasa tidak mungkin ibu tirinya itu akan cemas saat ia terlambat sekolah.
Yang ada ibu tirinya itu akan memarahinya karena pulang telah sehingga melupakan tugasnya untuk membuatkan makan malam.
Dan Rani bagaikan pembantu bagi kedua pasangan suami istri kejam itu, sungguh rasanya ia ingin melarikan diri dari keduanya.
"Kenapa diam? Pulanglah!!"
"Baik saya akan pulang, terima kasih atas waktunya. Saya sangat senang bisa tahu semuanya tentang jenis bunga." Pamit Rani.
"Iya sama-sama. Datanglah lagi kesini jika ada waktu. Saya akan menerimanya dengan tangan terbuka."
Senyum terbit terukir pada sudut bibir Rani lalu dara cantik itu mengangguk senang.
"Pasti kakek, terima kasih banyak." Jawab Rani yang kemudian sempat berjabat tangan kakek sebelum ia meninggalkan pekarangan milik Malik.