Hidup dengan berbagai peristiwa pahit sudah menjadi teman hidup bagi seorang wanita muda berusia 22 tahun ini, Ya ini lah aku Kimi Kimura..
Dari sekian banyak kilasan hidup, hanya satu hal yg aku sadari sedari aku baru menginjak usia remaja, itu adalah bentuk paras wajah yg sama sekali tidak ada kemiripan dengan dua orang yg selama ini aku ketahui adalah orang tua kandungku, mereka adalah Bapak Jimi dan juga Ibu Sumi.
Pernah aku bertanya, namun ibu menjawab karena aku istimewa, maka dari itu aku di berikan paras yg cantik dan menawan. Perlu di ingat Ibu dan juga Bapak tidaklah jelek, namun hanya saja tidak mirip dengan ku yg lebih condong berparas keturunan jepang.
Bisa di lihat dari nama belakangku, banyak sekali aku mendengar Kimura adalah marga dari keturunan jepang. Namun lagi-lagi kedua orangtua ku selalu berkilah akan hal tersebut.
Sangat berbanding terbalik dengan latar belakang Bapak yg berketurunan jawa, begitu pula dengan Ibuku.
seperti apakah kisah hidupku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon V3a_Nst, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21 - Tragis!
...****************...
Mendapatkan panggilan darurat dari sang anak. Membuat James bergegas meninggalkan kantor. Di iringi para bodyguard dan juga sang keponakan. James tampak terburu-buru masuk ke dalam kendaraan.
"Mau kemana mereka." Heran Marsel ketika melihat gerak cepat rombongan pemilik perusahaan. Langkah melebar ingin mengejar, namun tetap saja kalah langkah. Marsel memilih menekan layar dan melakukan panggilan pada Darren yg mengekor langkah Ayah William.
"Hallo."
"Ada apa? Kenapa kalian terburu-buru begitu tadi?"
"William share lokasi darurat."
"Fuck! Apalagi sekarang?" Ucap Marsel spontan memaki dan mengusap kasar rambut atasnya.
"Kata paman James, kamu dikantor saja. Kontrol semua kerjaan kita yg tadi. Nanti aku info apa yg terjadi."
Tut!
Marsel kesal. Ingin ikut mendatangi lokasi, namun sang pemilik menginginkan raga nya tetap berada di kantor ini.
...****************...
Kembali pada situasi kediaman Kimi. Mulai dari pintu gerbang hingga teras rumah. Sudah banyak di isi warga. Banyak yg grusak grusuk ingin menembus masuk dan melihat apa yg terjadi. Namun William memilih menutup kembali pintu, setelah Kimi dan beberapa tetangga yg baik pada berlari memasuki rumah.
"Papa.. Mama...!!! Apa yg terjadi!! Huaaaa!!!! Tante... Kenapa Tante.! Kenapa Papa sama Mama bisa seperti ini!!!" Jerit frustasi Kimi dalam pelukan seorang wanita paruh baya yg di panggil Tante oleh Kimi. Ia usap cepat punggung Kimi guna memberikan semangat. Isak tangis pun mengalir dari ketiga tetangga yg menyaksikan betapa tragis nya kematian Jimi dan juga Mira.
Ya, keduanya ditemukan telah meninggal dunia dengan bersimbah darah di sekitar mereka. Di lihat dari darah yg mulai mengering. Bisa di pastikan kejadian ini bukan terjadi baru-baru ini.
Yg lebih memilukan adalah, posisi mereka saat ini. Mereka tengah berpelukan layaknya kedua pasangan yg tengah tertidur pulas. Tapi tampaknya tidur kedua orangtua Kimi kali ini, terlampau pulas, sehingga harus meninggalkan dunia.
William sempat mengurai pelukan keduanya untuk memastikan apa yg terjadi. Bisa di lihat setelah di uraikan, darah berasal dari masing-masing tusukan yg berlubang tepat di jantung keduanya. Kimi menggeleng frustasi, ia mengguncang kencang tubuh keduanya. Ia tak bisa menerima kenyataan yg sedang ia hadapi. Jeritan menyayat hati siapapun yg mendengar, termasuk William.
Ia datangi Kimi yg sedang bersimpuh di sisi kedua orangtuanya. Yg tadi nya di temani oleh wanita paruh baya yg sering di panggil Tante. William meminta ruang untuk Kimi. Beliau pun mengerti. Ia pun mengurai pelukannya pada Kimi. Lalu William mengambil alih. Ia rengkuh tubuh gemetar itu dalam pelukan hangat miliknya. Kimi semakin menangis kencang. Ia berontak dalam pelukan William. Meratapi takdir kejam yg selalu menyambangi kehidupannya.
"Kenapa Liam! Kenapa aku selalu saja sial! Apa salahku!"
"Syutt tenanglah Kimi. Ada aku disini."
"Enggak Liam! Aku mau mereka! Aku mau mereka! AKU MAU IKUT MEREKA!"
Tepat saat jeritan terakhir, Kimi lunglai. Tubuhnya mendadak jatuh sepenuhnya dalam dada bidang William. Tak ada lagi jeritan, dan tak lagi memberontak seperti sebelumnya.
"Dia pingsan." Sahut Tante yg masih duduk di samping William.
William menggangguk lirih namun juga menghela lega. Setidaknya wanita itu bisa beristirahat sejenak dari terpaan kenyataan pahit ini. Ia angkat tubuh yg terlampau ringan itu menuju salah satu kamar yg ia yakini adalah kamar tidur wanitanya. Ia baringkan dengan sangat hati-hati seolah Kimi adalah benda yg mudah pecah.
Drrtt! Drrt!
Ponsel miliknya bergetar di dalam saku celana. William merogoh dan langsung keluar dari kamar sang pujaan hati.
"Daddy." Panggil William ketika membuka pintu masuk. Begitu ponselnya bergetar. Ia tidak mengangkat dan lebih memilih langsung membuka pintu saja.
"Willy!" Sahut James panik karena melihat kerubungan warga dari depan gerbang hingga ke teras. Untung ia membawa para bodyguard. Jika tidak, sudah di pastikan ia tidak akan bisa masuk semudah ini. Ia sempat mengira sang anak sedang di gerebek warga. Namun setelah mendengar beberapa celetukkan warga mengenai apa yg terjadi. Ia malah semakin cemas dan panik.
"Masuk dulu Daddy."
Yg menjadi kesan pertama ketika melihat apa yg ada di dalam adalah terkejut setengah mati. Tak hanya James yg melebarkan mata shock ketika sudah masuk. Namun Darren dan juga beberapa bodyguard yg mengiringi sontak menutup mulut. Mereka semua terperangah.
"Me-mereka meninggal?" Darren berbisik di sebelah William.
William hanya bisa mengangguk lirih. Padangannya iba pada kedua orangtua Kimi yg sempat begitu baik padanya.
"Daddy akan mengurus ini semua Willy. Sepertinya mereka harus di bawa ke RS terlebih dahulu untuk melakukan autopsi."
Kembali menggangguk saja sebagai jawaban. James memeluk bahu sang anak. Ia berikan sedikit remasan semangat. Walau tidak begitu mengenal dekat pada keluarga Jimi. Akan tetapi mereka pernah saling menjabat tangan satu sama lain. Rasa empati James tetap merasakan iba atas kejadian ini.
Mata nya mengedar seperti sedang mencari sesuatu. William paham, ia hanya menunjuk kamar tidur yg pintunya tengah terbuka.
James berjalan sedikit untuk melihat, hatinya kembali sedih.
"Kimi sangat terpukul pasti. Tapi kamu pastikan selalu ada untuknya ya. Hibur dia nak." Ucap sang ayah kembali menepuk pelan bahu William.
...****************...
Flashback On
Waktu dini hari saat itu menjadi saksi betapa pilu nya kisah kehidupan keluarga Jimi. Kata-kata sang istri yg mengatakan hidup Kimi tak pernah bahagia ketika mereka memutuskan merawat bayi di pinggir sungai itu, memantik hati Jimi yg memang sudah nelangsa.
Ia berjalan menuju dapur, mencari benda tajam yg lalu ia gunakan untuk menusuk daging segar di bagian dadanya yg tepat menusuk dibagian jantung.
Sembari mengatakan beribu kata maaf. Rintihan sang kepala keluarga akhirnya terdengar oleh Mira. Mira berlari menuju sumber suara, dan mendapati sang suami tengah menahan sakit akibat ulahnya sendiri.
"Sayang.... Kenapa kamu begini!" Mira bersimpuh di samping Jimi yg sudah terbaring lemah. Raganya bahkan sudah mulai bergetar kejang akibat aliran darah terus mengalir dan membuatnya kekurangan darah.
"Ma-maafkan ak-ku Bu."
Mira menggelengkan kepala frustasi. Ia berusaha mengeluarkan benda tajam yg tertancap di dada suaminya. Jimi sempat mencegah, namun mengingat kondisinya saat ini pun sudah melemah, Ia kalah. Mira berhasil mengeluarkan benda tajam tersebut.
"Ya Tuhan!" Mira memekik kala darah yg keluar malah semakin banyak setelah ia mengeluarkan benda tersebut. Tangisnya semakin histeris. Ia tutupi bagian luka tusuk suaminya, dan..
"Aarrgghh!!" Jimi merintih keras. Ia menolak di tutup. Mira semakin hilang akal. Dengan tangan bergetar ia hanya seperti mainan rusak yg tak tau harus berbuat apalagi.
"Bi-biar-kan lah ak-aku pergi, a-agar Ki-Kimi tidak lagi be-berat menanggung k-kita semuaa."
Mira terhentak, ia terhenyak dengan kata-kata sang suami. Mata nya sedikit membola lalu meredup kemudian. Ia hapus kasar air mata kehancuran. Lalu beralih pandang pada benda tajam yg semula tertancap di dada sang suami.
Jimi terkejut. Ia mengerti maksud sang istri. Dengan sisa tenaga lemah yg ia miliki. Ia meraih lemah tangan Mira yg sudah di pengaruhi pikiran buruk. Jimi menggeleng tidak terima. Ia tak ingin sang istri berakhir seperti...
"Aaakkkhhhh!!!! Aarrghhh!!"
"Mira..."
Erang kesakitan Mira terdengar setelah ia juga menancapkan benda tajam itu tepat di jantungnya. Ibu angkat Kimi itu terkekeh lirih. Napasnya tercekat ia dekati sang suami.
Cup!
"M-marilah kita sama-sama p-pergi dari dunia ini Sayang."
Jimi menggeleng. Ia menangisi perbuatan istri tercintanya. Ia tak menyangka sang istri pun akan bertindak sama dengan apa yg ia lakukan.
Mira merangkak dengan rintihan. Ia berusaha menarik benda tajam yg menancap. Ia sudah mempelajari dari apa yg terjadi pada Jimi. Jika dibuka, maka darah akan semakin banyak keluar. Dan peluang untuk mati, semakin dekat.
"Aarrgghh!!" Kembali Sumi menjerit kencang sesaat benda tersebut terlepas. Ia tersenyum menatap sang suami yg masih setia memandanginya. Lelehan air mata dan juga derasnya darah yg keluar dari keduanya menjadi saksi bahwa mereka kalah dengan kehidupan.
Mira yg masih bisa bergerak walau tertatih. Berusaha memeluk sang suami. Ia arahkan lengan Jimi untuk memeluk dirinya. Jimi hanya bisa semakin menangis sambil terus bergumam kata maaf yg tak bisa lagi di ucapkan secara langsung. Jimi dan Mira kini sudah saling berpelukan. Yg ada hanya isak rintih kesedihan yg terdengar dari keduanya. Sampailah pada waktu dimana Jimi sudah tak lagi membuka mata, Mira semakin menangis dan hanya tinggal menunggu waktu untuknya tiba. Sebelum semuanya gelap, Mira sempat bergumam.
"Semoga Kamu selalu berbahagia setelah ini nak."
Flashback off
...****************...
BERSAMBUNG