NovelToon NovelToon
Sepupu Dingin Itu Suamiku.

Sepupu Dingin Itu Suamiku.

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / CEO
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: ovhiie

Tentang Almaira yang tiba-tiba menikah dengan sepupu jauh yang tidak ada hubungan darah.

*
*


Seperti biasa

Nulisnya cuma iseng
Update na suka-suka 🤭

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ovhiie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2

Di kamar

Almaira mendesah dalam-dalam, lalu keluar dari ruang ganti. Dan berjalan mendekat ke meja dekat sofa meraih hpnya.

Saat Almaira mau membaca pesan yang masuk, hp nya bergetar lagi di tangannya dan satu pesan baru muncul.

[Apa yang kamu lakukan? Boleh aku masuk?]

Suara ketukan pintu membuat Almaira mengangkat kepala dan meletakkan hp di meja.

Ketika Almaira akhirnya sampai di depan pintu, dia memegang gagang pintu dan membukanya. Pemandangan Yaga yang sudah lama menunggu membuatnya merasa canggung karena suatu alasan.

"Sudah mandi?"

"Ya"

"Kerja bagus. Sekarang, biarkan aku masuk dan istirahat di kamar mu."

"Oh, silahkan Kak Yaga masuk dan tunggu di dalam. Aira akan bereskan tempat tidur supaya Kak Yaga bisa...."

"Hmm." Ujar Yaga, bahkan sebelum Almaira selesai bicara, Yaga sudah masuk duluan.

Membiarkan Yaga masuk ke kamarnya adalah suatu hal yang seharusnya dia lakukan. Toh dia suaminya, dia juga tidak berani menyarankan Yaga ke salah satu kamarnya pribadi yang sudah lama tidak dia gunakan di rumah itu. Setelah duduk di sofa Almaira segera mendekat ke tempat tidur dan merapikan sedikit.

Entah kenapa tempat tidur yang sudah lama Almaira gunakan selama tiga tahun itu, tiba-tiba rasanya asing.

"Almaira, berapa lama itu akan selesai. Butuh bantuanku?"

"Tidak apa-apa, Kak Yaga duduk saja. Ini sebentar lagi akan selesai."

"Oh, kalau begitu cepat selesaikan dan bawakan aku air minum."

Entah kenapa, nada suaranya berubah, terdengar seperti teguran bercampur kekesalan.

Dengan hati-hati, Almaira menuang air dari teko kaca ke dalam gelas. Sambil menahan rasa gugupnya, dia menggigit bibirnya yang kini rasanya kering. Tapi untungnya, dia berhasil menuang segelas air dan menaruhnya di meja. Kemudian dia duduk bersebrangan dengan Yaga.

Yaga meraih gelasnya dengan gerakan santai seolah sengaja untuk menarik perhatian Almaira

"Kenapa Kak Yaga tiba-tiba mau istirahat di kamar Aira?"

Yaga meminum airnya perlahan, lalu tatapannya berubah sinis dan dingin.

"Almaira, kamu tahu alasannya bukan?"

"Tidak, Aira tidak tahu."

"Mustahil."

"......"

Yaga tersenyum samar, seolah yakin dengan jawabannya. Almaira hanya mengerutkan kening, tidak bisa menyembunyikan rasa canggungnya.

Derrt

Saat itu, hp Almaira di meja bergetar hebat, disusul dengan nada panggilan masuk. Itu adalah Sam. Ekspresi Yaga berubah saat tahu siapa Nama yang menelpon. Lalu dia meraihnya dan menyodorkannya pada Almaira.

"Terima saja," katanya santai dengan wajah yang menantang

Entah kenapa, Almaira merasakan sesuatu yang membara di dalam dirinya. Tapi segera dia meraih hpnya dan menjawab panggilannya.

Tiba-tiba, dia ingat bagaimana dulu Yaga bersikap kasar saat mengatakan Almaira tidak ada hubungannya dengan Sam. Sepertinya kali ini, dia melakukannya dengan sengaja.

"Halo..."

_Almaira, kamu di mana sekarang? Apa kamu tidak mampir ke toko bunga hari ini?

Di tengah suasana tegang saat Yaga dan Almaira saling bertatapan, suara Sam terdengar di udara.

"Aku di rumah."

_Apa kamu sudah membaca obrolan di pesan group?

"Ya."

_Bagaimana menurutmu?

"Aku masih memikirkannya."

_Kau benar-benar memikirkannya kan? Ini kesempatan bagus tahu? Kita semua bisa berkumpul di acara reuni sekolah kita dulu.

"Ya, aku tahu."

_Hei, kamu tahu, teman seperti aku itu unik kan? Haha.."

"Apa? Unik?"

Almaira tanpa sadar tertawa pelan mendengar lelucon Sam, tapi tawanya langsung memudar.

Di depannya, Yaga mengerutkan kening sambil mendekatkan gelas ke bibirnya. Gerakannya masih menarik perhatian, apalagi saat tenggorokannya bergerak menelan air minum. Almaira terdiam sejenak, merasa ada yang aneh dengan sikap Yaga.

_Kamu tahu Almaira? Rasanya aku seperti kembali ke masa lalu saat kita ngobrol begini. Ingat tidak saat pelajaran matematika dulu? Bukannya belajar, kita berdua malah kabur ke kantin dan makan Indomie instan bareng Anna hahahaa..

"Hmm aku masih ingat. Eh, kamu masih suka berbagi cerita dengan Dera kan?"

_Oh Dera? Jangan di tanya. Anak itu selalu kabur dari rumahnya setiap hari! Setiap kali kita bercerita sambil bermain game, aku bertanya-tanya kenapa aku harus mendengar ceritanya ya?

"Dera masih begitu?"

_Ya Almaira, kamu tahu? Diam-diam dia mencarikan aku jodoh untuk kencan buta. Berani sekali dia ya? Dia tidak tahu, kalau sebenarnya aku lagi mengejar Anna saat ini.

"Hmm, dia memang begitu kan? Selalu iseng menjahili orang. Hhh.."

Fokusnya pada cerita di telepon mulai menguap. Seluruh perhatian Almaira terpusat pada suami di depannya. Akhirnya dia menjawab seperlunya pada apa yang di katakan Sam.

_Pokoknya, kamu harus datang ke sekolah. Teman-teman kita ingin bertemu denganmu. Pulangnya, kita makan bersama yuk, bagaimana? Mau tidak?

Saat itu, Yaga terkekeh, meneguk sisa air minum di gelasnya, sebelum dia letakkan kembali gelas kosongnya di meja dengan benturan keras. Dia kemudian berdiri, pindah duduk di sebelah Almaira, tatapannya lebih dingin dari sebelumnya.

"Cukup."

_Apa?

Suara Sam dan Yaga saling bertemu di udara, wajah Yaga perlahan mendekat, dan meski bibirnya tersenyum, tapi sepertinya tidak sampai ke matanya.

_Siapa di sana? Kamu bicara dengan siapa Almaira?

Genggaman Almaira semakin erat di hp nya. Dia ingin menjawab, tapi kata-katanya tersangkut, seolah tidak bisa dia keluarkan.

_Almaira, apa itu Yaga suami mu? Suami mu sudah kembali pulang?

"....."

Baru mau Almaira menjawab, Yaga dengan cepat merebut hp nya.

_Hei, Almaira? Apa itu benar? Matilah aku...

Panggilan telepon terputus, meninggalkan pertanyaan Sam yang belum terjawab.

Dengan santai Yaga menyimpan hp nya di meja sambil memandang ke arah Almaira tajam

"Almaira"

"A-apa?"

"Bagaimana kalau kita mulai tidur bersama malam ini?"

"Hah?"

Pertanyaan yang langsung ke intinya tanpa basa-basi, membuat Almaira tersipu dengan malu. Karena tidak ada jawaban Yaga tersenyum tipis dan berdiri.

"Terima kasih atas air minumnya. Sepertinya ibuku tidak akan datang sampai malam ini, jadi aku mau istirahat dulu dan tidur di kamar ku."

Saat berjalan melewatinya Yaga terkekeh, seolah sengaja menunjukkan bahwa dia menyadari kecanggungan Almaira

"Tu-tunggu sebentar Kak."

Mendengarnya di panggil kembali, Yaga berhenti

"Ada apa Almaira? Kamu ingin kita tidur bersama saat ini juga?"

"Tidak, siapa bilang. Dasar Kak Yaga meseum."

"Aku meseum. Ah, apa itu semacam pujian buat ku Almaira?" Yaga tersenyum samar ketika Almaira kembali diam mendengar kata-katanya."Katakan apa mau mu?"

"Itu... Boleh Aira minta izin pergi keluar sebentar?"

"Pergilah, sepertinya aku juga ada urusan malam ini."

Kemana...? Apa Kak Yaga mau pergi bertemu Amera? Entah kenapa kata-katanya tidak mau keluar dari bibirnya.

"Oh, kalau begitu terimakasih Kak."

"Hmm.."

Pada akhirnya Almaira cuma bisa mendesah melihat punggung Yaga saat berjalan melewati pintu kamar yang terbuka.

* * *

Di toko bunga.

"Almaira, terimakasih karena kamu selalu menemaniku." Kata Anna saat duduk di sofa toko bunga milik Anna

"Hemh" Anna tersenyum mendengar kata-katanya "Ngomong-ngomong... Kenapa kamu mendadak pergi ke luar malam itu? Ku kira itu pertama kalinya kamu kembali bertemu dengan Amera dari setelah kepergiannya selama tiga tahun ini? Lagipula, walaupun saat itu Kak Yaga masih tinggal di luar Negri. Setidaknya kamu tetap harus minta izin dulu pada suamimu bukan?"

"A-aku..." Almaira menyelipkan rambut ke belakang telinganya "Ada urusan mendadak yang harus segera kami selesaikan."

"Oh. Ku kira dia mulai berani macam-macam lagi padamu."

"Tidak, sebaliknya, ada apa dengan mu belakangan ini Anna? Kenapa setiap kali aku melihat rasanya kondisimu kurang baik?"

Anna menggenggam tangan Almaira dan bicara "Aku tidak apa-apa. Ayahku sakit. Semua urusan perusahaan jatuh ke tangan ku. Aku sibuk selama beberapa hari. Jadi Almaira.."

"Apa? Ayahmu sakit?" Almaira memotong "Kenapa kamu tidak bilang dari awal? Haruskah aku menemanimu?"

"Aish, tidak usah. Ibuku lagi merawatnya."

Mendengar kata-katanya Almaira dengan lembut membelai punggung tangannya menguatkan.

"Sabarlah, selama ini kamu sudah berkerja keras Anna. Harusnya kamu kabari aku."

"Hhh." Anna mendesah "Kamu baik sekali padaku. Suamimu sudah kembali kan? Seharusnya kamu fokus mengurusi suami mu saja. Aku baru sadar, jadi pelajar itu ternyata menyenangkan ya. Sibuk mengurus toko sekaligus bekerja di perusahaan itu sungguh melelahkan."

"Tidak apa-apa. Hanya dalam waktu singkat, kamu harus berlarian pada dua tempat. Setelah ayahmu sembuh, baru kamu bisa fokus kembali dan mengurus toko bunga ini dengan normal kan. Hm?"

"Almaira, kondisi ayahku belum jelas. Tidak mungkin aku bisa mengurus toko dan perusahaan bersamaan. Jadi, mungkin tahun depan aku kembali dan mengurus toko ini."

"Apa? Itu artinya kamu akan menutup toko bunga mu sementara?"

"Tidak apa-apa Almaira, kamu jangan khawatir. Lagipula, coba kamu pikirkan. Aku seorang diri bisa menjadi wakil CEO. Sangat hebat bukan?"

"....." Entah kenapa Almaira diam tidak mau menjawab

"Kenapa? Almaira, kamu melamun ya?"

"Tidak"

"Kalau begitu, aku akan bawakan kamu air minum."

Almaira mengangguk dengan jawabannya.

"Minumlah" Kata Anna sambil menyodorkan segelas air minum padanya.

"Hmm, terimakasih."

"Sama-sama" Setelahnya Anna meraih remote di meja dan menyalakan tv nya

***

Sore menjelang malam di rumah Amera

"Maaf mengganggu waktu mu" kata Yaga

Amera memaksakan senyum saat Yaga masuk. Senyumnya palsu, tetapi tetap terlihat sempurna. Dia menjawab, "Ada perlu apa yang membawamu ke sini?"

Dengan suara berat, Yaga berkata, "Aku di sini karena ada sesuatu yang ingin kukatakan pada mu."

"Harus sekarang juga?" Amera bertanya dengan bingung.

"Ya, sekarang juga."

"Apa pentingnya sampai kau harus berkunjung ke rumah ku?"

Mendengar nada yang menuduh, Yaga mengalihkan pandangannya

"Apa kau baru saja menyuruhku melapor padamu?" tanyanya. "Atau apa aku perlu mendapat izin mu dulu?"

Amera yang mendengarkan dengan tenang, melirik ibunya dengan gugup sebelum memerintahkan

"Tolong ibu, bawakan kami air minum."

"Ya," Ibu Amera menjawab

"Tidak perlu. Aku cuma ingin bicara dengan Amera sebentar." pinta Yaga, dan ibu Amera tersentak dalam diam.

"Amera" kata Yaga ketika Amera mendongak dengan hati-hati, dia melanjutkan bicara, "Mari kita bicara di sana."

Tepat saat itu, Amera menatap ibunya, sebelum melihat ke arah teras diluar yang dekat dengan taman. Amera mengerti apa yang ingin dikatakan, jadi dia menjawab "Mari ikuti aku lewat sini."

Amera membawa Yaga ke teras, ini pertama kali dia datang ke rumah ini.

"Apa… yang membawamu ke sini?" tanya Amera lagi setelah membuka pintu dan duduk di kursi kayu, berhadapan.

"Angkat wajahmu," perintahnya Yaga, tidak ada ruang untuk membantah dalam suaranya, jadi Amera menurut dengan ragu-ragu.

"Kau bisa jujur padaku," tambah Yaga, tapi dia tidak menolak untuk menurut. Suaranya begitu kuat hingga membuat Amera rasanya tertekan.

"Sebelumnya, aku pernah bertemu Almaira." Amera membuka suaranya.

"Oh ya?"

"Itu terjadi satu kali. Terus terang, sejak terakhir kali kami berpisah. Aku dan dia... tidak begitu akur."

Yaga memiringkan kepalanya dengan rasa ingin tahu. Sejujurnya, saat Almaira masih di SMA, Amera memanfaatkan kebaikannya. Dan Yaga sangat menyadari bagaimana hubungan mereka sebenarnya dulu.

"Bukan cuma aku yang memanfaatkan kesempatan ini. Tapi Aira yang meminta kita bertemu diam-diam." Imbuh Amera. Dia tidak berbohong karena dia sendiri yang mendorong Almaira untuk bertemu.

Namun Yaga, tentu tidak mempercayainya dan dia bergumam, "Menurutku, dia baik-baik saja."

Amera tahu kenapa Yaga curiga. Saat masih SMA, Almaira pernah menghabiskan sebagian besar waktu luangnya di pusat perbelanjaan.

Yaga lah yang memberi Amera keanggotaan, dan memaksanya untuk mengikuti Almaira dan melapor padanya. Yaga tidak cukup baik untuk menjelaskan kenapa Amera harus melakukan ini, tapi ternyata Almaira cukup pintar untuk mencari tahu sendiri. Sampai akhirnya dia salah paham.

"Jika aku menggunakan kekuatan penuhku, hidup mu akan berakhir jika menyakiti Almaira seperti sebelumnya. Kau tahu?"

Mata Amera membelalak mendengar kata-kata dingin familiar itu. Dia menggigit bibirnya dan menunduk dalam diam.

Di atas nampan yang dipegang ibunya ada dua cangkir teh hijau hangat dan sepotong kue Pai di simpan di meja.

"Tidak, terima kasih." tolak Yaga

Alih-alih menjawab ibu Amera kembali ke dalam rumah.

"Kenapa harus Almaira?" Amera bertanya lebih lanjut, seolah-olah dia merasa itu tidak adil. Yaga menatapnya dengan tenang, dan Amera melanjutkan, "Sejujurnya… Aku tidak bisa memahami. Dia sepupu mu dan itu tidak masuk akal. Kenapa?"

"Kenapa aku harus menjelaskannya pada mu?"

"Karena aku pacar mu."

"Siapa bilang kau pernah menjadi pacarku?" tanya Yaga dingin.

"Apa kau tahu gadis macam apa Almaira itu? Dia sudah sering kabur dari rumah sebelumnya, dan setelah dia mengundurkan diri, aku jarang melihatnya di rumah! Dia… Dia tidak punya etika."

"Oh, jadi dia kabur dari rumah ya…" gumam Yaga

"Ya, itu benar. Dia kabur dari rumah! Dia tidak punya uang, jadi kau tidak tahu apa yang dia lakukan saat tinggal di luar. Bukankah dia juga mendekatimu dengan cara yang tidak pantas?" Amera menjelaskan dengan gembira, mengira dia berhasil mengubah pikirannya.

"Dan yakin kau tidak memaksanya untuk melarikan diri?" tanya Yaga dengan nada dingin. "Sama seperti kau yang memaksanya untuk bercerai denganku."

Yaga tampaknya sudah tahu tentang hal itu, dan wajah Amera berkerut karena marah. Dia berteriak, "Kak Yaga!"

Meskipun berteriak, Yaga tetap tenang. Ketika dia tampak tidak terpengaruh, Amera yang tersentak.

"Haa…" Amera menggigit bibirnya dan menatap Yaga. Cahaya dari lampu taman menyinari wajahnya yang tajam dengan terang. Tampak seperti patung yang diukir dengan sempurna, tampan sekaligus dingin. Amera merasa kewalahan seolah-olah di tekan oleh yang entah itu apa.

Tepat saat itu, ibu Amera berlari keluar dan meraih lengan putrinya. Dia berkata pada Yaga,

"Tuan Muda, kurasa hari sudah malam. Kenapa Anda tidak pulang saja sekarang?"

Suaranya terdengar canggung namun ramah saat dia menambahkan, "Dan tolong pengertiannya... luapan emosi Anak saya."

"Pengertian macam apa yang kau maksud?" tanya Yaga dingin.

"Tuan Muda, bukankah wajar jika Amera kesal pada situasi ini? Dia sudah lama menunggu. Jika Anda akan melakukan ini, Anda seharusnya mengatakan sesuatu sebelumnya dulu. Anda seharusnya menjelaskan bahwa Anda tidak berniat menikahi Amera pada saya."

"Dan pernahkah kau bertanya pada anak mu apa sebenarnya yang ku perintahkan?"

Mengabaikan sindiran Yaga, ibu Amera meninggikan suaranya. "Pokoknya! Saya tidak pernah menyangka Presiden Pratama akan bersikap seperti ini. Seluruh situasi ini telah membuat seluruh keluarga saya kesal."

"Oh, sekarang, giliranku memperingati mu," Yaga mengumumkan. Amera mengangkat dagunya, setelah beberapa detik terdiam, suaranya Yaga yang datar bicara. "Jika kau memanfaatkan dan menyentuh Almaira istriku lagi... Aku tidak akan tinggal diam. Paham kan?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!