NovelToon NovelToon
Bukan Istri Bayangan

Bukan Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dokter
Popularitas:559.8k
Nilai: 5
Nama Author: Desy Puspita

Bertahun-tahun memendam cinta pada Bagaskara, Aliyah rela menolak puluhan lamaran pria yang meminangnya.

Tak disangka, tepat di hari ulang tahunnya, Aliyah mendapati lamaran dari Bagaskara lewat perantara adiknya, Rajendra.

Tanpa pikir panjang Aliyah iya-iya saja dan mengira bahwa lamaran itu memang benar datang dari Bagaskara.

Sedikitpun Aliyah tidak menduga, bahwa ternyata lamaran itu bukan kehendak Bagaskara, melainkan inisiatif adiknya semata.

Mengetahui hal itu, alih-alih sadar diri atau merasa dirinya akan menjadi bayang-bayang dari mantan calon istri Bagaskara sebelumnya, Aliyah justru bertekad untuk membuat Bagaskara benar-benar jatuh cinta padanya dengan segala cara, tidak peduli meski dipandang hina ataupun sedikit gila.

.

.

"Nggak perlu langsung cinta, Kak Bagas ... sayang aja dulu nggak apa-apa." - Aliyah Maheera.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 32 - Lip Balm Unlimited

Mendengar kata-kata Bagaskara barusan, tubuh Aliya seketika meremang. Ia tahu betul arah ucapan pria itu, jelas sekali sebuah peringatan terselubung tentang haknya sebagai suami yang selama ini belum tersentuh.

Namun, meski jantungnya berdegup kencang, Aliya bukan tipe yang mudah ciut. Ia tidak ingin terlihat kalah di hadapan Bagaskara, sebab itu bukanlah dirinya. Justru dengan semangat sok beraninya, ia memilih menimpali.

“Oho … kalau itu tenang saja.” Aliya menegakkan punggung, suaranya terdengar penuh keyakinan. “Aku sangat ingat kok. Sejak awal kan aku mau kasih. Tapi memang Kakak yang seolah tidak tertarik.”

Bagaskara melirik sekilas, dahinya berkerut. Belum berhenti sampai di situ, Aliya kembali menarik napas panjang, lalu melanjutkan dengan ekspresi penuh percaya diri. “Eh sekarang, giliran waktunya tidak tepat … makanya, Kak jangan sok jual mahal.”

“Bawel!!” Bagaskara sontak menyela, wajahnya menegang. “Kamu tidak lihat keadaanku waktu itu gimana? Aku kecelakaan, Aliya.”

“Iya sih memang,” jawab Aliya santai, meski hatinya bergetar hebat. “Tapi kan di malam pertama kita, Kakak kenapa pakai acara kabur dari hotel segala? Alhasil ketabrak, kan? Kakak pikir aku bodoh?”

“It-itu kan ....” Bagaskara tercekat.

Suaranya patah, wajahnya memerah entah karena malu atau jengkel. Kali ini, ia benar-benar mati kutu. Tebakan Aliya terlalu tepat, bahkan tepat sekali.

Tidak ada yang bisa ia bantah. Ia hanya bisa terdiam, menahan gengsi yang nyaris runtuh. Tangan besar yang menggenggam kemudi menggencang, sementara rahangnya terkunci rapat.

Hingga akhirnya, mobil berhenti tepat di depan rumah sakit tempat Aliya bekerja. Bagaskara tidak mengucapkan sepatah kata pun sepanjang sisa perjalanan itu.

“Ehm … dah, aku pamit. Mana tangannya,” pinta Aliya sambil mengulurkan tangan kecilnya.

Tanpa banyak bicara, Bagaskara menyambut tangan itu. Jemarinya hangat, mencengkeram lembut tangan istrinya. Tepat ketika ia berniat mengecup kening Aliya seperti biasanya, sesuatu yang tidak terduga terjadi.

Secara tiba-tiba, Aliya malah menyodorkan keningnya lebih cepat, hingga kepala mereka sedikit terbentur.

“Awh … sakit.” Aliya meringis sambil mengusap keningnya sendiri.

Tak terima dianggap salah, Bagaskara mendecak, alisnya terangkat tinggi. “Kok nyalahin aku? Mana tahu kalau kamu juga mau maju.”

Aliya buru-buru membela diri, wajahnya memerah. “Ih, ya wajar dong! Aku kira Kakak lama. Mana tahu kalau timing-nya pas gitu.”

Enggan menjawab langsung, Bagaskara menghela napas berat. Ia malas berdebat untuk hal sepele. “Iya sudah. Sana, cepat masuk. Pulang jam berapa?”

Aliya menepuk bibir bawahnya sambil berpikir. “Hem … ini hari apa ya? Kamis?”

“Hem.”

“Kayak biasa, Kakak mau jemput?” tanya Aliya balik, matanya menyorot penuh harap.

Bagaskara terdiam sejenak, lalu menjawab dengan nada gengsi yang khas. “Hem, kalau sempat.”

Sontak Aliya mendengkus kecil, senyum samar muncul di wajahnya. “Baiklah … aku per—eh bentar.” Ia terhenti, menoleh lekat ke arah suaminya. “Bibir Kakak kering banget. Sini, aku pakein lip balm.”

Diprotes penampilannya, Bagaskara tidak berkutik. Ia hanya duduk diam, membiarkan Aliya menggenggam wajahnya. Tabung kecil lip balm terbuka, dan dengan gerakan hati-hati, Aliya mengoleskannya ke bibir Bagas.

Namun, sesuatu yang tidak ia sangka kemudian terjadi. Aliya tidak hanya berhenti di situ. Dengan cekatan, ia menangkup wajah Bagaskara dengan kedua tangannya, lalu mendekat, menempelkan bibir mungilnya ke bibir sang suami.

Cup.

Sebuah kecupan singkat, lembut, dan sederhana. Tetapi cukup untuk membuat waktu seakan berhenti sesaat.

Aliya menjauh perlahan, matanya berbinar penuh kepuasan. “Perfect,” ujarnya ringan. Ia bahkan mengusap bibir Bagas sekali lagi dengan jarinya. “Bibirnya jadi lembab sekarang.”

Seolah tindakannya tidak bermakna apa-apa, Aliya bicara begitu enteng. Padahal jelas sekali, Bagaskara tidak bisa menganggapnya sepele.

Tatapan pria itu menajam. Ada bara yang tersulut, membuatnya enggan melepaskan momen itu begitu saja.

“Segitu saja?” Suaranya berat, nyaris terdengar serak.

Aliya mengerjap polos. “Iya lah. Yang penting bibirnya lembab … tuh.” Ia menunjuk bibir Bagaskara sambil tersenyum santai.

Akan tetapi, Bagaskara tidak bergeming. Matanya mengunci penuh pada istrinya. “Kurang rata. Ratain sekali lagi, coba.”

Aliya menunduk menatap bibir pria itu, lalu menoleh bingung. “Mana? Oh … ini ya—”

Belum sempat tangannya bergerak, Bagaskara menahan jemari Aliya dengan cengkeraman mantap. “Eits,” ucapnya rendah, senyumnya samar tapi menggetarkan. “Siapa bilang ratain pakai jari?”

Aliya terdiam, menelan ludah. “Heum, terus pakai apa?”

Tanpa berbelit-belit, Bagaskara mengangkat dagunya sedikit, lalu menunjuk bibir ranum istrinya. “Pakai ini.”

Udara seketika menegang. Aliya membeku di tempat, pipinya bersemu merah, matanya bergetar menatap Bagaskara yang kini semakin mendekat.

Ia tahu betul apa maksudnya. Dan kali ini, sekeras apa pun ia berusaha, wajahnya tak mampu menyembunyikan gejolak yang tiba-tiba menyerbu dadanya.

Anehnya, ketika Bagas sudah benar-benar meminta, Aliya justru tidak kuasa memberikannya. Bibirnya bergerak sedikit, matanya berkedip gugup, tetapi tubuhnya kaku di tempat. Hatinya berdebar keras, begitu keras hingga ia yakin suara itu bisa terdengar oleh suaminya.

Lama Bagas menunggu. Ia menatap istrinya lekat-lekat, menunggu sedikit keberanian yang tak kunjung datang. Rahang pria itu mengeras, napasnya tertahan, hingga akhirnya ia memilih untuk tidak lagi memberi waktu.

Dengan gerakan mantap, tangannya terulur, menangkup tengkuk Aliya. Sentuhan hangat itu membuat tubuh wanita itu bergetar seketika, namun ia tak punya kesempatan untuk menolak. Bagaskara menariknya mendekat, lalu bibir pria itu menempel dengan lembut pada bibir mungil istrinya.

Ciu-man itu awalnya sekadar sentuhan, hangat dan tenang. Namun, perlahan, ritmenya berubah. Ada bara yang menyusup, merambat dari bibir ke dada, membuat napas mereka saling bertukar.

Aliya awalnya sempat kaku, tetapi dalam hitungan detik, tubuhnya luluh. Matanya terpejam, tangannya yang semula hanya bertumpu di pangkuan kini naik, menyentuh dada bidang Bagaskara dengan ragu. Seakan-akan ia mencari pegangan agar tidak terhanyut terlalu jauh.

Bagaskara menci-um dengan sabar, tapi penuh kuasa. Tekanan bibirnya semakin dalam, menyelam dalam kehangatan yang tidak bisa lagi disebut sekadar "pelembap bibir". Lidahnya sempat menyapu ringan, membuat Aliya mende-sah lirih, nyaris tak sadar.

Suasana mobil yang sempit seolah menghilang. Dunia hanya milik mereka berdua. Tak ada lalu lintas, tak ada suara bising, hanya ada desiran napas dan degup jantung yang berpacu semakin cepat.

Keduanya sempat terlena, begitu larut dalam pagutan yang makin panas. Aliya tidak sadar kapan ia mulai membalas, tetapi bibirnya bergerak luwes, menanggapi setiap desakan suaminya. Jemarinya kini mencengkeram kemeja Bagaskara, berusaha menahan diri meski tubuhnya nyaris kehilangan tenaga.

Hingga, tepat di saat Aliya nyaris kehabisan napas, Bagaskara akhirnya melepaskan ciumannya. Pria itu menarik wajahnya perlahan, masih menangkup tengkuk Aliya, menatapnya dari jarak yang nyaris tak ada. Bibirnya masih basah, suaranya terdengar rendah dan serak ketika ia berbisik pelan, “Perfect … ini baru rata.”

.

.

- To Be Continued -

Last eps hari ini, apa kalian puas para penduduk bumi ~ Komen yang buanyak yaaaa, emuach 🫶🏻 Vote juga Jan lupa yuhuuu

1
marlee
ayo Aliya..jangan patah semangat..
Yuliana Purnomo
belum aja nikmati manisnya rumah tangga,,,, mungkin sperti itu dlm hati Aliya,,, mendengar omangan Bagas yg bermakna ganda td
Siti Patimah
ketika pasangan mengingatkan tentang kehilangan itu hal yg paling menakutkan ya aliyah,
Sinta Ariemartha
kemana perginya ini Aliya yang hatinya biasanya setebal mukaku.... kenapa jadi setipis tisu begini???? apakah efek tamu bulanannya🤔🤔🤔🤔
Sinta Ariemartha: meja makan : udah jangan pada berburuk sangka itu Aliya murung karena lapar....kan dia belum makan nasi
total 1 replies
💞🖤Icha
Bener Aliya apa yang d katakan suamimu...
hanya aza momennya kurang pas masih pengantin baru...jadi gk fokus berduaan juga buat Aliya fikirannya jauh takut d tinggalkan.

Belajar mencintai suami gk seratus persen Aliya...jangan terlalu bucin..kamu memang masih polos baru mengenal laki"...selama ini sibuk mengejar ilmu.
Semoga aza Bagas selalu memberi pengertian arti rumah tangga...semangat Aliya positif thinking.
💞🖤Icha: Aliya kamu skrg sedikit agresif...selalu attention k suami...biar suamipun semakin bucin...🤣🤣💃💃
total 1 replies
Erna Fadhilah
ada firasat apa ya kak bagas sampai ngomong gitu sama aliya, semoga🤲🤲🤲 ga terjadi yang jelek-jelek
Pjjmakkem
nanti bagas nyesal lg, krn ngomong yg ga jelas.. sayang oh sayang.. sgr undanglah cinta, biar aliya tersenyum krn romansa..
Enung Nurlaela Noenkandenk
begitulah kalo si centil berulah,bikin gemes si piring 😄
Neng Ima Adhikari
ketika ucapan tidak sama dengan tindakan...
faridah ida
laah mau pingsan ini Aliya ...
Sugiharti Rusli
meskipun ucapan yang Bagas lontarkan adalah kebenaran, tapi memang bisa bermakna ganda bagi yang memikirkannya macam Aliya yang baru menikah dan masih meraba" perasaan suaminya,,,
Sugiharti Rusli
terkadang ucapan seseorang itu jadi bikin khawatir yah, walo hanya sekedar ucapan spontan, semoga ga ada apa" yah sama mereka nanti
Lupie Fie
lanjut
Rina Kurnia
emak koq thoor.....kadang pikiran seseorang tdak sllu selaras dg pikiran org yg qt ajak bicara....bagas dg ego n defense dirinya n aliya dg sikap yg twrus berusaha dg tekatnya spy bagas bisa mncintainya....
jadi pakeukeuh keukeuh dg pikiran masing2.....😆😆
semoga segera bisa berkomunikasi dg baik ya pasangan gumush.....😍😍
Rif'ah 1223
masih menebak2 seperti apa badai yg akan menerjang mereka
partini
Weh ngmngya bikin sedih aja ,,apa kepikiran orang yg keluar dari penjara si Bagas ?
jangan di bikin methong Thor kasihan Al nya
dyah EkaPratiwi
Bagaskara bener2 susah ditebak ini
Ria Ningroem
Jangan melamun saja Aliya...🤭
Aliya diajak ngomong serius pening..🤣🤣🤣
daroe
Hhhh..... can't word word 😔😔😔😔
Dwi ratna
akankah ada badai besar menerjang 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!