Dituduh pembunuh suaminya. Diusir dari rumah dalam keadaan hamil besar. Mengalami ketuban pecah di tengah jalan saat hujan deras. Seakan nasib buruk tidak ingin lepas dari kehidupan Shanum. Bayi yang di nanti selama ini meninggal dan mayatnya harus ditebus dari rumah sakit.
Sementara itu, Sagara kelimpungan karena kedua anak kembarnya alergi susu formula. Dia bertemu dengan Shanum yang memiliki limpahan ASI.
Terjadi kontrak kerja sama antara Shanum dan Sagara dengan tebusan biaya rumah sakit dan gaji bulanan sebesar 20 juta.
Namun, suatu malam terjadi sesuatu yang tidak mereka harapkan. Sagara mengira Shanum adalah  Sonia, istrinya yang kabur setelah melahirkan. Sagara melampiaskan hasratnya yang ditahan selama setelah tahun.
"Aku akan menikahi mu walau secara siri," ucap Sagara.
Akankah Shanum bertahan dalam pernikahan yang disembunyikan itu? Apa yang akan terjadi ketika Sonia datang kembali dan membawa rahasia besar yang mengguncang semua orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Suara bel pintu menggema, memecah kesunyian rumah besar itu. Sagara segera mengakhiri panggilannya dengan nada jenuh.
“Halo, Gara!”
Sebuah suara nyaring terdengar begitu pintu terbuka. Soraya, adik iparnya, berdiri di ambang pintu dengan senyum lebar dan dandanan yang mencolok.
“Mana keponakan aku yang lucu-lucu itu?”
Sagara hanya menatapnya tanpa ekspresi. Ada sesuatu pada perempuan itu yang selalu membuatnya tak nyaman. Senyumnya terlalu dibuat-buat, caranya bicara terlalu manja.
“Mereka sedang bersama ibu asuhnya,” jawab Gara datar.
Soraya melangkah masuk tanpa menunggu undangan. Aroma parfum kuat segera memenuhi ruang tamu.
“Halo, keponakan aunty!” kata Soraya ceria, mengeluarkan dua boneka dari tas belanjaan. Dinosaurus hijau untuk Abyasa dan bebek lucu yang bisa bergerak-gerak untuk Arsyla.
Shanum yang duduk di lantai bermain bersama si kembar hanya tersenyum tipis. Hatinya menegang setiap kali Soraya datang. Wanita itu sering melontarkan sindiran halus, menyebut dirinya pengasuh gadungan, karena bukan dari lembaga resmi, seolah kedatangannya di rumah itu hanya karena belas kasihan Sagara.
Sagara memperhatikan dari sofa, wajahnya tetap tenang. Tapi di balik mata kelamnya ada amarah dan rasa muak yang ia sembunyikan rapat-rapat.
“Oh iya, Gara,” suara Soraya memecah keheningan, “nanti malam kamu datang ke pesta ulang tahun Sadewa, kan?”
“Entahlah,” jawab Sagara tanpa minat.
Dia benci tempat bising dan orang mabuk yang tertawa palsu. Tapi tekanan teman-temannya membuatnya akhirnya menyerah.
Malam itu, lampu-lampu kota berpendar seperti cahaya kebebasan. Sagara datang ke bar yang mewah namun pengap oleh tawa dan alkohol. Soraya ada di sana juga, menempel padanya seolah bayangan yang tak mau pergi.
Di antara dentuman musik dan gelas-gelas beradu, sesuatu terasa aneh. Pandangannya mulai kabur, napasnya berat.
Kenapa kepala aku pusing? batinnya gelisah. Padahal ia hanya meneguk sedikit minuman.
Soraya menatap dengan pandangan palsu penuh kekhawatiran. “Gara, kamu kenapa?”
Sagara menepis tangannya kasar. “Aku mau ke toilet!” suaranya serak.
Ada firasat buruk di dadanya, seperti sesuatu tak beres dengan tubuhnya. Ia segera meninggalkan bar itu dengan langkah goyah.
Hujan mulai turun ketika Sagara pulang. Langit tampak buram, jalanan lengang. Mobilnya nyaris oleng, tapi entah bagaimana ia berhasil sampai rumah.
Rumah itu sunyi. Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Bahkan suara jangkrik pun seakan menahan diri.
Sagara berjalan tanpa arah yang jelas, hanya mengikuti naluri yang samar. Kakinya berhenti di depan kamar si kembar. Di balik pintu, lampu temaram masih menyala.
Saat membuka pintu, matanya menangkap sosok seorang wanita berambut panjang tertidur di kasur kecil di dekat tempat tidur bayi. Hatinya berdegup cepat.
“Sonia...?” bisiknya parau.
Rasa rindu dan kehilangan yang selama ini menekan dadanya tiba-tiba pecah. Ia benar-benar yakin istri yang selama ini ia cari, kini pulang.
Sagara mendekat, menyentuh wajah lembut yang dikenalnya dalam mimpi.
“Ke mana saja kamu selama ini?”
Tangannya gemetar saat membelai pipi wanita itu. Air mata menetes di sudut matanya. Semua rindu, semua amarah, semua luka, meledak menjadi satu.
Sagara membelai lembut wajah yang berkulit putih dan mulus. Perlahan dia mencium bibir ranum yang terlihat segar tanpa lipstik.
Tubuh Sagara terasa mulai panas dan bergairah. Ciumannya pun semakin dalam dan kedua tangannya tidak tinggal diam.
Tubuh Shanum tersentak ketika merasa ada yang mencium bibir dan menyentuh tubuhnya. Matanya terbelalak saat menyadari apa yang sedang terjadi. Dia tidak bisa berteriak karena bibirnya berada dalam ciuman Sagara.
Kejadian tiga bulan lalu, masih terasa membekas dalam ingatan Shanum. Namun, kali ini perbuatan Sagara lebih berani. Pria itu menyalurkan hasratnya sampai merasa puas. Dia beberapa kali menanamkan benih miliknya ke dalam rahim Shanum.
Sungguh, Shanum tidak menyangka kalau Sagara akan melakukan hal itu kepadanya. Pria itu memperlakukan dirinya sebagai pengganti Sonia.
Suara tangisan Arsyla yang disusul oleh tangisan Abyasa membuat Shanum dan Sagara terbangun. Keduanya dalam keadaaan berpelukan tanpa penghalang apa pun di balik selimutnya.
Shanum terbangun dengan air mata menetes. Seluruh tubuhnya gemetar, hatinya koyak tak berbentuk.
Sagara, yang baru sadar dari kebingungan malam itu, tertegun di sampingnya. Keduanya telanjang di bawah selimut yang kini terasa seperti penjara dosa.
“Kenapa Bapak tega melakukan ini kepadaku?”
Suara Shanum serak, hampir pecah. Ia memeluk tubuhnya, menatap Sagara dengan tatapan yang berisi marah, takut, dan hancur sekaligus.
Sagara terdiam. Ingatannya berputar liar antara mimpi dan kenyataan. Dalam pikirannya, yang ia peluk semalam adalah Sonia, tetapi kini di hadapannya adalah Shanum.
“Aku ... akan bertanggung jawab. Tapi hanya dengan siri.”
Kalimat itu keluar dingin, tanpa hati, seolah semua kesalahan ditimpakan padanya.
Sagara pergi, meninggalkan Shanum yang menangis bersama dua bayi kecil kesayangannya. Tangis mereka berpadu menjadi simfoni kepedihan di rumah yang kehilangan arah.
***
Keesokan harinya, saat kabut masih tebal saat mobil Sagara berhenti di depan sebuah masjid kecil. Hanya ada penghulu, Pak Samil, dua saksi, dan dua hati yang terpaksa menyatu tanpa cinta.
Shanum duduk diam, menunduk dalam balutan kerudung putih sederhana. Suaranya bergetar saat mengucap ijab kabul. Air matanya menetes satu per satu, jatuh di atas tangan yang seharusnya tak pernah dipegang oleh pria itu dengan cara yang begitu menyakitkan.
Pak Samil ikut merasa sedih karena menikahkan putrinya dengan cara ini. Sempat terlintas dalam pikirannya hal yang dia takutkan, mengingat Sagara seorang pria dewasa yang sehat dan Shanum memiliki wajah cantik dan baik hati.
“Sekarang kamu sudah resmi jadi istriku,” ucap Sagara datar. “Istri di bawah tangan.”
Kata-kata itu seperti belati yang menusuk dada Shanum. Ia tidak merasa menjadi istri, tetapi ia merasa dijadikan korban.
Sagara menatap jauh ke depan, pikirannya masih kacau oleh rasa takut yang tak ia akui.
Takut jika Shanum hamil.
Takut menghadapi dosa yang ia buat sendiri.
Dan di antara ketakutan itu, entah mengapa, seulas bayangan wajah Sonia selalu muncul. Tersenyum, seolah menertawakannya dari kejauhan.
pertanyaannya apa ad kaitannya hilangnya sonia dg kejadian ini seolah memang disengaja disingkirkan utk menghilangkan jejak atas kejadian ini
Apa motifnya penukaran bayi ini, mungkinkah keluarga Sonia ada dibalik semua ini ?