Dewa Ninja Lima Element

Dewa Ninja Lima Element

bab 1

Duarrr...

Dentuman keras mengguncang udara, menyisakan getaran yang membuat alam di sekitarnya ikut bergoyang.

Lima sosok dewa berdiri kokoh dengan wajah penuh tegang, tubuh mereka menyala oleh aura energi dari kekuatan dewa yang mereka miliki.

Di hadapan mereka, seorang manusia berdiri tegap, matanya tajam memancarkan kekuatan yang nyaris setara dengan para dewa.

Namanya adalah Andi Mahesa. Sosok manusia yang memiliki kekuatan dewa enam element berbeda yang sangat dahsyat.

Pertarungan dahsyat itu seperti badai yang mengoyak langit, memperlihatkan kehebatan dari sosok yang dianggap mustahil untuk melawan para dewa.

Tapi kenyataannya, sosok manusia itu bukan hanya mampu menahan serangan dari lima dewa sekaligus, kadang ia bahkan dapat membalas dengan pukulan telak yang membuat para dewa terkejut.

Di satu momen yang menentukan, manusia itu mengerahkan jurus pamungkasnya, sebuah kekuatan dahsyat yang mengguncang seluruh dimensi para dewa. Dentuman keras menggema menggetarkan jiwa bagi yang mendengarnya.

"Tubuh petir" teriak Andi Mahesa dengan sangat keras.

Jledar...

Tubuh Andi Mahesa meledak dalam cahaya menyilaukan, berubah menjadi sosok dengan tubuh petir yang sempurna.

Di tangannya, sebuah Pusaka Cambuk Petir sudah tergenggam dengan sangat erat di tangan kanannya, ia siap memanggil jurus puncak yang menakutkan.

"Jurus Amarah Petir!" teriaknya penuh keyakinan, menantang langit dan lawan-lawannya.

Jledar.....

Petir pertama menyambar turun dari langit, menyayat udara dengan suara menggelegar yang membuat tanah bergetar.

Petir itu langsung masuk ke tubuh sosok manusia dewa yang tengah memanggilnya, membuat cahaya membungkus setiap lekuk ototnya.

Tidak lama kemudian, ribuan petir lain mulai berjatuhan, menari liar di sekitar Andi Mahesa.

Jurus amarah petir yang dikeluarkannya menggila, menyambar dengan ganas ke segala arah.

Lima dewa yang menjadi lawannya terdiam membatu, mata mereka melebar penuh ketakutan dan kekhawatiran.

“Tidak mungkin... Jurus sekejam ini datang dari satu orang manusia ?” bisik salah satu di antara mereka sambil meloncat menghindar, nafas mereka memburu di tengah hujan petir yang tak kunjung henti.

Petir terus menggelegar, membelah langit yang pekat, sambil ribuan kilatan menyambar nyambar seolah melahap segalanya.

Di tengah kekacauan itu, lima sosok dewa Petir, Dewa Es, Dewa Air, Dewa Angin, dan Dewa Api sedang berusaha menangkis serangan luar biasa dari seorang pemuda yang memiliki kekuatan Dewa.

Andi Mahesa adalah sosok manusia yang dipenuhi aura dewa. Matanya menyala, penuh amarah yang membara, bayangan dendam dan kekecewaan tergurat jelas di wajahnya.

"Kalian sudah salah dalam menggunakan kekuatan kalian!" suara Andi bergema, tajam menusuk udara.

"Status kalian sebagai dewa seharusnya melindungi umat manusia, bukan membawa kehancuran bagi mereka!" Tangannya mengepal erat, tubuhnya bergetar oleh kebencian yang meluap.

Seketika, ia mengangkat suaranya lebih tinggi, suara penuh kutukan dan kemarahan.

"Hidup tak pantas buat kalian! Bersiaplah menjemput Kematian kalian!" Gelora kemarahannya menggetarkan angin, memecah gemuruhnya langit yang di sertai kilatan petir.

Andi Mahesa mengangkat tangannya tinggi-tinggi, suaranya melengking tajam menembus keheningan.

"Tubuh api petir!" teriaknya dengan nada menggelegar yang memekakkan telinga.

Duarrr...

Seketika, suara ledakan menggemuruh memecah suasana, mengiringi perubahan menakjubkan pada tubuhnya.

Dari sosok manusia biasa, ia berubah menjadi jelmaan dewa yang penuh amarah, tubuhnya membara dengan api yang di sertai percikan petir berwarna kuning menyala nyala.

Di tangan kirinya tiba tiba muncul sebuah pusaka lain yaitu Pusaka Pedang Api yang bersinar dengan aura kekuatan yang dahsyat.

Matanya membara, menatap lawan dengan dingin. "Kematian kalian akan menebus dosa-dosa yang selama ini kalian simpan," kata Andi Mahesa sambil melantunkan ancaman, suaranya bergema di tengah dentuman petir yang tiada henti hentinya menyambar seolah mengisi setiap sudut amukan yang membara.

Andi Mahesa menarik napas dalam-dalam, matanya membara saat energi chi mengalir deras ke dalam Pusaka Pedang Api dan cambuk petir yang di tangannya.

Nyala api tiba tiba berkobar liar di bilah pedang, mengirimkan panas yang membuat udara di sekitarnya bergetar. Di tali cambuknya, percikan listrik menjalar seperti ular petir yang mengamuk.

Sesaat kemudian ia menghentak kakinya di atas tanah yang menghasilkan dentuman keras, membuat debu debu beterbangan terbang ke udara.

Tanpa di aba aba, Andi Mahesa meloncat tinggi naik ke udara, tubuhnya tegap dan penuh kekuatan. Di puncak loncatan, ia mengangkat kedua pusaka itu dengan gagah, seolah menyatukan dua elemen dahsyat.

Sorot matanya tajam menatap lima dewa yang sedang sibuk menghindari jurus amukan petir sebelumnya.

"Jurus pedang naga api petir!" teriak Andi Mahesa dengan keras.

Duarrrrr...

Suara menggelegar menggetarkan langit. Satu kobaran api dan petir keluar dari ujung pedang api dan cambuk petir yang sedang di genggam erat oleh seorang manusia dewa.

Api petir itu terus melesat naik ke atas hingga membentuk sebuah wujud naga besar lengkap dengan sayapnya yang terbuka lebar.

Roarrrr..

Suara keras menakutkan menggema di langit yang di penuhi amukan petir yang terus menyambar nyambar tiada henti.

Seekor naga dari element api terbang meliuk liuk di udara, sembari menyemburkan api panas yang keluar dari mulutnya.

Selain itu, sosok naga api itu di lengkapi dengan kilatan petir kuning yang menyala nyala di seluruh tubuhnya.

"Habisi mereka semua.!" seru Andi Mahesa sambil mengayunkan Pusaka Pedang Api miliknya ke bawah.

Bersamaan dengan itu, sosok naga api yang diselimuti kilatan petir kuning melesat turun ke bawah, mencoba menerjang lima dewa yang sedang berlompatan ke sana kemari untuk menghindari sambaran petir. Meski sesekali tubuh mereka tersengat petir yang tak dapat mereka hindari.

Lima dewa itu menatap ke atas. Lalu melihat sosok naga api petir yang melaju cepat ke arah mereka semua.

Pada saat itu, mereka sadar bahwa satu satunya pilihan adalah melawan atau membentuk sebuah perisai yang dapat melindungi mereka, karena menghindar sama sekali mustahil.

“Berkumpul..!” suara itu menggelegar, menggema dari dewa es yang berdiri kokoh di depan mereka.

Mendengar teriakan itu, lima dewa segera bergegas mengitari satu titik, langkah mereka berat dan wajahnya penuh ketegangan.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya salah satu di antara mereka, suaranya bergetar sedikit menahan cemas.

Dewa es menatap mereka satu per satu, lalu menancapkan kakinya ke tanah dengan hentakan keras. Tangan kanannya terangkat tinggi, seperti hendak menahan sesuatu yang besar dan berat.

“Aku akan membuat perisai es tebal. Semoga bisa menahan naga api itu.” kata dewa es

“Kubah es!” teriaknya tegas.

Tanah di bawah mereka bergetar kuat, membeku dengan cepat. Dalam sekejap, es muncul dari permukaan, membentuk kubah tebal dan membungkus lima dewa itu. Suara retakan es bercampur desiran angin dingin memenuhi udara, menciptakan benteng beku yang memantulkan bayangan naga yang mengancam dari atas mereka.

Pada saat itu, kelima dewa berlindung di balik sebuah kubah es yang diciptakan oleh Dewa Es. Wajah mereka tampak cemas karena merasakan ketakutan yang luar biasa.

"Semoga kita bisa bertahan dari serangan ini," ucap mereka dengan penuh harap.

Satu per satu, para dewa mulai menempelkan tapak tangan mereka ke tubuh Dewa Es, merekq mencoba mengalirkan energi chi ke dalam tubuh dewa es dengan harapan memperkuat dan mempertebal kubah es yang melindungi mereka.

"Hanya ini yang bisa kami lakukan untuk membantumu," kata salah satu dewa lainnya.

Roarrr...

Suara naga api krmbali menggema keras di udara. Tak lama kemudian, naga itu menyemburkan napas api yang panas ke kubah es yang ada di bawahnya. setelah itu, naga tersebut menghantamkan tubuhnya ke kubah es yang melindungi kelima dewa.

Duarrr...

Suara ledakan dahsyat terdengar menggelegar mengguncang lima dewa yang ada di dalam kubah es. Akibat benturan jurus kuat dari sosok manusia dewa dengan kubah es di bawahnya. Kobaran api menyelimuti seluruh area, berusaha menelan kubah es yang terus diterjang.

Api dari ledakan naga api petir meluap dengan dahsyat, menyambar dan melahap setiap inci kubah es di bawahnya.

Kubah es yang tadinya kokoh sekarang mulai terlihat keretakannya, uap panas membubung tinggi, perlahan mencairkan es yang berusaha bertahan.

Lima dewa yang berdiri di bawahnya menatap dengan ketakutan terpancar di mata mereka, keringat dingin mengalir deras di pelipis mereka semua.

"Tidak mungkin... manusia itu menguasai jurus sekuat ini," lirih mereka, dengan suara gemetar tertahan di tenggorokan.

Tiba-tiba, terdengar suara gemuruh menggelegar,

"Trakkkk!"

Kubah es langsung pecah berkeping keping setelah di terjang api yang tiada henti.

"Tidak..!" teriak para dewa bersamaan, napas mereka memburu saat suhu panas api mulai merambat, menusuk kulit dan tulang, menggantikan tempat perlindungan mereka yang kini lenyap di sapu kobaran api.

Arkhhh...

Lima dewa menjerit histeris, wajah mereka memerah terbakar oleh nyala api yang menjilati kulit tanpa ampun.

Tubuh mereka berguling guling tak berdaya di atas tanah, mencoba memadamkan bara panas yang menggerogoti setiap inci tubuh kelimanya.

Keringat kelima dewa bercucuran, napas terengah engah, tapi api itu tetaplah menari liar di seluruh tubuh mereka yang tak dapat terkendali.

Dari kejauhan, Andi Mahesa mengamati pemandangan itu dengan tatapan dingin. Ada ketenangan yang aneh merayap di dadanya, karena lima sosok dewa yang sudah membuat kehancuran kini akan berakhir dalam sebuah kematian yang mendalam.

Dengan gerakan tegas, Andi Mahesa menghentikan jurus amukan petirnya. Langit yang sebelumnya bergetar seketika hening, seakan mematuhi keputusan sosok manusia tersebut.

Andi Mahesa melayang turun dari udara, tubuhnya menyentuh tanah lalu berjalan santai ke arah lima dewa.

Matanya segera menatap tajam ke arah lima dewa yang terbaring di atas tanah, wajah mereka berkerut meringis karena luka bakar mengerikan yang membekas di kulit. Meski api sudah padam, asap masih mengepul tipis dari tubuh mereka yang terbakar.

"Hukuman untuk kalian bagi para dewa yang mengingkari tugas sebagai penjaga alam semesta adalah kematian," suara Andi Mahesa menggelegar, nyaris tanpa emosi.

Salah satu dewa berusaha bangkit, napasnya terengah engah dengan tangan gemetar yang berusaha menopang tubuhnya.

Namun, hanya sampai posisi merangkak ia mampu, matanya membara penuh kebencian mengunci sosok manusia di depannya Yang sudah membuat mereka binasa.

Dewa petir mengangkat tangan, matanya menyala penuh amarah.

“Kau sudah membuat kami hancur, manusia rendahan!” suaranya menggelegar, bergetar oleh api dendam yang membara di dadanya.

“Kami bersumpah, jika diberi hidup kembali, kami akan melawanmu sampai titik darah penghabisan!”

Tiba tiba, langit menggelap dan petir mengoyak udara dengan gemuruh dahsyat, seolah alam sendiri meresapi sumpah sang dewa. Kilatan menyambar nyambar, menari nari mengiringi setiap kata yang terucap dari dewa tersebut.

Andi Mahesa mengangkat kepala, tatapannya tajam menghadap cakrawala yang bergemuruh itu. Dada lelaki itu naik turun, menahan gejolak perasaan.

“Aku harap begitu,” gumamnya pelan,

“kalian memang sudah diamanahkan oleh Sang Penguasa untuk menjaga bangsa manusia. Tapi nyatanya, kalian justru bertekad untuk menghancurkan mereka.” Suara Andi melambung, meninggi dengan ketegasan.

“Semoga kelak kalian terlahir kembali sebagai manusia. Barulah pada saat itu, kalian akan benar benar mengerti bagaimana menjaga tubuh yang nanti akan menjadi tempat kalian bernaung.” Matanya membara, penuh harap sekaligus tantangan, menantang para dewa untuk memahami arti sebuah kehidupan.

Andi Mahesa menatap tajam ke depan, kedua telapak tangannya mulai mengeluarkan cahaya keemasan yang berkilauan, seolah energi chi mengalir deras di dalam dirinya.

"Langkah petir," ucapnya pelan, napasnya berirama cepat saat tubuhnya bergerak semakin gesit.

Angin berdesir di sekelilingnya saat ia melesat maju dengan kecepatan luar biasa menuju lima dewa yang tergeletak tak berdaya di depannya. Begitu jarak mereka semakin dekat, Andi mengayunkan tapak tangannya satu per satu, membentur tubuh para dewa itu dengan tenaga yang membuat udara bergetar.

"Berenkarnaslah dan jadi lebih baik lagi…!" suaranya bergemuruh penuh amarah sekaligus harapan.

Serangkaian dentuman keras menggema, disusul jeritan kesakitan dari kelima dewa yang tubuhnya bergetar hebat terkena hantaman.

Dari dalam tubuh mereka, sesuatu seperti cahaya energi terpaksa keluar, ditarik kuat oleh Andi Mahesa yang berusaha mengambilnya.

Ia menahan napas, setelah memastikan setiap energi di dalam tubuh para dewa telah terkuras sebelum akhirnya mundur perlahan, matanya masih membara penuh tekad.

Tidak berapa lama kemudian, tubuh kelima dewa itu mulai pudar, seolah disapu angin lembut yang perlahan mengikis wujud mereka hingga menghilang sama sekali. Keheningan mengisi udara, menandai berakhirnya nyawa mereka di tangan Andi Mahesa.

Sosok manusia dengan aura dewa itu menatap telapak tangannya yang kini terpancar lima batu mustika berwarna warni, masing masing menyimpan elemen yang baru saja ia serap dari para pemiliknya. Matanya memerah samar, suara serak memenuhi ruang hening. "Batu mustika ini akan kutitipkan ke berbagai dimensi berbeda," gumamnya pelan.

"Semoga reinkarnasi kalian nanti bisa menemukannya dan mengasah kekuatan bertarung mereka. Setelah mendapatkan batu mustika ini" Ia mengangkat kepalanya, pandangannya tajam namun lembut, seolah berbicara kepada jiwa-jiwa yang telah tiada.

"Aku ingin di pertemuan kita selanjutnya akan menjadi kawan. Setelah kalian bereinkarnasi, semoga kalian mengerti arti tugas dan tanggung jawab ini... dan dapat menjalankannya dengan benar." Lanjut Andi Mahesa.

Andi Mahesa menunduk fokus, jari-jarinya cekatan membentuk lima lubang kecil di udara. Setiap lubang itu berkilau samar, seperti gerbang kecil menuju dunia lain. Batu mustika elemen yang ia genggam bergetar halus, seolah merasakan panggilan misterius dari portal-portal tadi. Ketika lubang-lubang itu benar-benar terbuka, Andi mengayunkan tangan dan dengan tenang melemparkan satu per satu batu mustika ke dalam dimensi berbeda. Matanya tajam mengamati batu batu itu menghilang satu per satu.

Dengan terlemparnya batu mustika itu maka akan ada sebuah perjalanan panjang dari kisah seorang yang akan berjuang untuk mendapatkan batu tersebut. Serta memperkuat kemampuan bertarung yang di miliki oleh sosok tersebut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!