"Apakah kamu pernah mencintaiku sebagai seorang wanita?" langkah laki-laki didepannya terhenti, tapi tak kunjung membalik badannya
"Tidak" jawaban singkat yang membuat sang wanita menunduk menahan isak tangis. Jawaban yang sudah ia duga, tapi tetap membuatnya sakit hati
Belasan tahun hanya cintanya yang terus terpupuk, keajaiban yang ia harapkan suatu hari nanti tak kunjung terjadi. Pada akhirnya, berpisah adalah satu-satunya jalan atas takdir yang tak pernah menyatukan mereka dalam rasa yang sama.
"Selamat jalan Kalanza, aku harap kamu bahagia dengan pilihan hatimu"
Dari sahabat sampai jadi suami istri, Ishani terlalu berpikir positif akan ada keajaiban saat Kalanza tiba-tiba mengajaknya menikah, harapannya belasan tahun ternyata tak seindah kisah cinta dalam novel. Kalanza tetaplah Kalanza, si laki-laki keras kepala yang selalu mengatakan tak akan pernah bisa jatuh cinta padanya.
"Ishani, aku ingin melanggar janji itu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan Nikah Kontrak
"Apa keputusanmu?" Pertanyaan itu langsung menyambutnya begitu ia datang. Tipikal Kalanza, laki-laki yang tak pernah mau basa basi. Tentunya berbeda jika bersama pasangan yang disukainya. Ishani tak langsung menjawab, ia memperhatikan air tenang danau itu dengan tatapan lurus. Di sinilah tempat biasa mereka bertemu, tempat yang tak banyak diketahui orang walau dekat dengan perkotaan
"Aku menerimanya" Ishani menjawab dengan suara amat pelan. Umur mereka sudah 25 dan ia tau bukan saatnya lagi bersikap seperti anak kecil atau remaja kasmaran yang masih bimbang. Pilihan hidupnya ditentukan oleh keputusan yang ia buat sendiri
"Itu jawaban yang sangat bagus" Kalanza tersenyum, dan Ishani tau arti senyum itu bukanlah senyum laki-laki yang jatuh cinta karena cintanya diterima. Tapi senyum laki-laki yang bangga karena merasa menang atas apa yang ia mau. Ishani meremas tangannya pelan, belasan tahun bersahabat dengan Kalanza, ia merasa bodoh karena tak pernah bisa mengontrol rasa sukanya. Padahal ia tau, Kalanza tak sebaik tampangnya yang orang kenal
"Tapi aku ingin mengajukan syarat" laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya, baru kali ini ada wanita yang mengajukan syarat untuk memulai hubungan dengannya. Tapi ia tak heran juga karena ini adalah Ishani, perempuan yang tak pernah mau rugi atas semua keputusan yang diambilnya
"Katakan"
"Jika suatu saat kamu sudah jatuh cinta dengan perempuan lain, maka lepaslah aku saat itu juga. Aku tak ingin diselingkuhi atau menjadi selingkuhan bagi pasanganmu. Saat itu terjadi, biarkan aku pergi dan tolong jangan pernah mencariku lagi" Ishani mengucapkan dalam satu tarikan nafas dengan penuh keberanian, ia tau bagaimana reaksi Kalanza setelah ini
"HAHAHAHA" Kalanza tertawa terbahak-bahak mendengarnya dan Ishani sudah menduga kalau respon itu yang akan ia terima. Apa yang ia harapkan dari Kalanza? Si lelaki keras kepala dan menggampangkan semuanya? Baginya semua hal di dunia ini bisa didapat dengan mudah, apalagi jika berhubungan dengan uang
"Kamu berpikir sejauh itu?" Laki-laki itu balik bertanya setelah menyelesaikan tawanya
"Ini tentang masa depan Kalan, dan aku tak mau repot dimasa depan kalau seandainya itu terjadi. Kita sudah sama-sama dewasa, dan kamu pasti mengerti apa yang aku maksud"
"Kita tidak saling mencintai Ishani, jika ingin bercerai, kapanpun kita mau kita bisa melakukannya"
"Tapi aku mencintaimu, aku bodoh karena mencintaimu"
Tentu kalimat itu hanya ia ucapkan dalam hati, tak mungkin Ishani mengatakannya langsung
"Justru itu, agar dimasa depan kita tidak terikat dengan rasa itu. Tidak ada yang salah dengan membuat perjanjian di awal, itu juga seandainya kan?"
"Bagaimana kalau ternyata kamu yang jatuh cinta lebih dulu dengan laki-laki lain" Kalanza membalik pertanyaan itu untuknya
"Itu tidak mungkin" Ishani spontan menjawab dengan cepat bahkan kelewat cepat
"Kenapa tidak mungkin? Tak ada yang mustahil kalau soal itu kan?" Kalanza menaikkan sebelah alisnya, terlihat menyebalkan
"Aku tak suka laki-laki. Semuanya sama saja"
"Termasuk aku?" Ishani menatapnya cukup lama kemudian mengangguk
"Termasuk kamu" lanjutnya
"Tak semua laki-laki itu sama seperti ayahmu"
"Aku tau"
"Jadi?"
"Aku tak mengatakan itu hanya karena ayahku saja. Jadi jangan banyak bertanya dan membela diri" Kalanza tertawa lagi, ia mengelus-elus rambut Ishani seperti apa yang sering ia lakukan dari dulu
"Baiklah-baiklah aku mengerti, jadi?" Kalanza mengulurkan kelingkingnya. Ishani menyambutnya dengan hal yang sama. Janji kelingking seperti apa yang dulu sering mereka lakukan
"Sebentar" Ishani mengeluarkan secarik kertas dan pulpen dari dalam tasnya
"Tanda tangan disini" raut kebingungan nampak tercetak jelas diwajahnya. Kalanza tentu bingung maksudnya
"Sekarang bukan masanya lagi perjanjian jari kelingking, tanda tangan lah disini, aku sudah merelakan waktuku untuk mencetak dokumen ini"
"Heh, aku tak tau kamu menyiapkan semuanya dengan sangat baik. Baiklah, aku menurutimu"
"Kamu tertanda sebagai pihak kedua dan aku sebagai pihak pertama"
"Jika pihak kedua sudah jatuh cinta dengan perempuan lain, maka saat itu juga ia harus menceraikan pihak pertama, setelah itu pihak kedua tidak boleh ikut campur masalah pihak pertama dan tidak boleh mencari pihak pertama"
"Artinya setelah menikah hubungan kita terputus begitu?" Kalanza menatap Ishani saat ia membaca ulang isi perjanjiannya
"Tentu saja tidak, tidak mencari dalam artian disini bukan artinya kita tidak boleh bertemu, pastinya kita akan bertemu entah secara langsung atau tak langsung. Tapi maksudnya disini adalah besok jangan mencariku untuk tempat curhatmu, jujur saja aku sudah muak mendengar cerita cintamu dari dulu"
Puk
"Awww" Ishani memegang kepalanya yang dipukul dengan pulpen
"Kamu tidak ikhlas menjadi sahabatku"
"Dengar Tuan Muda Kalanza Haris Kusuma yang terhormat, jika aku tidak ikhlas maka tak mungkin aku mau menerima semua usulan gilamu dari dulu. Mencuri mangga tetangga, menganggu anjing Pak RT, iseng mencet bel rumah orang, keluyuran malam-malam cuma buat ngintip gebetan kamu, dan ide gila lainnya yang nggak bisa disebutin satu-satu. Paham?" Kalanza mengangguk-angguk seolah paham
"Kalau begitu aku juga ingin bertanya"
"Bagaimana kalau seandainya ada anak diantara kita?" Ishani termangu, tak menyangka pertanyaan itu akan keluar dan ia juga tak pernah berpikir sejauh itu
"Anak? Memangnya kamu mau punya anak?" Ia malah balik bertanya
"Bukannya itu termasuk tujuan dari pernikahan?" Kalanza bingung, menggaruk kepalanya yang tak gatal
"Aku tak pernah berpikir sejauh itu. Bagaimana kalau nanti kita tak bisa jadi orang tua yang baik?" Ishani malah membayangkan nasib anak itu kedepannya kalau mereka bercerai
"Kita bisa kalau kita mau" Kalanza menjawabnya dengan yakin. Pemikirannya simpel, ia bisa membayar orang untuk mengurusnya nanti
"Bolehkah anak itu ikut denganku seandainya ia ada dan kita sudah tak lagi bersama?" Ishani menatap tepat dimata lelaki itu. Tinggi badan mereka yang terpaut lima belas centi membuatnya mendongak sedikit. Ia takut nasib anak itu nanti seperti dirinya kalau seandainya ia tetap tinggal bersama Kalanza. Ia takut wanita pilihan Kalanza tak bisa mencintainya, sama seperti ibu tirinya yang hanya bersikap baik di depan ayahnya dan kembali bersikap seperti iblis di belakang
Kalanza tak langsung menjawab, lelaki itu nampak berpikir sejenak, menyugar rambutnya ke belakang dan menarik napas panjang sebelum kembali berbicara
"Boleh saja, asal kamu mengizinkan aku menemuinya"
"Tentu saja, kamu bebas menemuinya"
"Bukankah artinya aku pasti mencarimu untuk menemuinya, artinya perjanjian itu tak berlaku?"
"Dasar licik, kalau begitu kamu boleh menemuinya kalau kamu menemukannya"
"Apa perlu bermain petak umpet seperti itu?" Kalanza memprotes tak terima
"Kamu seperti tidak tau dimana rumahku saja, seandainya aku pindah kamu juga pasti mudah menemukanku. Memangnya kemana lagi aku bisa pergi?"
"Hmmm, benar juga. Baiklah aku setuju" Kalanza menandatangani berkas itu, dan mengulurkan tangan pada Ishani
"Ini bukan pernikahan kontrak, kita resmi dimata hukum maupun agama sebagai pasangan. Aku anggap ini sebagai permainan kecilmu"
"Aku harap juga begitu" Ishani membalas jabatan tangannya
"Aku akan menaruh kertas ini dalam botol, lalu kumasukkan dalam brankas dan aku kubur disekitar sini"
"Kamu serius?" Kalanza sampai tak percaya saat gadis itu benar-benar mengeluarkan apa yang ia sebutkan tadi dari bagasi mobilnya
"Bantu aku menggali tanah dan jangan banyak tanya. Hari sudah hampir malam"
"Kenapa kamu membawa Felis juga?" Kalanza tak habis pikir saat melihat kucing berwarna abu itu turut keluar dari mobil, namanya Felis tapi aslinya kucing itu laki-laki
"Biar dia yang jadi saksi kita selain Tuhan"
"Aku memang tak akan pernah bisa menebak isi otak kecilmu itu" dengan menyingsingkan lengan kemejanya, Kalanza mulai menggali dengan cangkul kecil yang sudah ada ditangannya
"Brankasnya tidak perlu aku kunci, biar saja tertutup seperti ini. Lagipula siapa yang mau membukanya?" Ishani membuang gembok dan kunci itu begitu saja di Sungai.
"Terserah kamu saja, masukkan benda itu cepat. Aku mulai merinding sekarang. Hanya kita berdua disini" Cahaya matahari jingga dari sana memang terlihat begitu indah, tapi pohon pinus yang menjulang disekitarnya membuat suasana gelap terasa sedikit menakutkan
"Dasar penakut"
"Seperti kamu tidak saja" dan begitulah perdebatan itu sebelum mereka pulang
Tanpa sadar, disanalah semuanya berubah. Masa depan yang akan membolak balik hati mereka dengan takdir yang tak akan pernah bisa mereka duga
ingat istri dan calon anakmu.. nanti kamu menyesal