Wanita yang sering menangis dalam sujudnya, dia adalah Syifa Salsabila, seorang istri yang selalu dihina dan direndahkan ibu mertua dan saudara iparnya lantaran ia hanya seorang ibu rumah tangga tanpa berpenghasilan uang membuatnya harus berjuang. Dengan kesabaran dan perjuangannya yang tak kenal lelah akhirnya kesuksesan pun berpihak padanya. Akankah ia balas dendam setelah menjadi sultan? ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FAMALIN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Fani Sang Adik Ipar
Setelah sarapan bersama sang istri, Fahri lekas bersiap untuk berangkat kerja, kemudian ia berpamitan meminta doa supaya kewajibannya dalam mencari rezeki dipermudah dan berkah barokah.
"Mas berangkat kerja dulu ya, Sayang. Jangan lupa segera kirim bekal sarapan untuk bapak di sawah!" Ucap Fahri pada Syifa.
"Iya, Mas. Hati-hati di jalan!" jawabnya sambil mengecup punggung sang suami tercinta.
"Heum. Assalamualaikum," Fahri pun juga membalas dengan mengecup kening istrinya pula.
"Wa'alaikumussalam."
Setelah Fahri berangkat kerja, tidak lama Rita datang menghampiri dengan raut yang penuh amarah "Syifa ..." bentaknya dengan suara keras.
"Iya, Bu?"
"Dibalik penampilanmu yang berjilbab itu ternyata kamu suka meracuni pikiran anak saya ya? membuat Fahri sekarang berani memprotes keinginan ibu,"
"Maaf, Bu. Memangnya mas Fahri berkata apa?"
"Dia nyeramahin ibu, katanya disuruh Qona'ah lah, bersyukur lah, bla bla bla ... padahal Fahri dulunya tidak seperti itu, pasti kamu yang sudah ngajarin dia untuk melawan ibu??"
"Astaghfirullahaladzim, saya nggak pernah berniat seperti itu, Bu."
"Halah nggak usah ngelak deh, kalau kamu ingin menjadi istri Fahri selamanya, jangan coba-coba menolak perintah saya apalagi mempengaruhi pikiran Fahri! Dasar pelit!"
"Istri selamanya? maksud Ibu apa?"
"Saya bisa saja membuat kamu cerai dengan Fahri kalau kamu berani menolak keinginan ibu lagi!"
"Saya mohon ibu jangan berkata seperti itu, nggak baik, Bu!"
"Udah, jangan sok-sokan kamu ikut nyeramahin ibu juga! Sekarang pergi ke warung padang beliin ibu rendang, ibu sudah lapar!"
"Tapi, Bu. Di meja makan sudah tersedia sayur bening, sambal dan telur goreng,"
"Ibu nggak selera makan kuah sayur bening seperti air laut cuma asin doang tidak enak seperti rendang!"
"Astaghfirullah, Ibu ..."
"Udah deh jangan istighfar terus, telinga ibu sakit setiap mendengar ucapan itu!"
Syifa tidak bisa berkata-kata lagi, ia hanya terdiam dan sangat kecewa atas sikap buruk sang ibu mertua.
"Syifa, buruan! Malah bengong??"
"Maaf tidak bisa, Bu! Sekarang saya harus mengirim bekal sarapan untuk bapak ke sawah."
"Mengirim bekalnya nanti saja! Ini baru jam 8 biasanya ibu mengirim bekal itu jam 10."
"Tapi kasian bapak, Bu?"
"Udah deh jangan ngelawan terus! kamu ingin segera jadi janda apa??"
"Naudzubillah,"
"Udah sana! Ambil uangmu dan cepat belikan ibu nasi rendang sekarang!" Rita mendorong bahu Syifa hingga hampir terjatuh.
'Ya Allah, kenapa ibu mertuaku sejahat ini sih? Hiks ..." batinnya sedih sambil terpaksa menuruti keinginan Rita.
Di pinggir sawah, Harun sudah membersihkan diri dan mencuci tangannya, ia menunggu kedatangan syifa sambil duduk menatap ke arah pematang sawah.
Harun melihat jam kecil yang berada di tas kain sederhana yang dibawanya setiap pergi ke sawah.
"Kok Syifa belum datang ya? Biasanya jam segini sudah tiba, apakah ada masalah dirumah?" gumamnya bertanya-tanya. "Sambil nunggu sebaiknya sholat duha dulu deh, semoga setelah selesai Syifa sudah datang." Lanjutnya.
Di rumah di saat Rita sedang menunggu Syifa yang sedang membelikan nasi padang untuknya, Fani (adik Fahri yang sudah menikah) datang dengan membawa tas besar yang berisi pakaian-pakaiannya.
"Ibu ..." Teriak Fani di depan pintu.
"Fani ... Kamu kenapa kesini bawa tas besar gitu?" tanya Rita sambil matanya fokus menatap tas besar itu.
"Aku Minggat dari rumah mas Prio (suami Fani), Bu. Hiks ..."
"Minggat? Apakah Prio menyakitimu?"
"Iya, Bu. Mas Prio berani berkata-kata kasar padaku."
"berkata kasar gimana?"
"Ya bentak-bentak aku karena semalam aku mabuk sehingga bangunnya kesiangan,"
Syifa yang sudah kembali dari warung padang tanpa sengaja mendengar ucapan sang adik ipar "Apa? Dek Fani, kamu mabuk?" tanya Syifa sangat heran.
"Kak Syifa jangan keras-keras ngomongnya! malu apabila di dengar orang!"
"Minuman keras itu kan haram, Dek!"
"Ini bukan urusan kamu Syifa, mana nasi padangnya ibu keburu lapar!" sahut Rita sambil menyaut bungkusan yang ada di tangan Syifa.
"Nasi padang? aku juga mau, Bu. sejak tadi aku belum makan," ungkap Fani.
"Cuma satu, kalau kamu mau? minta Syifa biar dibelikan lagi!"
"Maaf nggak bisa! Kalau dek Fani mau makan tuh di meja makan ada sayur bening dan telur goreng."
"Ah nggak mau! Aku pingin nasi padang juga yang lauknya Ayam atau rendang seperti punya ibu!"
'Ini anak ternyata sebelas duabelas sama emaknya, hadeh ...' gerutu Syifa dalam hati. "Kalau nggak doyan telur ya udah nggak usah makan, Dek! sekarang Kakak mau mengirim bekal untuk bapak ke sawah, keburu siang!" Lanjutnya.kemudian pergi begitu saja.
"Eh Kak Syifa, jangan pergi dong! Beliin aku nasi padang dulu!"
Syifa tidak menghiraukan perkataan Fani, ia tetap fokus pada tujuannya untuk segera pergi ke sawah.
~
Tiga puluh menit berlalu, Syifa sampe di sawah bapak mertuanya.
"Alhamdulillah akhirnya kamu datang juga, Syifa. Bapak sudah menunggumu dari tadi,"
"Maaf, Pak. Telat, karena ..."
"Karena apa? Apakah di rumah ada masalah?"
"Nggak ada, cuma tadi Dek Fani datang."
"Bersama suaminya?"
"Tidak, Pak. Dek Fani datang sendirian."
"Hmm, pasti lagi ribut."
"Dek Fani datang dengan membawa tas besar, Pak."
"Itu sudah berulang kali, Syif. Adikmu Fani itu setiap ada masalah dengan suaminya, ia selalu kabur pulang kasini. Bapak harap rumah tanggamu bersama Fahri tidak seperti itu, semisal di antara kalian ada masalah sebisa mungkin selesaikan berdua tanpa harus pulang ke rumah orang tuamu," tuturnya menasehati Syifa sambil menunggu menantunya itu menyiapkan sepiring nasi dan lauk pauk.
"Insyaa Allah, Pak. Syifa dan mas Fahri akan berusaha membina rumah tangga yang sakinah mawadah dan warahmah."
"Aamiin, Bapak juga akan terus mendoakan kalian semua."
"Terima kasih, Pak. Oya ini makannya sudah siap, Bapak sarapan dulu ya, saya mau memetik sayur kangkung itu buat dimasak nanti sore untuk makan malam."
"iya, hati-hati! Bapak takut ada ular."
"Somoga aja tidak, Pak. Saya izin kesana dulu,"
"Heum."
Sebelum mulai memasukkan nasi kedalam mulutnya Harun selalu berdoa terlebih dahulu supaya makanan apapun yang ia makan bermanfaat bagi tubuh dan berkah barokah sehingga tubuhnya juga selalu diberi kesehatan oleh Allah.
Syifa memetik satu persatu tangkai daun-daun kangkung itu dimasukkan ke dalam plastik, ia berfikir kalau dipinggir sawah milik bapaknya ada sayuran yang bisa dimasak kenapa harus beli, itulah konsep hidup hemat Syifa yang diterapkan dikeluarganya sejak dulu.
"Alhamdulillah ternyata tanaman kangkugnya banyak banget bisa di masal 2 kali nih," gumamnya sambil terus semangat dengan aktivitas memetik itu.
Tiba-tiba tanpa sengaja kaki Syifa menginjak belut sawah yang juga ada disitu "Eh eh, ular ..." teriaknya langsung menyingkir ketakutan.
Mendengar teriakan Syifa, Harun segera menghampiri "Mana, mana? Ularnya, Syifa?"
"itu, Pak. Kelihatan ekornya itu di bawah pohon kangkung itu." tunjuknya dengan jari.
"Ya Allah, itu bukan ular, Syifa. Tapi belut. Bapak tangkap dulu buat dimasak nant bisa buat lauk,"
"Belut? Kok ekornya besar, Pak?"
"Ya karena belut di sawah ini besar-besar, Syifa."
"Alhamdulillah, nanti bisa digoreng dong, Pak?"
"Ya, bisa buat lauk makan nanti malam. Kamu suka?"
"Iya, Pak. Aku suka dengan belut goreng."
"Ya udah, mana plastik kamu, ini belutnya sudah ketangkap."
"Alhamdulillah," Ucap Syukur Syifa disaat harus hidup berhemat Allah memberi rezeki yang tidak disangka-sangka.