“Kuberi kau uang satu miliar dalam sebulan. Tapi, kau harus tinggal jauh dariku!” ucap Blue Rivero pada Red Forstrom—gadis desa nan polos yang dijodohkan oleh ayah mereka.
*
*
Blue Rivero, seorang pewaris dari pengusaha terkemuka, terpaksa menjalani perjodohan yang diatur oleh sang ibu demi memenuhi ayahnya.
Dia dijodohkan dengan Red Forstrom, gadis desa sederhana yang begitu polos namun cerdas.
Kedua ayah mereka, yang bersahabat sejak kecil dan berasal dari panti asuhan yang sama, telah membuat kesepakatan agar anak-anak mereka menikah suatu hari nanti.
Meski jarak usia mereka terpaut jauh—Blue berusia 30 tahun dan Red 23 tahun—itu dianggap usia ideal untuk menikah.
Namun, Blue menolak perjodohan ini karena dia sudah memiliki kekasih. Blue menganggap Red pasti kolot dan tak menarik karena berasal dari desa meskipun dia tak pernah berjumpa dengan gadis itu sebelumnya.
Terpojok oleh ancaman ayahnya yang menolak menandatangani hak warisnya, Blue akhirnya menikahi Red.
Dalam keputusasaan, dia membuat kesepakatan dengan Red yaitu wanita itu harus pindah ke luar negeri dengan imbalan uang bulanan SATU MILIAR.
Namun, apakah rencana ini akan berjalan mulus?
Atau justru membuka babak baru dalam kehidupan mereka yang penuh kejutan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merubah Penampilan
Red menghirup napas dalam-dalam saat berdiri di depan kaca cermin butik mewah itu. Kaca besar memantulkan sosoknya yang masih mengenakan kemeja polos berwarna putih sederhana dan rok selutut yang sudah usang.
Tangannya menggenggam erat tas kain yang sudah kusam.
“Apa aku pantas memakai pakaian ini?” Red memandang gaun yang tergantung di hook.
Dan akhirnya Red mulai membuka pakaiannya dan menggantinya dengan gaun yang tadi dipilihnya.
Saat dia mengenakan gaun midi berwarna wine itu, sesuatu terasa berbeda.
Kainnya jatuh sempurna di tubuhnya yang ramping tapi padat, memperlihatkan lekuk yang selama ini tersembunyi di balik baju longgarnya.
“Oh my God … gaun ini benar-benar bagus,” bisiknya dengan mulut ternganga.
Lalu Red membuka pintu kamar ganti itu dan Rency melihatnya.
“Ya Tuhan … kau cantik sekali, Sayang.” Rency menatapnya dengan senyum mengembang dan luas.
"Sekarang, pakai sepatumu," kata Rency sambil mengulurkan sepasang heels kulit berwarna nude.
Red hampir tersandung saat pertama kali berjalan, tapi perlahan dia menemukan keseimbangannya. Dan dia cepat belajar. Meskipun tak terbiasa, dia masih bisa berjalan menggunakan sepatu itu.
*
*
"Duduklah," Rency menyuruhnya di sofa.
Red menatap wajah wanita paruh baya yang masih begitu cantik dan tak berkerut itu.
“Kau punya kulit yang sehat, Sayang. Aku tak akan sulit meriasnya,” kata Rency.
Rency mengeluarkan pouch make up dari tas nya yang selalu dia bawa ke mana pun. Rency bekerja seperti penyihir.
Foundation yang ringan, eyeliner tipis mempertegas mata Red, dan blush on lembut memberinya cahaya alami.
Lalu Rency mengaplikasikan lipstik mauve yang membuat bibir Red terlihat penuh dan elegan.
Ketika Rency akhirnya menarik tangan Red ke arah kaca besar, Red terpana.
Wanita di cermin itu bukan lagi Red si gadis desa yang sederhana.
Rambutnya yang biasanya diikat sembarang sekarang tergerai lembut dengan waves alami.
Gaunnya memperlihatkan bahu yang ramping, dan heels membuat posturnya tegak lebih percaya diri.
"Inib… aku?"
Rency tersenyum puas. “Ya, kau sudah cantik, dan semakin cantik lagi sekarang.”
Red mengusap sudut matanya yang mulai basah, berhati-hati agar tidak merusak riasannya.
“Terima kasih, Aunty.” Red tersenyum dan merasa lebih percaya diri untuk bertemu Blue.
*
*
Ketika Red melangkah keluar butik, angin sore menerpa wajahnya. Orang-orang di sekitarnya melirik, beberapa bahkan berbalik untuk memandangnya lagi.
Ponsel Rency berdering ketika mereka masuk ke dalam mobil kembali.
“Sayang, kau di mana?” Suara Ricco terdengar dari seberang telepon.
"Aku sedang dalam perjalanan ke kantor Blue," jawabnya, suaranya lebih tegas dari biasanya.
“Oke, nanti tinggalkan mereka agar mereka bisa mengobrol berdua.”
“Ya, memang itu rencanaku.” Lalu sambungan telepon itu terputus beberapa detik kemudian.
*
*
Setibanya di kantor Blue, Rency mengantar Red ke ruangan Blue. Tapi tak ada Blue di sana.
“Kau tunggu saja di sini. Blue masih meeting dan sebentar lagi akan keluar. Aku sudah mengirimnya pesan bahwa kau ada di sini,” kata Rency.
“Aunty tak ikut makan siang bersama kami?”
“Tidak. Ini waktunya kalian berkenalan lebih dekat. Tak masalah kan jika kutinggal? Nanti telepon aku jika ada masalah.”
Red kemudian mengangguk dan tersenyum meskipun ada rasa gugup dan ragu di dalam dadanya.
“Baiklah, Aunty. Aku tak masalah.”
Rency tersenyum lalu berbalik pergi.
Red menghela napasnya dan duduk di ruangan besar itu sendirian. Namun, beberapa menit kemudian, seorang wanita masuk ke dalam ruangan itu.
“Siapa kau?” tanya wanita itu dengan pandangan penasaran.
Red berdiri dan tersenyum. “Aku Red. Aku menunggu Blue.”
“Jadi, kau Red? Wanita yang dijodohkan dengan Blue?”
Red mengangguk ragu.
“Aku … Carol, kekasih Blue. Dan kau … sukses menghancurkan hubungan kami.” Ucapan wanita itu membuat Red terkejut.