Sri tidak menyangka jika rumah tangganya akan berakhir karena orang yang paling dia cintai dan hormati, entah bagaimana dia mendeskripsikan hati yang tidak akan pernah sembuh karena perselingkuhan suami dengan perempuan yang tak lain ibunya sendiri.
Dia berusaha untuk tabah dan melanjutkan hidup tapi bayangan penghianatan dan masalalu membuatnya seakan semakin tercekik.
mampu ka dia kembali bangkit setelah pengkhianatan itu diatas dia juga memiliki kewajiban berbakti pada orangtua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 1
"Mas mau kita tinggal dirumah ibu?? ". Tanya sang istri saat mereka tengah duduk dirumah kontrakan.
Mereka telah menikah selama beberapa bulan tapi masih tinggal dirumah kontrakan.
" Iya dek, lagian bapak dan ibu kan sudah berpisah, apa kamu tidak kasihan pada ibumu??, dia tinggal sendirian loh? ". Ucapnya dengan pelan
Kedua orangtua Sri memang telah bercerai karena tidak cocok, dia ikut dengan ibunya dan ayahnya punya kehidupan lain sekarang.
Sedangkan suaminya seorang yang memiliki orang tua tapi jauh dari tempat tinggal mereka sekarang, jadi merasa tidak masalah, daripada mereka mengontrak akan lebih baik mereka tinggal dirumah orangtua istrinya sekaligus berbakti.
" Boleh juga saran kamu mas, toh ibu juga tinggal sendirian dan rumah agak besar tidak ada yang menempati, aku akan bicarakan ini sama ibu nanti".
"Iya dek".
Sri pun menelpon sang ibu menceritakan niat suaminya untuk tinggal bersama sang ibu dan disambut baik olehnya.
"Ibu tidak apa jika kami tinggal disana kan?? ". Sri kembali memastikan jika sang ibu tidak keberatan.
"Tentu tidak, rumah ini terlalu besar ibu tempati seorang diri lagian kalian berdua sama-sama bekerja pasti sibuk ".
"Makasih yah bu, rencananya besok kami akan kesana, setelah pulang bekerja".
"Iya ibu nanti masakin kalian makanan".
Irfan yang sejak tadi berada di sebelah sang istri pun kini menatap istrinya dengan penuh tuntutan.
"Ibu setuju kok mas jika kita tinggal disana". Sri melihat suaminya kini tersenyum lebar.
Irfan yang memang tampan dan berkulit putih itu semakin menawan jika tersenyum seperti itu.
"Ya sudah, kita siapkan barang kita yah". Ucapnya dengan semangat
Sri mengkerutkan keningnya melihat gelagat yang tidak biasa dari suaminya, entah mengapa dia merasakan ada yang janggal dari cara suaminya yang sangat semangat kerumah ibunya, tapi dia berusaha menepisnya, keluarga suaminya sangat jauh dan jarang bertemu mungkin suaminya sedang merindukan sosok orangtua.
Ibunya belum tua karena saat dia menikah dengan ayahnya dia masih berusia 14 tahun, karena ibunya berasal dari kampung jadi dia menikah muda, kini usianya baru 38 tahun dan wajah ibunya masih muda dan hampir seperti kakak beradik dengannya.
Keesokan harinya benar saja mereka kini sampai kerumah ibu Sri, mereka disambut biasa saja oleh sang ibu, tidak ada istimewa sama sekali.
"Ibu baik-baik saja di sini selama aku tinggal sendirian kan?? ". Tanya Sri begitu memeluk sang ibu.
Hubungan mereka memang baik tapi tak sehangat ibu dan anak pada umumnya, walau seperti itu Sri tetap menyayangi ibunya bahkan ketika dia akan menikah, ibunya tidak se antusias seperti seorang ibu pada umumnya ketika anaknya ingin menikah.
"Seperti kamu lihat, ibu baik-baik saja, ibu belum tua-tua amat untuk ditinggal sendirian". Ucapnya dengan nada biasa saja.
Ya perempuan berusia 38 tahun itu memang selalu bersikap seperti itu kepada anak perempuan satu-satunya itu.
Sri menghela nafas melihat sikap ibunya terkesan biasa saja dengannya, walau seperti itu dia berusaha untuk tetap tidak mengambil hati sikap itu karena sudah terbiasa.
" Kalian masuk saja dan bereskan barang kalian". Ucapnya membantu membawa barang-barang itu.
Kedua suami istri itu hanya saling melirik membiarkan ibu mereka membantu dan masuk kedalam rumah.
"Ibu sudah rapikan kamar kamu, kalian tinggal rapikan saja barang kalian, setelah itu kalian mandi dan makan malam".
Keduanya mengangguk tersenyum, entah apa yang dipikirkan suaminya, Sri merasakan jika suaminya sejak tadi berusaha mencuri pandang pada ibunya.
Perempuan bernama Siti itu langung keluar dari kamar sang anak membiarkan mereka membereskan barang mereka setelah membantu mengangkat barangnya masuk.
" Mas ngapain sejak tadi curi pandang pada ibu?? ". Tanyanya dengan tapan menelisik.
Irfan yang tengah membereskan barangnya langung menegang, dia tidak tahu jika istrinya memperhatikan tingkahnya.
Wajahnya berubah gugup melihat istrinya yang kini menatapnya intens dan menuntut jawaban.
" Aku hanya memperhatikan sikap ibu dan interaksi kalian berdua, aku merasakan jika kalian berdua terlihat sangat canggung dan seperti formalitas semata". Ucapnya berusaha mencari celah agar istrinya tidak curiga.
Wajah yang tadinya menuntut dan sedikit ngegas langsung berubah sendu mengingat sikap ibunya yang sejak kecil tidak pernah berubah padanya.
" Beliau sejak dulu seperti itu mas, jadi jangan diambil hati yah, aku juga tidak tahu apa sebabnya ". Ucapnya dengan sendu
Irfan kini bernafas lega, istrinya tidak lagi mempersoalkan sikapnya tadi, dia menyeka keringatnya yang tiba-tiba menetes karena tegang dan gugup
"Ya sudah tidak usah dipikirkan, itulah alasanku tadi memperhatikan ibumu, kalian seperti orang asing tinggal serumah terasa kaku dan canggung, jadi jangan pikir aneh-aneh lagi yah". Bujuknya dengan senyum manis.
Sri hanya mengangguk tersenyum, berusaha menepis kecurigaannya pada suaminya karena suaminya hanya heran saja sikap ibunya bukan yang lainnya.
" Ya sudah, kita mandi yuk, kasihan ibu kalau menunggu terlalu lama".
Mereka akhirnya mandi bersama, sedangkan diluar Siti kini merenung, entah apa yang dia pikirkan sampai tidak sadar jika anak dan menantunya telah berada dekat dengannya.
"Ibu kenapa?? ". Tanyanya dengan penasaran.
Sejak tadi dia memanggil ibunya tapi ibunya tidak menyahut, jadi dia menepuk pelan pundaknya.
"Eh kalian sudah selesai, maaf ibu sedang melamun". Siti tersenyum tipis dan pelan menatap keduanya.
"Ibu sedang melamunkan apa sampai ibu tidak dengar aku panggil, kelihatan nya serius?? ". Sri berusaha mencairkan suasana karena sejak tadi mereka sangat canggung.
"Tidak apa nak, bukan apa-apa, ayo kita makan malam, sudah ibu siapkan untuk kalian".
Mereka mengangguk dan makan bersama dalam keheningan, hanya terdengar suara sendok bersahutan di ruangan makan itu.
Setelah makan dan membereskan meja makan dan bekas makan mereka, mereka berkumpul diruang keluarga.
" Bu, boleh tidak bapak main kesini katanya dia ingin jenguk aku, mumpung aku tinggal disini ". Tanya Sri dengan hati-hati,
Dia tidak mau membuat ibunya tersinggung jika ayahnya datang kesini karena hubungan keduanya tidak begitu baik dan harmonis.
" Terserah saja sih, toh kamu memang anaknya, ibu tidak punya hak untuk melarang ayah dan anak ketemu ". Ucapnya tidak peduli.
Sri hanya bisa tersenyum paksa melihat reaksi ibunya itu, dia tidak tahu apa yang terjadi antara ibu dan ayahnya sampai hubungan mereka tidak pernah harmonis sejak dulu.
" Makasih yah bu".
"Tidak perlu sungkan, dia ayahmu, tidak ada seorangpun yang bisa mengubah garis takdir jadi tidak perlu meminta izin, asal jangan ganggu ibu saja".
Sri hanya melirik suaminya karena tidak enak, apalagi mereka baru menikah dan belum terlalu mengenal dalam karena mereka hanya berkenalan singkat sebelum menikah.
"Jangan terlalu cepat punya anak, kalian berdua baru menikah sebaiknya puas-puasin saling mengenal dan berpacaran". Siti tiba-tiba berkata dengan nada sedikit tajam.
"Apa ibu tidak suka jika aku punya anak bu???