Vanya sengaja menyamar menjadi sekretaris yang culun di perusahaan milik pria yang dijodohkan dengannya, Ethan. Dia berniat membuat Ethan tidak menyukainya karena dia tidak ingin menikah dan juga banyaknya rumor buruk yang beredar, termasuk bahwa Ethan Impoten. Tapi ....
"Wah, ternyata bisa berdiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 1
"Aigoo! Ayo buruan cium!"
Teriakan itu pecah membelah keheningan sore di sebuah kamar mewah. Vanya terhuyung ke depan, wajahnya nyaris menempel ke layar televisi 60 inci di depannya. Di tangan kirinya tergenggam erat sebuah bungkus keripik kentang rasa baru, sementara tangan kanannya sibuk menggapai remah-remah camilan yang tercecer di karpet rasfur. Fokusnya benar-benar tersedot pada dua tokoh utama dalam drama Korea favoritnya yang sedang dalam adegan klimaks. Sebuah adegan ciuman yang sudah dia tunggu-tunggu selama dua belas episode penuh.
Begitulah rutinitas harian Sang Putri Tunggal keluarga konglomerat Dirgantara. Vanya, pemilik sah dari nama yang berarti 'hadiah dari Tuhan' ini, lebih memilih menjalani peran sebagai 'Ratu Rebahan' sejati di singgasananya daripada pusing memikirkan pekerjaan. Sebuah kemewahan yang dia anggap sebagai hak prerogatif anak bungsu dari pemilik perusahaan elektronik terkemuka, El-Corp. Menurutnya, urusan kantor dan bisnis biarlah diurus oleh Vian, sang kakak lelaki, atau Papanya yang masih sehat.
"Akhirnya...." Vanya menjerit kegirangan. Dia tertawa merasa puas karena tokoh utama di layar berhasil mendapatkan ciuman yang diinginkan.
Namun, kegembiraannya mendadak terhenti.
Buk!
Sebuah bantal empuk melayang dan tepat mendarat menghantam kepalanya, membuat tubuhnya yang sedang bersemangat terhuyung ke depan. Vanya langsung menoleh, matanya melotot tajam.
Di ambang pintu, ada Vian, sang kakak yang tiga tahun lebih tua darinya, dan kedua orang tua mereka, Pak Bima dan Bu Ella.
"Kak Vian! Sakit tahu! Gimana kalau aku gegar otak! Mau tanggung jawab!?" Vanya mendesis kesal, mengusap bekas hantaman bantal.
Vian, dengan senyum usil khasnya, berjalan santai, lalu menjatuhkan diri di atas karpet rasfur yang super lembut, tanpa permisi langsung menyambar bungkus keripik kentang Vanya. "Mau jadi apa kamu setiap hari kayak gini? Udah lulus kuliah bukannya kerja, malah jadi penonton setia drama. Meskipun perempuan juga harus bekerja. Jangan manja!"
"Ih, kan ada Kak Vian. Lagian Papa juga masih sehat. Tidak perlu bantuan remeh-temehku untuk memegang perusahaan," balas Vanya, berusaha membela diri sambil memeluk erat boneka beruang raksasa yang sudah jadi temannya sejak SD.
Pak Bima, dengan senyum sabar yang disisipi rasa gemas, mendekat dan mencubit pipi putrinya. Cubitan yang sukses membuat pipi Vanya memanas. "Kamu sudah dewasa. Harus bisa cari uang sendiri. Jangan terus mengandalkan orang tua."
"Papa mau aku bekerja di perusahaan? Jadi apa? Chief Taster makanan ringan di kantin?" tanya Vanya sambil memasang wajah polosnya.
Namun, giliran Bu Ella yang mengambil alih. Wanita elegan itu tersenyum misterius sambil menyodorkan selembar kertas. "Kamu masuk ke perusahaan Sigma Corp sebagai sekretaris."
"Menjadi sekretaris? No, aku gak mau. Di perusahaan sendiri saja aku gak mau, apalagi di perusahaan orang!" tolak Vanya mentah-mentah. Ide bekerja sudah buruk, ide menjadi sekretaris adalah bencana total bagi Vanya yang sangat mendambakan hidup santai.
"Vanya, ini bukan sembarang perusahaan. Pemimpin perusahaan itu adalah Ethan Mahardika."
"Memang kenapa kalau Ethan? Aku aja baru dengar namanya," kata Vanya sambil terus memainkan bulu bonekanya.
Vian tergelak sambil mengunyah remah keripik, "Ethan, dia tampan, pintar, kaya, berwibawa, dan ... dijodohkan sama kamu."
Seketika, boneka beruang itu melayang, kali ini tepat mengenai sasaran di kepala Vian. "Kakak saja yang nikah sama dia! Ngapain aku dulu yang dijodohkan! Aku bukan barang obralan!"
"Vanya, kita memang berniat menjodohkan kamu karena dulu Papa dan mendiang Pak Davian adalah sahabat. Makanya kamu bekerja dulu di tempatnya. Agar kamu tahu persis bagaimana sifat aslinya karena saat menjadi bos pasti akan terlihat bagaimana sifatnya," jelas Pak Bima, mencoba memberikan pengertian secara serius.
Vanya mencebik. "Nggak! Gak penting juga tahu sifatnya. Aku gak mau dijodohkan. Aku gak mau menikah. Aku gak mau urus suami, apalagi hamil dan melahirkan. Gen Z ketar-ketir membayangkan semua itu!" serunya, mengutip meme populer tentang kengerian kehidupan rumah tangga.
"Ya, siapa tahu kalian cocok dan saling jatuh cinta," sela Bu Ella, buru-buru mengambil ponselnya dan menunjukkan sebuah foto. Di sana terpampang wajah seorang pria dengan rahang tegas, tatapan dingin, namun memiliki ketampanan yang tak terbantahkan.
Ya, Vanya harus mengakui bahwa pria bernama Ethan itu memang memesona. Tapi dia tetap tak siap. Married is scary!
"Kalau kamu tidak mau, Papa akan menyita semua fasilitas kamu. Mobil, kartu kredit, uang saku, dan memutus jaringan wifi di rumah ini! Biar kamu bekerja mencari uang sendiri."
Ancaman itu berhasil. Menonton drama tanpa wifi dan uang untuk camilan adalah kiamat kecil bagi Vanya.
Vian berdiri, menyodorkan kantong cemilan yang sudah hampir habis, lalu berbisik lagi dengan seringai lebar, "Gak usah takut hamil dan melahirkan. Aku dengar dia impoten," katanya, lalu cepat-cepat kabur sebelum Vanya melemparnya lagi.
"Hah? Dari mana Kak Vian tahu?"
"Sssttt, itu hanya rumor," Bu Ella merapatkan diri ke Vanya. "Rumor yang beredar karena selama ini Ethan sama sekali belum pernah dekat dengan wanita. Ethan itu sangat dingin, seperti tidak punya perasaan pada siapapun setelah kecelakaan mobil sepuluh tahun yang lalu yang merenggut nyawa Papanya. Makanya, Mamanya sangat khawatir."
Pak Bima kembali menengahi. "Begini saja. Kamu bekerja di sana selama tiga bulan. Kalau memang kamu tidak bisa menerimanya, kamu keluar. Papa akan bebaskan kamu. Terserah kamu mau apa. Mau kamu jadi pengangguran seumur hidup juga tidak apa-apa."
Vanya berpikir keras. Tiga bulan. Waktu yang cukup singkat untuk sebuah drama komedi-romantis yang akan dia buat sendiri. Senyum licik muncul di wajahnya. "Tiga bulan? Oke. Tapi ada syaratnya," Vanya menyambar kertas pengumuman lowongan itu. "Pertama, jangan komentar apapun yang akan aku lakukan di sana."
"Tidak apa-apa. Asal kamu setuju," jawab Pak Bima lega.
"Kedua, Papa harus siapkan tempat kos sederhana, dan semua barang yang sederhana. Aku mau menyamar menjadi gadis miskin."
Bu Ella dan Pak Bima saling pandang, bingung sekaligus terkejut.
Vanya menyeringai penuh kemenangan. Dia akan bekerja di bawah kendali calon tunangannya yang dingin, berwibawa, dan mungkin impoten itu, sambil menyembunyikan identitas aslinya sebagai putri konglomerat. Tiga bulan ini akan menjadi drama paling seru dan paling berantakan dalam hidupnya. Sebuah prolog sempurna untuk kisah yang kemungkinan besar akan berakhir konyol. Zaman sekarang, kedudukan yang setara memanglah penting.
"Tapi, kamu harus tetap pulang ke rumah," kata Bu Ella yang khawatir jika putrinya hidup sendiri di luar sana.
"Tentu saja, semua itu hanya untuk penyamaran kalau ada yang tanya dimana rumahku. Papa, si Ethan kan belum pernah bertemu denganku jadi sekalian saja di tes, apa dia bisa menerima gadis missqueen."
"Kamu memang terlalu sering melihat drama. Ya sudahlah, yang penting kamu tidak rebahan lagi terus-terusan di kamar." Kemudian Pak Bima dan Bu Ella keluar dari kamar Vanya.
Vanya tersenyum penuh arti. "Aku akan melakukan banyak cara agar si Ethan itu tidak suka sama aku."