NovelToon NovelToon
Cincin Peninggalan Kakek

Cincin Peninggalan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:24.9k
Nilai: 5
Nama Author: RivaniRian21

Di sebuah desa kecil di lereng Gunung Sumbing, Temanggung, hidup seorang pemuda bernama Arjuna Wicaksono. Sejak kecil, ia hanya tinggal bersama neneknya yang renta. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan saat ia masih balita, sementara kakeknya telah lama pergi tanpa kabar. Hidup Arjuna berada di titik terendah ketika ia baru saja lulus SMA. Satu per satu surat penolakan beasiswa datang, menutup harapannya untuk kuliah. Di saat yang sama, penyakit neneknya semakin parah, sementara hutang untuk biaya pengobatan terus menumpuk. Dihimpit keputusasaan, Arjuna memutuskan untuk merantau ke Jakarta, mencari pekerjaan demi mengobati sang nenek. Namun takdir berkata lain. Malam sebelum keberangkatannya, Arjuna menemukan sebuah kotak kayu berukir di balik papan lantai kamarnya yang longgar. Di dalamnya tersimpan cincin perak kuno dengan batu safir biru yang misterius - warisan dari kakeknya yang telah lama menghilang. Sejak menggunakan cincin itu, kehidupanNya berubah drastis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RivaniRian21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11 Inikah Takdir Ku?

Suara gemetar pemuda itu menarik Arjuna kembali dari keterkejutannya pada kemampuannya sendiri. Ia berbalik, dan tatapan dingin yang tadi membekukan para pengeroyoknya kini melunak, kembali menjadi sorot mata seorang Arjuna yang polos dan sedikit canggung. Ia melihat pemuda itu, yang masih berdiri mematung dengan wajah pucat pasi dan mata yang memancarkan campuran antara rasa takut dan kekaguman yang luar biasa.

"Tidak apa-apa," ujar Arjuna dengan suara lembut, mencoba menenangkan. Kata-kata itu keluar begitu saja, kontras dengan adegan brutal yang baru saja terjadi. "Semua sudah baik-baik saja sekarang. Mereka tidak akan mengganggumu lagi."

Ia melangkah mendekat, dengan hati-hati melewati salah satu preman yang masih mengerang di tanah. Ia mengulurkan tangannya, bukan untuk menyerang, melainkan untuk menepuk pelan bahu pemuda itu, sebuah gestur menenangkan yang sering dilakukan Mbah Darmi padanya dulu.

"Kamu... kamu tidak terluka, kan?" tanya Arjuna, matanya dengan tulus memeriksa kondisi pemuda di hadapannya. "Mereka tidak sempat menyentuhmu?"

Pemuda itu tersentak pelan oleh sentuhan di bahunya. Ia menggeleng kaku, lidahnya masih terasa kelu. Matanya bergerak liar dari wajah tenang Arjuna ke para preman yang terkapar, lalu kembali lagi ke Arjuna. Logikanya masih sulit memproses kejadian itu.

"Sa-saya... saya tidak apa-apa," jawabnya terbata-bata. "Tapi... kamu... bagaimana kamu..."

Arjuna tersenyum tipis, sebuah senyum yang terasa sedikit lelah. "Jangan dipikirkan. Yang penting sekarang kamu aman."

Ia kemudian berjongkok sejenak untuk memungut pisau lipat yang tadi terjatuh, membungkusnya dengan sobekan kertas dari sakunya dengan hati-hati sebelum memasukkannya ke dalam tas. Ia tidak ingin senjata itu disalahgunakan lagi atau menjadi bukti yang menyusahkan.

"Sebaiknya kita segera pergi dari sini," kata Arjuna sambil kembali berdiri. "Sebelum ada orang lain yang datang atau mereka sadar dan mencari masalah lagi."

Saran itu seolah menyadarkan pemuda itu sepenuhnya dari keterkejutannya. "I-iya, benar! Kita harus pergi!"

Arjuna mengangguk. Saat ia hendak melangkah, pemuda itu tiba-tiba membungkuk dalam-dalam di hadapannya.

"Terima kasih... terima kasih banyak, Mas! Saya... saya tidak tahu bagaimana harus membalasnya. Kalau Mas tidak ada, saya tidak tahu akan jadi apa malam ini," ujarnya dengan suara tulus yang bergetar karena emosi.

"Sama-sama. Sudah kewajiban kita untuk saling menolong," jawab Arjuna, merasa sedikit tidak nyaman dengan ucapan terima kasih yang begitu formal. Ia membantu pemuda itu untuk berdiri tegak.

"Nama saya David," kata pemuda itu sambil mengulurkan tangannya yang masih sedikit gemetar. Kali ini, tangannya tidak lagi memeluk tasnya dengan ketakutan, melainkan terulur dalam rasa terima kasih.

Arjuna menyambut uluran tangan itu. "Arjuna."

Genggaman tangan mereka terasa hangat di tengah dinginnya malam dan suasana gang yang mencekam. Itu adalah genggaman tangan antara dua anak rantau yang sama-sama berjuang, yang nasibnya baru saja bersinggungan dengan cara yang paling tidak terduga.

"Ayo, David. Kita pergi dari sini," ajak Arjuna sekali lagi.

David mengangguk cepat. Keduanya pun bergegas meninggalkan gang sempit itu, meninggalkan bayang-bayang para preman yang terkapar dan sebuah pertarungan singkat yang akan selamanya terpatri dalam ingatan David. Di jari Arjuna, cincin wasiat itu kembali terasa tenang, seolah tidurnya belum terganggu sama sekali.

Arjuna dan David berjalan cepat tanpa menoleh ke belakang, menyusuri trotoar yang remang hingga tiba di sebuah perempatan jalan yang ramai dan terang benderang. Suara klakson dan hiruk pikuk kendaraan seolah menjadi perisai yang memisahkan mereka dari bahaya yang baru saja mereka tinggalkan di gang sempit tadi.

Di bawah cahaya lampu jalan, David berhenti dan kembali menatap Arjuna. Wajahnya masih pucat, namun rasa syukurnya terlihat jelas.

"Jun, sekali lagi, terima kasih banyak," katanya dengan sungguh-sungguh. "Aku... aku tidak tahu harus bilang apa lagi. Kalau kamu tidak ada di sana..."

"Sudahlah, lupakan saja. Yang penting kamu tidak apa-apa," potong Arjuna lembut.

"Tapi ini bukan hal kecil," desak David. "Aku berhutang nyawa padamu. Setidaknya, izinkan aku mentraktirmu kopi atau apa pun besok. Boleh aku minta nomormu?"

Arjuna sedikit ragu. Ia tidak terbiasa dengan semua ini. Namun, melihat ketulusan di mata David, ia akhirnya mengangguk dan menyebutkan nomor ponselnya yang ia hafal di luar kepala.

"Pasti akan aku hubungi besok!" janji David sambil menyimpan nomor itu di ponselnya yang layarnya sudah sedikit retak. "Kosku tidak jauh dari sini. Kamu ke arah mana?"

"Aku harus naik angkot lagi ke arah Tambun," jawab Arjuna.

"Baiklah. Hati-hati di jalan ya, Jun. Semoga kita bisa segera bertemu lagi dalam situasi yang lebih baik."

"Iya, kamu juga hati-hati," balas Arjuna.

Setelah berjabat tangan sekali lagi, mereka pun berpisah. David berjalan ke satu arah, sementara Arjuna menunggu angkot di sisi jalan yang lain.

Sepanjang perjalanan pulang di dalam angkot yang tidak terlalu ramai, pikiran Arjuna mulai berkecamuk. Adrenalin dari pertarungan telah sepenuhnya surut, meninggalkan ruang hampa yang kini diisi oleh rentetan kejadian hari ini.

Pagi tadi, ia merasa begitu kecil dan hina di hadapan kemegahan UNG dan para mahasiswanya. Ia merasa tak berdaya, direndahkan hanya karena penampilannya. Namun, beberapa jam kemudian, di sebuah gang gelap, ia menghadapi enam preman dan merasa begitu... kuat. Begitu tenang. Begitu mampu.

Kontras itu terlalu tajam untuk diabaikan.

Ia mengangkat tangan kanannya, menatap cincin perak dengan batu safir biru yang melingkar di jari manisnya. Di bawah cahaya lampu angkot yang kekuningan, cincin itu tampak biasa saja, sebuah perhiasan tua yang kusam. Tapi Arjuna tahu, benda ini jauh dari kata biasa.

Ia memutar ulang kejadian-kejadian sejak ia memakai cincin ini. Aksi nekatnya mengejar copet dan melompati mobil saat menyelamatkan Amira. Kemampuannya menyerap informasi dengan cepat saat mencari info beasiswa di warnet. Ketenangannya saat menghadapi kamar kos yang angker. Dan yang paling luar biasa, pertarungan tadi.

Gerakan-gerakan itu... refleks itu... kekuatan itu... semua terasa asing sekaligus familiar. Tubuhnya bergerak seolah memiliki kemauannya sendiri, dibimbing oleh pengetahuan bertarung yang tak pernah ia pelajari seumur hidupnya.

"Nasihat Eyang Prabu..." gumamnya sangat pelan, nyaris tak terdengar. "Kekuatan sejati bukan pada benda, tapi pada hati yang tulus... Gunakan untuk kebaikan..."

Kini ia mengerti. Nasihat itu bukan sekadar kiasan moral. Itu adalah sebuah instruksi. Sebuah peringatan.

Cincin ini bukan hanya sebuah warisan. Ini adalah sumber kekuatan. Sebuah keajaiban yang nyata.

Kesadaran itu menghantamnya dengan telak. Selama ini ia hanya menganggapnya sebagai benda keberuntungan, tapi kini ia sadar bahwa ia telah diberi sesuatu yang jauh lebih besar. Sesuatu yang bisa mengubah nasibnya, tetapi juga bisa membawanya ke dalam bahaya yang lebih besar. Sesuatu yang mungkin menjadi alasan mengapa kakeknya menghilang dan mengapa neneknya sempat ragu untuk memberikannya.

Angkot berhenti tepat di dekat gang kosnya. Arjuna turun dan berjalan dalam diam, pikirannya masih berkelana. Ia tiba di depan kamar nomor 13, membuka pintu, dan masuk ke dalam ruangan kecil yang kini menjadi dunianya.

Ia duduk di tepi kasur, menatap lurus ke dinding yang kosong. Keheningan malam seolah memperkuat suara di dalam kepalanya. Ia ditakdirkan untuk miskin dan berjuang, atau... inikah jalan yang sebenarnya telah disiapkan untuknya? Sebuah jalan yang dipenuhi keajaiban, misteri, dan tanggung jawab yang berat.

Ia mengangkat tangannya lagi, membiarkan cahaya lampu kamar yang redup menyinari batu biru di cincinnya.

"Apa ini..." bisiknya pada keheningan kamarnya yang sunyi. "...sudah takdirku?"

Pertanyaan itu menggantung di udara, tanpa jawaban. Namun Arjuna tahu, mulai malam ini, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Ia bukan lagi sekadar Arjuna Wicaksono, anak desa yang mencari peruntungan. Ia adalah penjaga sebuah wasiat kuno, pemegang sebuah kekuatan misterius. Dan ia harus belajar untuk hidup dengan takdir itu.

1
agus purnomo
kopi plus vote suhu
biar nulisny makin lancar...💪
Was pray
kalau merasa terbebani dengan cincin warisan kakeknya ya dilepas saja Juna, daripada kamu mengeluh terus, kayaknya gak ikhlas menerima takdirmu juna
Aman Wijaya
jooooz jooooz gandos lanjut terus
Aman Wijaya
lanjut terus Thor
Aman Wijaya
top markotop ceritanya Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll lanjut terus
4U2C
𝘆𝗮 𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗮𝘀𝗮𝗹 𝘂𝘀𝘂𝗹𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝗿 𝗽𝗮𝗿𝗮 𝗿𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 𝘀𝘂𝗸𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗸𝗶𝘀𝗮𝗵𝗺𝘂..
4U2C
𝗷𝗮𝘂𝗵𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴-𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗸𝗮𝗺𝘂 𝘀𝗲𝗻𝗱𝗶𝗿𝗶 𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘀𝗼𝘀𝗼𝗸 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗻𝗴𝗴𝘂𝗵 𝗻𝘆𝗮,,𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝘀𝘂𝗹𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗺𝘂 𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶𝗻𝘆𝗮,,𝗹𝗶𝗵𝗮𝘁 𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗮𝗽𝗮-𝗮𝗽𝗮 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝘂𝗻𝘀𝘂𝗵𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮-𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮..𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗹𝗮𝗵 𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝘂𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝗺𝗽𝘂..𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗴𝗶𝘂𝗿 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝗿𝗮𝘆𝗮..
4U2C
𝗽𝗮𝗰𝗮𝗿 𝗺𝗶𝗮 𝗥𝗜𝗔𝗡 𝗱𝗶𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝗦𝗜𝗡𝗧𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗗𝗜𝗢𝗡,,𝗮𝗽𝗮 𝗮𝗱𝗮 𝗵𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗗𝗜𝗢𝗡 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔 𝘆𝗮,,𝗱𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗴𝗶 𝗸𝗲𝗺𝗮𝗻𝗮 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗶𝗯𝘂 𝗟𝗜𝗔𝗡𝗔 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔,,𝗺𝗲𝗹𝗮𝗺𝘂𝗻,𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗺𝗲𝗹𝗼𝗻𝗴𝗼..𝗮𝗸𝘂 𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻𝗸𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗲𝗸𝗮𝘁 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝘀𝗲𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮..𝗺𝗮𝘂 𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮 𝗮𝗷𝗮 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀,,𝗱𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁𝗶 𝗴𝗮𝗱𝗶𝘀 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮,,𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗠𝗜𝗔 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗔𝗨𝗟𝗜𝗔,,𝗽𝘂𝘁𝗿𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮..
agus purnomo
kopi lagi suhu
Aman Wijaya
lanjut terus Thor semangat semangat ditunggu lagi updatenya 💪💪💪 sehat selalu untukmu Thor sehingga bisa berkarya terus
Aman Wijaya
Arjuna rasa disidak seperti seorang terpidana lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll Thor 💪💪💪
Aman Wijaya
babat semuanya Juna jangan beri ampun bikin mereka semua tidak bisa bangun
Aman Wijaya
top top markotop lanjut terus Thor semangat semangat semangat
Aman Wijaya
lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz jooooz pooolll Thor lanjut terus
Rita Natalia
Dion siapa ya ?
Achmad
ayo Thor lanjut semangat jangan kendor
Achmad
semangat Thor lanjut semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!