NovelToon NovelToon
Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / Percintaan Konglomerat / Identitas Tersembunyi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Portgasdhaaa

Dulu, dia hanyalah seorang anak jalanan—terlunta di gang sempit, berselimut kardus, hidup tanpa nama dan harapan. Dunia mengajarinya untuk tidak berharap pada siapa pun, hingga suatu malam… seorang gadis kecil datang membawa roti hangat dan selimut. Bukan sekadar makanan, tapi secercah cahaya di tengah hidup yang nyaris padam.

Tahun-tahun berlalu. Anak itu tumbuh menjadi pria pendiam yang terbiasa menyimpan luka. Tanpa nama besar, tanpa warisan, tanpa tempat berpijak. Namun nasib membawanya ke tengah keluarga terpandang—Wijaya Corp—bukan sebagai karyawan, bukan sebagai tamu… tapi sebagai calon menantu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Portgasdhaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Arka : Pria Tanpa Identitas

Ruangan besar bergaya klasik itu dipenuhi oleh anggota keluarga besar yang mengenakan pakaian formal. Langit-langitnya tinggi, lampu gantung kristal berkilauan seperti bintang yang menggantung di malam gelap. Aroma teh melati dan parfum mahal bercampur di udara, namun tak mampu menutupi suasana tegang yang menyelimuti setiap sudut ruangan.

Semua orang di sana dipenuhi rasa penasaran sekaligus cemas, karena bukan hal biasa mendapati hampir seluruh anggota keluarga berkumpul bersama seperti ini kecuali ada hal yang sangat penting yang perlu dibahas.

Di ujung meja panjang yang dipenuhi buah, kue-kue kering, dan hidangan mewah, duduk seorang pria tua berambut putih rapi. Tatapannya tajam, penuh wibawa. Dia adalah Tuan Wijaya, kepala keluarga sekaligus pendiri kerajaan bisnis Wijaya Group. Salah satu raksasa bisnis di kota Bandung.

Semua orang di ruangan itu menunduk hormat padanya, situasi yang tidak dapat ditemukan di keluarga biasa.

Meski pun umurnya hampir tujuh puluh tahun, tidak ada satu orang pun yang ragu akan seberapa besar pengaruhnya di kota bandung bahkan indonesia.

"Kita tidak akan berlama-lama," ucap Tuan Wijaya dengan suara rendah tapi berwibawa. "Hari ini, aku ingin mengumumkan perjodohan Laras."

Bisik-bisik langsung memenuhi ruangan. Beberapa wajah menunjukkan keterkejutan, beberapa lagi terlihat penasaran. Di antara mereka, duduk seorang gadis muda dengan rambut terurai panjang sedikit ikal di ujungnya. Tatapannya dipenuhi rasa bingung sekaligus terkejut. Dia adalah Laras, salah satu cucu Tuan Wijaya.

"Laras akan menikah dengan... Arka," lanjut sang kakek.

Seketika semua membeku. Termasuk Laras.

“Arka? Siapa itu?”

“Apakah diantara kalian ada yang mengenalnya?”

“Dia anak keluarga mana?”

“Aku baru mendengar namanya.”

“Apakah dia artis? Dokter? Atau bintang film yang lagi naik daun?”

Bisik-bisik mulai memenuhi ruangan itu.

Beberapa anggota keluarga saling menatap, kebingungan. Tak ada satu pun yang tahu siapa yang dimaksud. Nama itu asing. Tidak ada yang pernah mendengarnya ataupun melihatnya.

“Maaf, Ayah…”

Semua mata kini beralih pada seorang wanita paruh baya yang duduk di sisi kanan meja, mengenakan kebaya krem elegan. Wajahnya terlalu cantik untuk seorang yang hampir kepala empat. Sementara matanya terlihat jelas menyiratkan kegelisahan.

Dia adalah ibu Laras. Ratna Wijaya.

“Ini… terlalu mendadak. Kami, sebagai orang tua, bahkan tidak diberi tahu apa pun tentang rencana ini. Siapa Arka? Dari mana asalnya? Apa yang membuat Ayah begitu yakin menyerahkan masa depan Laras padanya?”

Laras menatap ibunya, wajahnya seperti ingin menangis namun juga bingung.

Tuan Wijaya menghela napas pelan. “Aku tahu ini mengejutkan. Tapi aku sudah mempertimbangkan semua hal.”

Dari sisi kiri meja, seorang pria yang sejak tadi diam, berdiri dan angkat bicara. Suaranya berat dan terdengar tegas.

“Kalau memang sudah dipertimbangkan, setidaknya ayah membicarakannya terlebih dahulu dengan kami. Bagaimanapun Laras adalah anak kami” ucapnya dengan nada yang sedikit tinggi. Dia adalah Aditya Wijaya, ayah Laras.

“Kami tidak bermaksud menentang, Ayah. Tapi kami juga punya hak sebagai orang tuanya. Juga Laras bukanlah anak kecil lagi, dia berhak tau siapa orang yang akan menjadi suaminya. Lagi pula siapa Arka? Tidak ada satu pun yang disini tahu!” Nafasnya terengah-engah, harga dirinya sebagai ayah sedikit terpukul.

Tatapan Tuan Wijaya sedikit mengeras.

“Diam!”

“Di sini aku tidak berniat meminta restu atau pun pendapat kalian, Aku memberi perintah!”

Aditya mengepalkan tinjunya, dia menarik nafas pelan seraya kembali duduk dengan wajah yang tidak puas. Aditya tau di sini yang paling berkuasa adalah ayahnya, dia tidak berani menentang lebih jauh.

Sementara Ratna menggenggam erat tangan putrinya, dia juga tidak berani kembali bersuara.

Semua terdiam. Kini ruangan itu kembali hening.

Tepat setelah itu pintu ruangan berderit pelan. Seorang pelayan masuk sembari membungkukkan badanya.

“Tuan, beliau sudah datang.”

Semua orang menoleh, tidak ada satupun orang di sana yang tidak penasaran. Tentu saja kecuali Tuan Wijaya.

“Suruh dia masuk.” Ucapnya sembari mengangguk.

Semua orang memfokuskan pandanganya ke arah pintu. Bahkan beberapa tidak sedikit pun mengedipkan matanya.

Perlahan suara langkah kaki mulai terdengar.

Seorang pemuda melangkah masuk. Tubuhnya tegap, dengan setelan jas hitam sederhana tanpa hiasan mencolok. Wajahnya yang tampan terlihat tenang, namun menyimpan sorot mata dingin yang tak bisa dibaca. Rambutnya hitam pekat, sedikit berantakan, seolah ia tidak terlalu peduli pada penampilan.

Langkah-langkahnya mantap, tanpa ragu. Meskipun semua mata tertuju padanya, dia sama sekali tidak terlihat gelisah.

Pemuda itu menunduk sedikit, memberi hormat dengan tenang pada Tuan Wijaya, lalu pada seluruh ruangan. Tidak ada senyum di wajahnya, tidak pula kesombongan. Yang ada hanyalah kesan percaya diri serta sorot mata yang sedikit misterius.

“Nama saya Arka.” Ucapnya singkat memperkenalkan diri. Membuat semua orang yang ada disana semakin penasaran.

“Hanya Arka? Siapa nama keluargamu? Kamu berasal dari mana?” Ucap salah satu wanita yang merupakan bibi Laras, dengan nada sedikit menekan dan tatapan merendahkan.

“Juga apa pekerjaan kamu?” Sahut Melati bibi laras yang lain.

Arka hanya diam, matanya menyapu seluruh ruangan dan berhenti pada tatapan laras. Mereka saling berpandangan beberapa saat membuat jantung laras sedikit berdegup kencang.

Laras mengalihkan pandanganya, bertanya pada diri sendiri dengan apa yang dia rasakan.

Tatapan itu... Laras seolah merasa tidak asing dengannya. Apakah mereka pernah bertemu sebelumnya? Laras sama sekali tidak ingat.

Tatapan yang dingin. Tapi Laras merasakan sesuatu seperti kehangatan di baliknya.

Namun sebelum Laras bisa mencari jawaban atas kegelisahan dalam hatinya, suara tajam kembali terdengar dari meja seberang.

“Jadi... tidak ada keluarga? Tidak jelas asal usulnya? Ini sungguh memalukan, Ayah,” ucap Gunawan Wijaya, adik kedua dari Aditya, sambil menatap sinis ke arah Arka. “Kita ini keluarga terpandang. Nama besar Wijaya Group tidak bisa sembarangan disatukan dengan seseorang yang bahkan tak punya asal-usul.”

Melati, istri Gunawan, ikut menimpali, “Laras itu pantas mendapatkan seseorang yang setara. Lihat anak kita, Rafael. Baru saja menyelesaikan S2 di Inggris, tampan, cerdas, dan jelas darah Wijaya. Mengapa bukan dia saja yang dijodohkan dengan Laras?”

Bisik-bisik yang sempat mereda kembali menguat. Nama Rafael disebut-sebut sebagai cucu kebanggaan yang sering dipamerkan ke kolega bisnis.

Sementara itu, Laras duduk membeku di tempatnya. Ia bisa merasakan ketegangan dari setiap sudut ruangan. Semua seperti menekan dirinya dan lelaki itu.

Arka masih berdiri tegap. Sorot matanya tenang, seolah tidak terpengaruh oleh hinaan yang dilontarkan ke arahnya.

“Aku tidak punya keluarga,” jawabnya datar. Suaranya tidak keras, tapi cukup untuk membungkam semua pembicaraan. “Dan aku tidak datang ke sini untuk menjelaskan siapa aku. Aku datang karena Tuan Wijaya memintaku.”

Kalimatnya sederhana, namun cukup untuk membuat beberapa orang menelan ludah.

Tuan Wijaya menyandarkan tubuhnya ke kursi, tangannya menyatukan jari-jemari dengan tenang. “Cukup!” ucapnya singkat.

“Tapi...” Melati masih ingin protes, namun kali ini tatapan tajam Tuan Wijaya membuatnya bungkam.

Laras menatap Arka sekali lagi. Jantungnya masih berdebar tidak karuan. Pemuda itu terlalu misterius.

Dan saat tatapan mereka kembali bertemu, untuk sepersekian detik, Laras melihat senyum kecil yang sangat samar. Begitu halus dan cepat, hingga ia sendiri tak yakin apakah itu nyata atau hanya perasaannya saja.

“Mulai hari ini, Arka akan tinggal di rumah paviliun belakang,” ujar Tuan Wijaya. “Dalam satu bulan pernikahan akan diadakan!”

Kalimat itu adalah akhir dari segalanya. Tak ada yang bisa menentang.

Laras hanya bisa menatap meja di depannya. Hatinya berkecamuk. Dia tidak mengenal lelaki itu. Tapi seperti ada sesuatu yang membuatnya merasa familiar.

Satu persatu orang yang ada di sana mulai meninggalkan ruangan. Hanya menyisakan Arka dan tuan Wijaya di sana.

“Sebaiknya kita mengobrol di ruanganku.” Ucap tuan wijaya,kini dengan suara yang lebih lembut.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!