NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Pengantin Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Menikah dengan Kerabat Mantan
Popularitas:91.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Ghina

Kekhilafan satu malam, membuat Shanum hamil. Ya, ia hamil setelah melakukan hal terlarang yang seharusnya tidak boleh dilakukan dalam agama sebelum ia dan kekasihnya menikah. Kekasihnya berhasil merayu hingga membuat Shanum terlena, dan berjanji akan menikahinya.

Namun sayangnya, di saat hari pernikahan tiba. Renaldi tidak datang, yang datang hanyalah Ervan—kakaknya. Yang mengatakan jika adiknya tidak bisa menikahinya dan memberikan uang 100 juta sebagai ganti rugi. Shanum marah dan kecewa!

Yang lebih menyakitkan lagi, ibu Shanum kena serangan jantung! Semakin sakit hati Shanum.

“Aku memang perempuan bodoh! Tapi aku akan tetap menuntut tanggung jawab dari anak majikan ayahku!”



Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14. Diam-Diam Ada Yang?

Ia merogoh tas kecilnya, mengambil dompet dari kompartemen dalam. Tanpa ragu, ia mengeluarkan uang tunai. “Shanum ambil, Bu. Bayar langsung dua bulan dulu, ya?”

Mata Bu Erni membelalak senang. “Masya Allah, rejeki. Boleh banget, Nak. Tapi kamu yakin? Nggak perlu DP dulu aja?”

Shanum tersenyum tipis. “Shanum yakin, Bu. Kost'an ini terasa nyaman. Shanum mau langsung pindah malam ini juga, kalau boleh.”

“Tentu boleh. Nanti saya minta tolongin anak saya bantuin angkat barangnya. Kamu mau bawa banyak?”

“Enggak, cuma beberapa tas aja. Barang Shanum juga belum banyak,” jawab Shanum.

Tia memeluk lengan Shanum, tampak ikut senang. “Akhirnya kamu punya tempat tinggal yang cocok. Jangan lupa kasih tahu suaminya biar tahu.”

“Terima kasih, Mbak Tia. Sekarang jadi nggak capek pulang pergi,” kata Shanum lirih, suara sedikit bergetar. Ia menggenggam tangan teman kerjanya erat. Ada rasa haru menyelinap diam-diam.

Bu Erni mengeluarkan buku tulis catatan penyewa. Ia mencatat nama lengkap Shanum, nomor KTP, dan tanggal masuk. Setelah menuliskan semua data, ia memberikan kunci kamar yang tergantung di gantungan karet berwarna merah.

“Nah, ini kuncinya. Kalau butuh bantuan nanti malam, tinggal panggil saya aja. Saya tidur di kamar depan, deket dapur.”

Shanum menerima kunci itu seperti menerima sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar tempat tinggal. Rasanya seperti mengembalikan kendali atas hidupnya. Meskipun pelan-pelan, ia sedang menata kembali dirinya yang sempat goyah.

“Terima kasih banyak, Bu Erni.”

“Sama-sama, Shanum. Semoga betah, ya.”

***

Perjalanan pulang ke toko kue terasa ringan. Mereka berjalan lambat karena Shanum masih sesekali menahan nyeri di punggung, tapi wajahnya terlihat lebih cerah dari sebelumnya.

“Belum jam satu. Kita masih sempat makan berat sebelum lanjut kerja,” kata Tia sambil menguap kecil.

“Makan sambil nyicil mimpi,” jawab Shanum bercanda, dan mereka berdua tertawa kecil.

Saat kembali ke dapur belakang, Yogi yang masih duduk sambil memakan donat segera berdiri.

“Gimana, Sha? Jadi liat kost'an?”

“Jadi. Dan langsung bayar dua bulan,” jawab Shanum mantap.

“Wah, mantap! Selamat ya! Nanti aku bantuin pindahan kalau malam,” tawar Yogi sambil mengangkat jempol.

“Terima kasih, Mas Yogi. Tapi barang Shanum dikit, kayak hidupku,” candanya ringan. Tia sampai tergelak.

Namun di balik canda itu, Shanum menyimpan kelegaan dalam diam. Ia sudah menemukan tempat baru untuk memulai, menjauh dari bayang-bayang hubungan yang tak menentu, dari Ervan dan semua luka yang masih menggantung. Setidaknya malam ini, ia punya ruang aman untuk menangis atau tersenyum tanpa harus berpura-pura.

***

Mobil hitam mengilat itu melaju pelan di jalanan kota, melewati padatnya siang dan hiruk-pikuk kendaraan. Di kursi belakang, Ervan duduk bersandar dengan lengan terlipat di dada. Sorot matanya tajam menatap keluar jendela, namun pikirannya tidak setenang tampaknya. Ia menahan napas panjang, lalu mengembuskannya kasar.

“Ke restoran itu aja, Rian. Yang biasa saya datangi ....” Ia menggantung ucapannya, mendongak ke langit-langit mobil.

Rian, sang sopir, tak berani bertanya lanjut. Ia cukup tahu maksud tuannya.

“Baik, Pak.”

Sepanjang perjalanan, Ervan tak berkata sepatah pun. Ponselnya ia letakkan begitu saja di sebelah, enggan disentuh. Pikirannya seperti terperangkap dalam suara-suara yang tidak kunjung reda. Suara desahan Shanum. Suara laki-laki asing itu, menghantuinya.

Ia mengetukkan jari ke lututnya. “Apa yang sebenarnya dia cari dari semua ini? Bukankah aku sudah menikahinya? Apa dia sengaja? Atau aku yang terlalu curiga?”

Shanum tidak mencari apa pun, tapi Ervan-lah mencari sesuatu dari gadis yang tidak ia akui sebagai istrinya. Kenapa? Apakah sudah mulai tertarik dengan mantan kekasih adiknya?

Lebih tepatnya, jiwa Ervan penasaran dengan sosok yang terang-terangan tidak ada rasa suka dengannya. Bahkan, tidak menuntut ini itu, padahal sudah jelas pernikahan mereka sah secara agama dan hukum. Harga diri, status sosial Ervan merasa tidak ada apa-apanya di hadapan gadis itu

Mobil berhenti di depan sebuah restoran bergaya industrial minimalis, dengan jendela besar yang menampilkan deretan tanaman hijau merambat di dinding. Tempat itu tenang. Seharusnya bisa menenangkan.

Ervan masuk ke dalam, langsung memilih meja di pojok yang menghadap ke luar. Pelayan menghampiri, mencatat pesanannya tanpa banyak bicara.

“Seperti biasa,” ujar Ervan singkat. “Steak, medium rare. Sama es teh lemon.”

Sambil menunggu, ia mencoba memejamkan mata. Mencoba mengabaikan bayangan-bayangan yang menghantam pikirannya. Tapi suara itu datang lagi.

“Shanum tidak akan menuntut apa pun, hanya butuh status, sampai anak yang Shanum kandung lahir.”

Ia membuka matanya cepat, mendadak gelisah. Tangannya mengepal, rahangnya mengeras. Otaknya berdebat sendiri.

“Sudahlah, itu cuma kebetulan. Bisa saja suara wanita lain.” Tapi bagian dalam dirinya menolak. Ia kenal suara itu. Terlalu kenal.

Hidangan datang, aromanya menggoda. Tapi bahkan setelah potongan pertama ia iris dan masukkan ke mulut, rasa daging yang dulu ia nikmati terasa hambar.

Ia meletakkan garpu dan pisau, memijat pelipis. “Gila. Ini gila.”

Rian masuk ke restoran setelah dapat sinyal dari pelayan, lalu berdiri mendekat. “Pak, semuanya baik-baik saja?”

Ervan menatap piring di hadapannya, lalu mendongak pelan. “Antar saya ke rumahnya Shanum.”

Rian menahan napas, mengangguk cepat. “Baik, Pak.”

***

Mobil kembali melaju. Kali ini menuju sebuah kawasan perumahan sederhana di pinggir kota. Rumah orang tua Shanum terletak di gang kecil yang cukup untuk satu mobil lewat. Ervan duduk lebih tegak, tangannya bertumpu pada lutut, seperti hendak menghadapi sesuatu yang penting namun belum siap.

Begitu sampai, mobil berhenti beberapa meter dari rumah itu. Rumah bercat krem dengan pagar besi hitam yang terlihat sepi. Tirai jendela tertutup. Tak ada tanda kehidupan.

Rian menoleh ke belakang. “Kita turun, Pak?”

Ervan tak menjawab. Ia menatap rumah itu dalam diam, lama.

“Tidak. Saya tunggu di sini saja.”

Jam di dashboard menunjukkan pukul 13.47 wib. Ia mencondongkan tubuh, mencoba melihat apakah ada bayangan di balik tirai. Tapi nihil.

Setengah jam berlalu. Tidak ada siapa pun yang keluar atau masuk. Bahkan suara dari dalam rumah pun tidak terdengar.

Rian menengok lagi. “Pak, mungkin memang sedang tidak ada orang di rumah. Mau saya cek?”

“Jangan,” potong Ervan cepat. “Kita tunggu saja.”

Namun satu jam berlalu. Matahari makin tinggi. Suara anak-anak bermain di ujung gang mulai terdengar. Tapi rumah itu tetap senyap. Ervan mulai kehilangan kesabaran.

Ia menatap ponselnya, membuka kontak Shanum, menatap nama itu lama sekali. Jemarinya sempat menyentuh ikon pesan, namun kembali mundur.

“Apa aku segini tidak berartinya sampai dia tidak mau muncul sedikit pun? Atau setidaknya menjelaskan sesuatu padaku?” gumamnya pelan, seperti bertanya pada dirinya sendiri.

Bersambung .... ✍️

1
Devy
good
anggraeni utami
bagus
gemar baca
kan...kan...sakit to hatinya,tapi egonya kegedean sih...
Kusii Yaati
kok aq jadi gregeten sendiri sama Ervan /Angry/
Yati Siauce
bpknya ervan aj baik..kok emak ama bpknya shanum gak baik
hasatsk
Ervan Bimbang pada 2 pilihan apakah tetap bersama shanum di RS atau menepati janji makan malam dengan meidina.....
Rubiyanti
masih ada yg baik pada shanum
Titi Liana
menarik
Ila Lee
akhirnya jatuh juga air mata ku Thor sedih Hami tampa perhatian suami di buang keluarga sendiri😭😭😭😭😭😭
anonim
bagus ceritanya
anonim
pak Wijatnako mau bawa maid ke rumah sakit untuk nemeni Shanum bahaya tidak tuh....jangan sampai maidnya mamanya Ervan yang sudah didoktrin untuk mencelakai Shanum
Suriani Paturusi
lanjuttt....😊
K4RL4
lanjut mommy...😊
K4RL4
papa mertua idaman. msh ad yg sayang sama kamu, shanum.
Wiek Soen
semoga saja shanum selalu mendapatkan perlindungan dari papa wijatnoko
Tuti Chandra
bahagia selalu buat shanum .semoga shanum selalu dlm lindunganya dan dijauh kan dr orang yg niat jahat padanya.
Tuti Chandra
papa mertua yg punya hati yg mulia ngga seperti adiba yg busuk hatinya.
☠ᵏᵋᶜᶟ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳ɳҽˢ⍣⃟ₛ♋
terimakasih papa sudah membela shanum
Nar Sih
tuh ervan dgr kan nasehat papa mu ,klau ngk bisa mencintai jgn menyakiti ,bljar koreksi diri juga sikap mu pd shanum
Inooy
👏👏👏👏 bagus paaa,,aq suka..aq sukaaaa...

pokok nya paa klo Ervan macam2 lg ma Shanum,,jauhkan Shanum sejauh jauh nya utk menjaga kewarasan Shanum..dn biar Ervan bisa introspeksi diri...
bener2 gedeg aq ma Mr.Arogaaann 😬😬
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!