NovelToon NovelToon
Menjadi Ibu Susu Anak CEO Dingin

Menjadi Ibu Susu Anak CEO Dingin

Status: tamat
Genre:Balas Dendam / CEO / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kontras Takdir / Chicklit / Ibu susu / Tamat
Popularitas:856.1k
Nilai: 5
Nama Author: zenun smith

Setelah kehilangan anaknya dan bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang penghinaan dari suami serta keluarganya, Amira memilih meninggalkan masa lalu yang penuh luka.

Dalam kesendirian yang terlunta-lunta, ia menemukan harapan baru sebagai ibu susu bagi bayi milik bukan orang sembarangan.

Di sana-lah kisah Amira membuang kelemahan di mulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Awal Mula

Seorang bayi tampak gelisah dalam tidurnya. Nafasnya tiba-tiba menjadi cepat, dan suhu tubuhnya juga meninggi. Di tengah malam yang sunyi, Amira terbangun oleh suara gumaman tak jelas dari putranya yang baru berusia sembilan bulan.

Dengan hati-hati ia meraba kening anaknya. Seketika matanya membelalak karena wajah mungil itu memerah, terasa panas membara.

"Ya Allah! Galen! Nak!" serunya panik.

Tanpa pikir panjang, Amira segera turun dari ranjang. Ia menggendong tubuh kecil itu dengan penuh cemas, pergi ke kamar suami, berniat membawanya ke rumah sakit secepat mungkin.

Amira memang jarang tidur dengan suaminya, sebab terkadang suaminya memang tak ingin tidur lagi bersamanya sejak ia melahirkan dan terkesan mengejek tubuhnya yang tidak lagi semenarik dulu setelah melahirkan anak pertama mereka.

"Mas! Anak kita!" teriak Amira dengan raut wajah semakin khawatir.

Kriet.

Pintu salah satu kamar terbuka, keduanya tinggal di rumah keluarga suami Amira setelah resmi menikah. Keluarga suaminya memang tidak kaya raya namun masih terbilang orang berada karena rumahnya lumayan besar dengan lima kamar tidur. Mereka tinggal bersama mertua Amira dan beberapa saudara suaminya.

"Apaan sih, malam-malam begini teriak! Sudah gak bisa merawat tubuh dan jadi jelek, sekarang kamu sudah mulai berani teriak-teriak di rumah ini!" bukannya bertanya dengan benar, Ardi malah membentak dengan tak sabar.

Amira memeluk anaknya yang lemas, raut mukanya begitu cemas. "Mas Ardi, Galen demam tinggi. Kita bawa ke dokter yuk, Mas."

Ardi melotot, nada suaranya tinggi, "Dokter? malam-malam begini? Emangnya kamu pikir duit kita numpuk? Daun saga banyak di belakang rumah. Bejek aja, airnya kasih ke dia."

"Tapi... Galen nggak mau minum apa-apa, Mas. Bahkan air putih pun ditolak," Amira membela diri. Sebenernya dia belum mencoba apa yang dikatakan Ardi, tapi melihat kondisi anaknya yang mengkhawatirkan, Amira langsung merujuk ke rumah sakit.

Seluruh keluarga Ardi keluar kamar termasuk ibunya yang langsung menginterupsi, "Iya tuh, kamu itu ngurus anak kayak nggak niat. Dikit-dikit panik, belum apa-apa udah ngajak ke RS. Zaman dulu, ibu juga ngurus anak-anak sendiri, sehat-sehat aja tuh."

Amira diam, memeluk anaknya lebih erat. Matanya menatap Ardi, berharap suaminya berubah pikiran. "Aku cuma takut Galen kenapa-kenapa."

Ardi menghela napas dengan kasar lalu membentak lagi, "Kalau kamu takut terus, ya gak bakal selesai! Anak dikit-dikit panas langsung nyerah. Coba dulu, jangan nyusahin orang!"

"Bener! jangan dikit-dikit pakai obat kimia, nggak bagus. Cobalah kamu banyak belajar cara mengobati mandiri. Kamu itu harus hemat, tahu sendiri miskin itu nggak enak. Jadinya harus pandai lah kamu mengunakan uang suami. Jangan boros-boros." Timpal Kakak ipar Amira.

Air mata Amira mulai jatuh, tapi dia hanya mengangguk kecil. Tak ada kekuatan untuk membantah lebih jauh, terlebih saudara suami juga ikutan provokasi agar Galen sebaiknya diobati di rumah. Tapi rasa khawatir yang semakin membuncah membuat Amira berusaha sendiri tanpa melibatkan suaminya. Dia diam-diam keluar, mendatangi salah satu tetangga yang dirasa baik terhadapnya selama ini untuk meminjam uang.

Beruntung sang tetangga yang tidak merasa terganggu dengan kehadiran Amira malam-malam, bersedia meminjamkan uang dua ratus ribu. Hanya itu yang bisa tetangganya kasih karena dia pun ekonominya tak seberapa. Setidaknya tetangganya tersebut lebih punya empati daripada Ardi dan keluarganya.

Sesampainya di rumah sakit, kondisi Galen semakin memburuk. Sepanjang perjalanan, tubuh kecilnya beberapa kali mengalami kejang hebat. Wajahnya pucat pasi, nyaris kebiruan. Bola matanya bergerak tak terarah, menjulang ke atas. Tanpa banyak waktu terbuang, ia segera dilarikan ke ruang Unit Gawat Darurat.

Di luar ruangan, Amira berdiri kaku. Jantungnya berpacu tak menentu dengan napasnya yang tersengal oleh kecemasan yang tak mampu lagi dibendung. Jemarinya gemetar hebat.

Beberapa waktu kemudian, pintu UGD terbuka. Seorang dokter keluar dengan wajah datar yang berusaha tetap tenang. Ia menyampaikan kenyataan dengan setenang mungkin.

Namun, tak ada cara menyampaikan kematian yang benar-benar lembut bagi seorang ibu. Kata-kata itu, meski dibalut ketenangan, tetap menembus seperti pecahan kaca yang menghujam ke dasar hati.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi

Seketika dunia Amira runtuh. Ia menjerit, menangis, tubuhnya limbung jatuh ke lantai.

...*****...

"Andai saja penanganan tidak terlambat, mungkin saja Galen masih di sini bersamaku."

Duka itu masih belum reda bagi Amira meskipun sudah berhari-hari terlewati. Setiap detik yang berjalan, dia pakai untuk memikirkan anaknya yang telah tiada. Penyesalan datang tanpa henti. Andai saja tak terlambat, andai saja dari sore hari saat badannya sudah hangat Amira buru-buru langsung membawanya berobat, mungkin semuanya tidak akan berakhir seperti ini. Pikirnya.

Tapi sebanyak apapun dia meratap, waktu tidak bisa diputar ulang. Takdir sudah mengambil jalannya. Dulu, satu-satunya alasan Amira bertahan hidup hanya karena Galen. Namun, sekarang dia tak punya alasan itu lagi. Yang paling menyesakkan baginya sekarang adalah kenyataan dia masih ada di rumah penuh orang-orang munafik.

Bagaimana tidak munafik? Ketika Amira menangis pilu di atas pusara anaknya saat pemakaman, suami dan keluarganya memperlakukan Amira dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Pelukan, kata-kata manis, semua itu hanya demi citra baik di mata orang-orang. Mereka lebih takut kehilangan nama baik ketimbang kehilangan nyawa seorang anak kecil bagian dari keluarganya.

Begitu kembali ke rumah, topeng pun dilepas. Mereka kembali menjadi diri mereka yang menyebalkan bin menyakitkan. Hati Amira semakin tercabik saat menyaksikan Ardi nyaris tak menunjukkan kesedihan sama sekali. Bahkan dengan entengnya, Ardi menasehati Amira agar tidak terlalu larut dalam tangis, sebab anak bisa dibikin lagi.

Amira mengembuskan napas berat.

Kepalanya sesak oleh pikiran yang menumpuk. Ia bangkit dari tempat tidur dan melangkah keluar berniat mencari udara dan juga pemandangan di belakang rumah. Melihat yang hijau-hijau, barangkali bisa sedikit meredakan sesak yang menggumpal di dada.

Namun baru sampai ruang tengah, suara yang tak asing menghentikan langkahnya. Suara kakak iparnya terdengar jelas dari arah ruang tamu sedang berbicara dengan Ardi.

"Ardi, kayaknya kakak butuh dana lagi. Kakak pakai duitmu lagi ya? Nanggung banget, rumah tinggal sedikit lagi selesai."

"Memangnya duit yang aku kasih minggu lalu masih kurang, Kak?"

"Kurang Di. Sekarang apa-apa serba mahal kan."

"Yaudah ini aku kasih lagi biar nggak mandek bikin rumahnya."

"Thankyou adikku."

Minggu lalu?

Amira terdiam. Ingatannya langsung melesat ke minggu lalu, dimana itu adalah sehari sebelum Galen demam tinggi dan ia kelimpungan mencari biaya berobat. Tidak ada uang untuk anak yang sakit, tapi ada untuk membangun rumah sang kakak? lucu sekali!

Seketika hatinya panas. Suara ibu mertuanya menyusul samar-samar tapi cukup untuk memicu bara api.

"Bagus. Kalian memang harus begini. Saudara itu harus saling membantu."

Bantu? Itu bukan bantuan. Itu kebiasaan kakaknya Ardi menumpang hidup, menyedot habis, tanpa pernah peduli balas budi.

Amira tak bisa lagi menahan. Sesuatu dalam dirinya pecah. Amira yang dulu, yang diam, mendadak mati bersama dengan kepergian sang anak. Yang berdiri sekarang adalah dirinya yang baru. Matanya menyapu ruangan dan berhenti pada sebuah tongkat kayu.

Tanpa banyak cincong ia menggenggam tongkat itu erat. Langkahnya berani sekali menghampiri tiga orang tersebut. Kalau benda-benda di ruangan itu bisa bicara, mereka berteriak menyemangati Amira. Hayo serampang mereka Amira! Begitu kira-kira bunyinya.

Awas kalian. Kali ini, Amira tak akan diam saja!

Tanpa Amira sadari, babak baru dalam hidupnya akan segera dimulai.

.

.

Bersambung.

1
may faz
alamak duda kebelet Iki😜🤕
mai midar
Luar biasa
may faz
ngakak anjirrrt Amira ...Amira😂😂
Syifa Azhar
hom pim pa kali di bolak balik gambreng/Facepalm//Facepalm/
Syifa Azhar
/Joyful//Joyful//Joyful//Joyful/ astaganaga lamaran model apa nih??/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Zenun: ehehehe
total 1 replies
Kartika Dewi
Luar biasa
Zenun: terimakasih
total 1 replies
Syifa Azhar
cemburu yang bikin runyam ya pak buana/Joyful//Joyful//Joyful/
Syifa Azhar
eling Arga eling itu foto jadul pas Amira masih istri Ardi,makanya buana berani naruh hati sama Amira dan mau nunggu jandanya,tp mau gimana lagi habis jadi janda malah jadi incaran bos sendiri. nasi. buana sungguh sial/Joyful//Joyful//Joyful/
Zenun: wkwkwkwk
total 1 replies
Syifa Azhar
mau di bikin sup katanya/Joyful//Joyful//Joyful/
wadau mau ngapain pakai bawa-bawa pistol??/Silent/
Slamet Riyadi
sepertinya menarik thor/Pray//Good//Good/
Zenun: selamat membaca👍
total 1 replies
Syifa Azhar
gimana ceritanya tikus perkosa kamu sinta, ada-ada saja/Joyful//Joyful//Joyful/
Zenun: ya begitulah 😄
total 1 replies
Syifa Azhar
karma yang tidak semanis kurma/Grin//Grin/
Zenun: iya betul
total 1 replies
Syifa Azhar
iyaaaaa ternyata oh ternyata Arga di balik keretakan rumah tangga Amira secara tidak langsung/Joyful//Joyful//Joyful/
tp bagus lah setidaknya Amira gak perlu lama-lama sama keluarga toxic itu
Zenun: iya hehehe
total 1 replies
Syifa Azhar
makin penasaran,apa maksudnya Arga bilang yang dialami Amira adalah yang di inginkan Gladys??
apa Gladys meninggal setelah melahirkan tuan kecil dan meminta supaya Almira yang merawat anaknya??
Jajuk Triagustin
kuapokmu kapan ,rasakno koen.
Syifa Azhar
wih jangan-jangan Amira sering jadi bahan gosip di keluarga tuan Arga kalau dia pantas jadi kandidat ibu tuan kecil/Joyful//Joyful//Joyful/
Zenun: ehehehe
total 1 replies
mety
wkwkwkw Amira Amira......diriku tak bisa komen dah
Zenun: wkwkwkwk
total 1 replies
Syifa Azhar
eeeaaaaa....dari ibu susu jadi ibu untuk anak ku/Joyful//Joyful//Joyful/
langsung naik jabatan jadi istri tuan rumah/Grin//Grin/
Zenun: uhuuuuy
total 1 replies
Syifa Azhar
good Lisa jangan mau jadi korban kedua dari keluarga toxic itu,kalau perlu jangan cuma barang-barang aja yang kamu angkut tp sekalian kamu tendang yang punya barang,dah rumah tangga sendiri-sendiri kok masih suka numpang
Zenun: iya ya kak
total 1 replies
Syifa Azhar
bagus Amira langsung kasih paham sama Mia biar gak makin besar kepala
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!