Hidup dengan berbagai peristiwa pahit sudah menjadi teman hidup bagi seorang wanita muda berusia 22 tahun ini, Ya ini lah aku Kimi Kimura..
Dari sekian banyak kilasan hidup, hanya satu hal yg aku sadari sedari aku baru menginjak usia remaja, itu adalah bentuk paras wajah yg sama sekali tidak ada kemiripan dengan dua orang yg selama ini aku ketahui adalah orang tua kandungku, mereka adalah Bapak Jimi dan juga Ibu Sumi.
Pernah aku bertanya, namun ibu menjawab karena aku istimewa, maka dari itu aku di berikan paras yg cantik dan menawan. Perlu di ingat Ibu dan juga Bapak tidaklah jelek, namun hanya saja tidak mirip dengan ku yg lebih condong berparas keturunan jepang.
Bisa di lihat dari nama belakangku, banyak sekali aku mendengar Kimura adalah marga dari keturunan jepang. Namun lagi-lagi kedua orangtua ku selalu berkilah akan hal tersebut.
Sangat berbanding terbalik dengan latar belakang Bapak yg berketurunan jawa, begitu pula dengan Ibuku.
seperti apakah kisah hidupku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon V3a_Nst, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 - Air Bag
***
Akibat pukulan keras tangan seorang William. Secara otomatis airbag yg berasal dari tengah stir kendaraan mewah milik William akhirnya keluar. William terjepit di antara bebalonan yg sebenarnya berguna sebagai pelindung kala kecelakaan terjadi. Namun kini malah keluar hanya dengan pukulan seorang William.
Akan tetapi tidak ada yg tidak mungkin. Untuk ukuran seorang seperti William yg jago bela diri dan juga sering bertempur didunia hitam. Hal seperti ini tidak heran lagi jika terjadi. Kondisi William yg tadi nya ingin menangis, mendadak berubah menjadi semakin emosi akibat ulah yg ia buat sendiri.
Tut..Tut...
"JEMPUT aku!" Tut!
William melakukan panggilan pada salah satu pekerja di mansion. mansion itu berarti adalah kediaman Anderson itu sendiri. Pulang adalah pilihan William saat ini. Ia tidak ingin menyetir lagi dengan kondisi airbag yg terbuka menghimpit tubuhnya tersebut.
***
Vivi turun kebawah setelah selesai melakukan ritual berendamnya pagi ini. Ia berniat sarapan pagi walau James sang suami telah pergi kekantor.
"Selamat pagi Nyonya." Sapa salah satu maid yg melintasi Vivi. Wanita anggun itu mengangguk singkat dan terus berjalan menuju meja makan yg setara dengan standart hotel bintang lima.
Baru saja hendak mendarat diatas kursi, bunyi telepon rumah berdering kencang. Vivi mengalihkan atensi pada maid yg mengangkat panggilan.
"Siapa?" Tanya Vivi sesaat panggilan terputus. Tanpa melihat ke arah lawan bicara. Vivi sibuk dengan menu apa yg ingin ia bawa ke atas piring makannya.
"Tu-tuan muda ingin di jemput Nyonya." Ucap Maid dengan nada yg sedikit gemetar. Vivi menoleh, kedua alisnya bertaut heran menatap maid tersebut.
"Minta dijemput?"
Maid tersebut mengangguk. "I-iya Nyonya."
"Lalu kenapa kamu terlihat takut? Ada apa?" Heran Vivi, lalu sedetik kemudian ia seperti mendapat serangan jantung, Vivi spontan berteriak.
"Aakkhh! Jangan bilang dia dikeroyok lagi? Kecelakaan? Atau apa hah?" Cecar Vivi mulai bangkit dari kursi dan mendekat cepat ke arah Maid.
"Ti-tidak tahu Nyonya. Tuan Muda hanya meminta di jemput lalu mematikan panggilan begitu saja."
Vivi menghela frustasi. Anak semata wayangnya memang penuh serba serbi. Semakin besar semakin ada saja yg membuat Vivi jantungan. Dengan hati nelangsa, Vivi bergegas memerintahkan supir untuk segera menjemput putranya di rumah sakit.
***
Merenung adalah moment dimana kita akan merasakan sebuah penyesalan atau pun sebuah pelajaran dari apa yg terjadi. Namun disini, Kimi entah berada di posisi yg mana, ia pun tidak tahu. Makna kosong itu tercetak jelas di hati Kimi saat melihat punggung gagah menjauhinya beberapa saat yg lalu.
"Kenapa aku seperti merasa kehilangan. Apa sebenarnya yg aku inginkan!" Rutuk Kimi pada dirinya sendiri. Ia tidak mengerti apa yg ia rasakan. Namun disatu sisi ia juga merasa ini ada benarnya. Mengingat jauhnya perbedaan kasta di antara keduanya.
Ia menatap sekitar, dari hati terdalam ada secuil harapan menginginkan pria konyol berotak sapi itu kembali hadir di hadapan. Namun harapan ya hanya tinggal harapan saja. Ia membuang napas panjang lalu menghirup kembali, seolah dunia baru akan ia hadapi setelah ini. Ia merasakan hal aneh yg seperti..
Putus padahal belum terjalin hubungan.
"Ck! Sial!"
***
Memasuki perkarangan rumah besar. William menegakkan tubuh. Ia bersiap turun dan langsung ingin berkurung diri didalam kamar tidurnya saja. Jika boleh, ia tidak ingin bertemu siapapun termasuk Ibunya. Tetapi sepertinya hal itu mustahil terjadi karena belum lagi William sampai di teras rumah, sang ibu sudah menanti dengan wajah cemas. William menghela lelah. Lelah.. ia lelah dengan perasan jatuh cinta yg baru ia kenal di umur 24 tahun ini.
"Willy.. Sayang kamu pulang? Kamu kenapa sayang? Kenapa tiba-tiba minta di jemput. Mobil kamu dimana?" Pertanyaan bertubi di luncurkan dengan mulus oleh sang ibu tercinta Vivian Anderson. Bagai otak buntu, William ingin sekali meneriaki sang ibu untuk diam dan membiarkan dirinya masuk ke dalam kamar. Akan tetapi hal itu tidak akan pernah mungkin terjadi, mengingat betapa seorang William sangat menyayangi sang Ibu maka ia memilih untuk tersenyum lalu membawa wanita itu ke dalam pelukan hangat.
"Aku ingin istirahat dirumah. Kalau di apart ramai Mommy, banyak teman-temanku." Jawaban William yg tampak meyakinkan membuat Vivian memilih percaya. Ia mengerti sang anak mungkin saja baru mengalami kejadian yg tidak mengenakkan. Sampai teman-teman yg dimaksud William sudah tidak dapat dijadikan pelarian lagi bagi William.
"Ya sudah, istirahat ya. Mommy tahu kamu pasti lelah kan dari kemarin tidurnya gak puas."
William mengangguk dan menarik Vivi berjalan menuju kamarnya.
***
Dua Bulan Kemudian~
Sudah berjalan dua bulan lamanya setelah William mengatakan dirinya akan pergi. Pria itu menepati janjinya. Awal mula kejadian tidak ada yg mudah bagi William. Ia bahkan berkurung diri di dalam kamar selama satu bulan lebih. Semua kebutuhan nya di antar ke dalam kamar. James sudah hampir gila, karena sang anak melalaikan pekerjaan kantor yg menumpuk. Walaupun pemilik sah adalah James sendiri, namun William sebagai anak yg dari umur 21 tahun sudah berkecimpung di dunia bisnis membantu sang Ayah. Membuat James sedikit kewalahan. William dengan otak pintarnya selalu membuat keuntungan-keuntungan besar dalam perusahaan. Ide-ide kreatif sang anak dan juga deal bisnis yg selalu berjalan lancar ditangan dinginnya, benar-benar membuat James menaruh harapan besar suatu saat nanti perusahaan Anderson Grup akan semakin bersinar di tangan William. Namun setelah kejadian ini, James hampir gila karena ketakutan-ketakutan masa depan yg belum ia hadapi.
Bagaimana kalau setelah ia tiada sang anak akan seperti ini lagi jika patah hati. Bagaimana nasib perusahaan yg ia dirikan dengan susah payah ini akan berkembang di tangan sang anak yg.. payah! Sangat payah menurutnya. Ia dan juga Vivi bekerja keras untuk mengembalikan semangat William. Dari mendatangan ketiga teman mereka. Namun itu pun tidak berpengaruh terlalu besar bagi seorang William. Dari semua usaha tiba lah saat...
"Aku mau pindah keluar negeri Mommy."
Ungkap William ketika Vivian mengantarkan makan siang untuk sang anak. Vivian terkesiap namun cepat-cepat mengubah raut wajah kembali dibuat tersenyum.
Tepat setelah seminggu kejadian yg terjadi antara Kimi dan William anaknya. Vivian dan juga James akhirnya mengetahui penyebab terpuruknya sang anak. Berkat pekerjaan orang suruhan James dan juga beberapa bukti berupa bentuk rekaman cctv rumah sakit. Mereka mengetahui sang anak mengalami fase... patah hati. Walau tidak mendengar isi percakapan keduanya karena jarak yg tidak dekat. Setidaknya mereka tidak lagi buta akan keadaan sang anak.
Melihat sang Ibu yg hanya tersenyum canggung ketika ia mengucapkan ingin keluar negeri. William menegakkan tubuh mendekat ke arah sang Ibu.
Mengetahui pergerakan sang anak, netra Vivian memanas. Ia malah menangis menumpahkan segala perasaan resahnya selama hampir dua bulan terakhir ini melihat kondisi sang anak. Vivian dipeluk erat oleh William yg akhirnya.. menangis juga.
Kedua orang berbeda generasi tersebut saling menumpahkan pilu tertahan selama dua bulan terakhir.
"Aku tidak tahu kalau jatuh cinta ternyata sesakit ini Mommy."
Ucapan William yg terlampau frontal memperlihatkan sisi lemah nya, tidak dapat menahan rasa terkejut di hati Vivian. Netranya membola sesaat lalu beralih menatap netra sang anak yg sudah banjir akan air mata. Yg dimana, sudah lama sekali rasanya ia tidak pernah melihat sang anak meneteskan airmata, apalagi sebanjir ini.
Hatinya memanas, perasaan melindungi buah hati semakin berkobar ria di dalam batinnya. Ia marah. Ia ingin memaki dalang dari terpuruknya sang buah hati. Dan satu nama yg ia ketahui adalah.. Kimi Kimura.
"Dia... Dia menganggap pertemuan singkat tidak bisa menjadikan alasanku untuk siap menikahinya? Sebutkan Mommy? Dimana salahku? Aku hanya merasa tertarik, lalu sayang dan cinta, dan itu baru terjadi hanya pada dia seorang! Maka dari itu aku memutuskan ingin menikahinya langsung! SEBUTKAN DIMANA SALAHKU MA!"
Ungkapan hati seorang William akhirnya pecah juga pada sang Ibu. William membutuhkan waktu sebanyak hampir dua bulan untuk bisa berbagi resah pada wanita yg telah melahirkannya itu. Ya, hanya pada sang Ibu, entah apa yg mendorong hatinya untuk berbicara, tetapi saat melihat sang ibu menangis perlahan di hadapannya, hal itu langsung memicunya untuk menangis dan juga berbicara.
Vivian terpaku, Ia mengerti sekarang. Salah itu bukan terletak pada Kimi, akan tetapi pada anaknya sendiri. Tidak, Ratna tidak menyalahkan perasaan sang anak, namun ia menyalahkan sikap terburu-buru yg dilakukan William pada sang gadis bernama Kimi. Adalah wajar pertanyaan yg di lontarkan Kimi waktu itu. Namun yg membuat William tidak siap adalah, Inilah kali pertama ia mengalami jatuh cinta. Juga sebuah penolakan adalah hal yg tidak pernah terjadi didalam hidup seorang William Anderson. Maka dari itulah William langsung terjatuh dalam lubang hitam besar dua bulan terakhir ini. Vivian sendiri pun di awal sudah meragu akan permintaan menikah dari William. Namun ego seorang Ibu yg tidak ingin menolak permintaan sang anak, maka ia mengikuti arah yg di buat oleh William.
"William... Terimakasih karena sudah mau berbagi dengan Mommy, walau waktu yg kamu butuhkan hampir dua bulan lamanya untuk bisa bercerita dengan Mommy. Tidak apa-apa, Mommy mengerti."
Sejenak Vivian mengambil napas dan sesekali mengusap rahang tegas sang anak. William masih dengan kondisi tersedu semakin terperosok masuk ke dalam kubang air mata.
"Kamu bertanya dimana salahmu?"
William mengangguk.
"Salahmu, tidak memperjuangkan gadis itu lagi sayang."
Air mata sontak terhenti, William terhenyak beberapa saat. Ia mencoba menelaah ucapan sang ibu. Namun tidak, ia tidak menemukan jawaban yg tepat atas pernyataan Vivian. Ia menggelengkan kepala tanda tidak mengerti. Dan Vivi pun tersenyum gemas.
"Adalah wajar, Kimi bertanya apa yg menjadi keluh kesahnya. Adalah wajar ia merasa mustahil bisa menikah dengan orang yg baru saja ia temui. Itulah wanita sayang, Mommy juga awalnya sempat ragu 'kan kalau kamu ingat?""
William mencoba menggali memori, dan ia menggangguk lemah mulai mengerti alur cerita sang ibu.
"Kebanyakan wanita itu selalu membutuhkan Validasi, bukan pemaksaan sepihak seperti yg kamu lakukan nak. Ia bertanya bukan semerta menginginkan kepergianmu. Namun ia hanya ingin sebuah validasi, pengakuan dalam sebuah hubungan. Pernyataan cinta dan juga status kalian setelahnya."
William meresapi benar-benar ucapan sang ibu sambil sesekali terisak bagai anak kecil. Vivian terkikik gemas. Ia peluk kepala sang anak yg berada di atas pundaknya.
"Sekarang kamu mengerti?" Ucap ibu satu orang anak yg baru saja mengenal cinta di umur 24 tahun.
William mengangguk. Ia peluk sekali lagi yg kali ini lebih erat dari sebelumnya.
***
James datang karena melihat pintu kamar yg tidak tertutup rapat. Ia melihat kedalam dengan kondisi anak dan ibu nya sudah berpelukan dalam isak dan senyum yg hadir bersamaan. Hatinya bergemuruh haru, apakah berita baik itu hadir hari ini? Batinnya bersorak.
"Daddy ketinggalan sesuatu kah?" Tanya James berusaha ingin masuk dalam pelukan. Dalam hati ia merasa sepertinya sang anak sudah mulai tersadar dan akan kembali ke dunia nyata. Tidak henti ia bersyukur saat pelukannya di balas oleh William.
Lumayan lama mereka berpelukan hingga James tidak sadar telah menitikkan bulir hangat yg hadir di ujung matanya. Ia merasa sangat merindukan sang anak yg mendadak menjadi anak rumahan yg berkurung diri sepanjang hari selama dua bulan terakhir.
"Aku mau menikah Daddy!"
Celetukan William membuat Vivian spontan menepuk dahi dengan keras. Berbeda dengan Vivian, James malah melongo lebar. Ia serasa dejavu mendengar ucapan William barusan.
"William Anderson......!"
***
BERSAMBUNG