6. laporan bulan pertama

Btari duduk di bangku besi halte bis di seberang jalan depan kantor KUA seperti kesepakatannya dengan Dr Fauzan. Sudah sepuluh menit yang lalu ia menunggu. Sekarang sudah pukul delapan lebih lima menit. Dr Fauzan belum muncul.

Btari mengambil gawainya. Tak lama ia sudah berselancar di dunia maya untuk menghabiskan waktu. Tubuhnya bersandar di punggung kursi. Rasanya penat karena ia langsung ke sini setelah memijat beberapa pasien di tempat praktek pijat sangkal putung.

Btari bernaung di bawah pengayoman pijat sangkal putung pucang anom yang dibawahi oleh mbah Rabat. Ada empat tukang pijat sangkal putung di sini. Pertama mbah Rabat sendiri dan kedua anaknya. Ketiga Btari yang menangani pasien wanita.

Menjadi tukang pijat sangkal putung tidak berarti punya gaji besar. Kebanyakan pasien yang datang rakyat biasa yang ekonominya pas pasan. Mereka memilih pengobatan sangkal putung karena tidak punya uang untuk operasi yang membutuhkan biaya puluhan juta rupiah.

Tidak apa .. Tujuan utama Btari melakoni profesi pijat ini semata mata ingin menjadi orang yang berguna untuk sekitarnya. Ilmu yang dimilikinya bisa ia jadikan untuk menolong orang lain. Begitu yang selalu didengungkan oleh almarhum simbah yang telah mewariskan ilmu pijat sangkal putung ini padanya.

Karena itu Btari melakoni profesi memijat ini dengan hati iklas dan penuh pengabdian. Berapa pun rupiah yang diberikan pasien padanya, tidak membuatnya kecewa. Diberi ongkos sedikit atau banyak tidak jadi masalah untuk Btari.

Untuk membiayai hidupnya, Btari bekerja menjadi terapis secara freelance. Btari sering diminta bantuannya oleh klinik klinik kecantikan yang membutuhkan keahliannya terutama dalam bidang massage. Banyak customer wanita yang puas dengan servis pijatnya. Bahkan ada customer yang tidak mau dipijat kalau bukan Btari yang memijat. Si customer rela menunggu sampai Btari punya waktu luang. Untuk biaya hidup, Btari memang tidak terlalu kesulitan. Ia bisa hidup berkecukupan versi dirinya tentu saja yang jauh dari kata mewah.

"Assalamualaikum."

Btari tersentak kaget. Di depannya persis telah berdiri Dr Fauzan, suaminya.

"Waalaikumsalam."

"Kita masuk sekarang?" ajak Dr Fauzan.

"Iya." Btari melirik jam digital di layar handphonenya, ternyata setengah jam lebih ia menunggu "suami" nya datang. Tapi laki laki ini santai saja, tidak ada kata maaf telah membuat dirinya menunggu. Btari memasukkan handphone ke dalam tas. Lalu berdiri. Keduanya beriringan menyeberang jalan menuju kantor KUA.

Dr Fauzan dan Btari sudah duduk di kursi di depan seorang petugas KUA. Btari ingat, pegawai KUA yang duduk di balik meja ini adalah bu Mulyani. Bu Mulyani yang bertugas mencatat data data dirinya dan Dr Fauzan waktu pernikahan grebekan satu bulan yang lalu.

"Bagaimana kabar kalian berdua?" Bu Mulyani memulai percakapan.

"Alhamdulillah sehat ibu." Btari menjawab dengan sopan, Dr Fauzan hanya diam saja.

"Bagaimana kabar pernikahan kalian? Sudah saling mengenal dan membuka diri bukan?" Bu Mulyani bertanya.

Btari kebingungan harus menjawab apa. Tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti ini. Ia mengira hanya perlu tanda tangan lalu pulang.

"Pernikahan kami baik baik saja." Dr Fauzan yang menjawab.

"Bagus kalau begitu! Sekarang saya akan mengecek kalau pernikahan kalian benar benar dalam keadaan baik baik saja seperti yang anda katakan." ucap Bu Mulyani.

Perkataan bu Mulyani membuat Dr Fauzan dan Btari kaget. Tidak mengerti maksud petugas KUA ini.

"Baiklah mari kita mulai .. kalian sudah satu bulan hidup bersama bukan?" bu Mulyani menatap Fauzan dan Btari intens.

Btari dan Fauzan tidak segera menjawab. Karena tidak tahu harus menjawab apa. Mereka tidak hidup bersama. Keduanya hidup sendiri sendiri tanpa saling berinteraksi. Bu Mulyani menghembuskan nafas kasar melihat reaksi keduanya. wanita ini langsung tahu apa yang terjadi dengan pernikahan mereka berdua.

"Pak Fauzan apa makanan favorit istri anda?" Bu Mulyani memandang wajah Dr Fauzan.

Fauzan menelan ludah. Tidak tahu harus menjawab apa. Bagaimana dia bisa tahu makanan favorit Btari, keduanya saja tidak pernah bertemu .. Tidak pernah berkomunikasi .. Tidak hidup bersama seperti layaknya sepasang suami istri.

"Mbak Btari berapa nomor sepatu suami anda?" Bu Mulyani menatap wajah Btari.

"eee .. Tiga puluh sembilan." Btari menjawab asal, ia berharap semoga jawabannya benar.

Fauzan menghela nafas. Ia tahu jawaban Btari asal menebak saja. Wanita ini apa tidak tahu ukuran sepatu tiga puluh sembilan adalah ukuran sepatu untuk anak SMP.

"Pak Fauzan .. benar kah jawaban istri anda?" bu Mulyani menekankan kata istri.

"jawabannya salah." Fauzan menjawab jujur.

"Tes ini tidak bisa dilanjutkan lagi, padahal masih banyak pertanyaan yang ingin saya ajukan, tapi percuma kalian berdua pasti tidak tahu." Bu Mulyani memandang Fauzan dan Btari dengan tajam.

Fauzan dan Btari tidak menjawab. Keduanya tahu, Bu Mulyani sudah mengetahui bagaimana kondisi pernikahan mereka. Hanya dengan mengajukan dua pertanyaan, wanita itu langsung tahu kalau mereka berdua tidak benar benar menjalankan pernikahan dengan benar.

"Saya tidak akan menasehati kalian berdua, hanya mau titip pesan .. Apa dan bagaimana kalian berdua bisa menikah bukan lagi jadi permasalahan .. Kalian berdua sudah bersumpah pada Tuhan dengan semua janji janji yang kalian tanda tangani, saya yakin kalian berdua adalah manusia yang bertanggung jawab! Bulan depan, saat kalian datang melapor lagi .. Ada perubahan positif di dalam pernikahan kalian berdua! Sekali lagi jangan mempermainkan sumpah pernikahan." bu Mulyani memandang dua anak manusia di depannya dengan prihatin.

Setelah menandatangani berkas laporan, keduanya meninggalkan kantor KUA. Keduanya kembali beriringan menyeberang jalan raya.

"aku minta nomor handphone kamu." pinta Dr Fauzan, mereka duduk di bangku halte.

"untuk apa?" Btari masih keberatan.

"Tentu saja agar aku bisa menghubungimu! Kita akan saling bertukar informasi tentang apa saja untuk laporan bulan kedua dan seterusnya, kamu tidak mau kan ada kejadian seperti tadi? Tidak bisa menjawab semua pertanyaan petugas. Aku tidak mau ditatap dengan penuh keprihatinan olehnya lagi!" Fauzan geram, selama ini tidak ada yang menatapnya seperti Bu Mulyani memandangnya.

"tapi .."

"berikan saja .. Jangan berbelit!" Fauzan tidak sabar.

"aku tidak mau." Btari tersinggung, seenaknya saja Fauzan memaksa.

"kalau kamu tidak mau memberikan nomor telepon, bagaimana caranya kita mengetahui hal hal pribadi yang aku yakin akan ditanyakan bulan depan." Fauzan melunak.

"sekarang juga anda bisa bertanya padaku dan aku bertanya pada anda." tukas Btari.

"aku bisa lupa Btariii .. Masih bulan depan, kenapa kamu pelit sekali .. Hanya nomor telepon .. Bukan pin rekening kamu." ujar Fauzan kesal.

"pokoknya tidak mau .. Aku tidak suka memberikan nomorku pada orang asing." tukas Btari.

"aku ini suami kamu bukan orang asing, kamu lupa?" Fauzan mengingatkan.

"kalau butuh saja ngaku suami, nyatanya kita berdua hanya orang asing yang terikat tali pernikahan." Btari kesal.

Terpopuler

Comments

edmundヾ

edmundヾ

Bikin terharu sampai nangis.

2024-04-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!