Lahirnya Sang Pendekar Bag 4

Lalu, dikala ajal menanti, lamat-lamat ia mendengar suara ibunya, "Senjaya, bangun, Nak! Bangun! Hei, kamu kenapa, Nak? Bangun!" Senjaya pun membuka matanya. Peluh keringat membanjiri tubuhnya. Sadarlah ia baru saja bermimpi buruk.

"Kenapa kamu, Nak? Kamu berteriak dalam tidurmu, membuat Ibu jadi ketakutan."

"Maaf, Bu, aku bermimpi buruk," jawab Senjaya.

"Mimpi apa kamu, Senjaya?" tanya Kinasih. Namun, Senjaya malu menceritakannya, hingga ia pun berdusta, "Ah, hanya mimpi jatuh ke jurang, Bu."

"Ada-ada saja kamu ini. Bangunlah. Hari sudah pagi. Ayahmu sebentar lagi berangkat. Buatlah minuman untuk Ayahmu, Ibu sedang memasak," perintah Kinasih.

"Baik, Bu."

Senjaya pun bangun untuk membantu Ibunya. Pagi itu Ki Darmala akan meninggalkan keluarganya kembali, kali ini untuk waktu yang cukup lama. Sebagai istri, Kinasih sebenarnya agak cemas dengan kepergian suaminya itu. Ia belum pernah ditinggal untuk waktu yang lama. Tapi Kinasih sudah pasrah. Ia tahu pekerjaan suaminya yang penuh dengan risiko. Terkadang ia pulang dengan penuh luka di tubuhnya. Kadang harus berjuang melawan racun yang terbenam di tubuhnya, entah karena serangan senjata beracun atau binatang berbisa. Itu semua sudah dipahami oleh Kinasih. Ia hanya bisa mendoakan suaminya agar selamat sampai pulang nanti. Tapi entah mengapa hari itu ia agak sedikit cemas dengan kepergian suaminya.

"Kakang, entah mengapa pagi ini hatiku cemas dengan kepergianmu. Apa tak bisa ditunda saja, Kang? Besok saja perginya," pinta Kinasih. Ki Darmala pun memandangi wajah istrinya yang kemayu itu, seakan-akan heran dengan pertanyaan itu.

"Ah, tak biasanya kamu, Nyai. Cemas kenapa? Kan aku sudah biasa seperti ini. Atau mungkin karena kali ini aku pergi untuk waktu yang lama?" tanya Ki Darmala.

"Mungkin, Kang. Entahlah, mungkin perasaanku saja. Tapi kuharap seperti hari-hari yang lalu, Kakang bisa menjaga diri dan pulang dengan utuh," ujar Kinasih. Ki Darmala pun makin heran. Lalu ia pun tersenyum.

"Haha. Utuh apanya, Kinasih? Utuh hatiku begitu? Apa kamu takut aku 'kecantol' janda-janda di kademangan yang jauh itu? Ah, kamu terlalu cemas, Kinasih. Percayalah, hatiku ini bulat-bulat hanya untukmu." Ki Darmala pun memeluk istrinya dan mencium keningnya.

"Sudahlah, Kinasih, tak biasanya kamu seperti ini. Percayalah pada Kakangmu ini. Pulang nanti aku akan membawa hati yang utuh," bujuk Ki Darmala. Kinasih pun tersenyum manja.

"Janji ya, Kang? Jangan kamu obral hatimu itu."

"Janji, sayang. Tak ada lagi wanita selain kamu di hatiku."

Ki Darmala pun pamit kepada istri dan anaknya. Berat juga hatinya melihat istri dan anaknya yang akan ditinggal untuk beberapa lama. Sebelum pergi, ia amati lagi pedang di pinggangnya yang selalu menemaninya ke mana saja. Pedang sakti yang selalu menyelamatkan dirinya dari marabahaya.

"Kita akan bertugas kembali, Jagabodas. Mudah-mudahan aku tak perlu mengeluarkanmu dari sarung kali ini." Dengan kudanya, Ki Darmala melaju menuju kademangan. Dilihatnya lagi sawahnya yang akan panen, tebing yang curam seakan mengelilingi Desa Sendang Galuh. Lalu bunga-bunga yang bermekaran di padang ilalang, memperindah suasana desa itu.

Sesampainya di kademangan, tampak Ki Demang Chandra bercakap ria dengan Warok Jangkrik dan juga keponakannya. Di luar halaman, lima murid Warok sudah bersiap-siap di samping pedati yang berisi harta benda. Ki Demang menyambut Ki Darmala lalu berbicara sebentar tentang biaya perjalanan. Ki Demang pun memberi beberapa kantung keping perak untuk biaya perjalanan itu.

Mereka pun bergerak meninggalkan kademangan. Mereka akan menyusuri Hutan Bedari yang liar dan lebat, lalu melewati Kali Wetan yang besar. Lanjut terus melewati beberapa kademangan dan padukuhan. Sebuah perjalanan yang jauh menanti mereka. Di depan, Ki Darma dan Warok Jangkrik dengan gagahnya berkuda, lalu pedati yang ditunggangi keponakan Ki Demang bersama barang bawaannya. Pedati itu dikelilingi oleh anak buah Warok Jangkrik yang berjalan kaki. Iring-iringan itu melaju santai.

Sementara itu, di petak sawah Ki Darmala, tampak Senjaya sibuk mengairi sawah, lalu mencabuti rumput benalu agar tak mengganggu tanaman padi. Di sela kesibukannya, ia teringat kembali mimpinya yang aneh, tapi terasa begitu nyata. Bulu kuduknya meremang kembali ketika ingat cengkraman kelabang raksasa itu. Begitu menyakitkan.

"Huh... untung hanya mimpi. Aku tak percaya ada kelabang sebesar itu," Senjaya bergumam. Selagi ia sibuk dan bercengkrama dengan lamunannya, tiba-tiba di pinggir petak itu ada seorang wanita memanggilnya.

"Hai, Senjaya, apa kamu tak lelah?" Suaranya merdu sekali di telinga Senjaya, bagai burung pelantun yang berkicau di pepohonan. Belum pernah ia seumur-umur mendengar seorang wanita memanggilnya kecuali ibunya, karena memang Senjaya tak pernah punya teman wanita. Kali itu dia terkejut bukan hanya karena suaranya, tapi karena ia juga mengenal namanya. Dikala Senjaya memalingkan wajahnya, terpukau pula ia dengan kecantikan gadis itu.

"Luar biasa... bidadari manakah yang mau memanggil namaku ini?" Senjaya terpana dalam hatinya. Ia pun terlena hingga diam tak mengucapkan apa-apa.

"Hai... kenapa kamu diam saja? Namamu Senjaya kan?"

"Oh, oh... ya, ya, bet-betul namaku Senjaya," Senjaya menjawab dengan gugupnya. Lalu ia melanjutkan kata-katanya, "Tapi... dari mana engkau tahu namaku?"

"Oh... kamu kenal Ki Chandra? Demang Bantar Mulya?"

"Ya, aku kenal, karena ia sering berkunjung ke rumah," Senjaya menjawab.

"Akulah anaknya yang terakhir. Kamu pasti tak pernah melihatku, karena aku biasa tinggal dengan nenekku. Sekarang aku kembali ke rumah ayahku, karena dua orang anaknya yang lain sudah pisah rumah dengan keluarganya masing-masing. Karena Ayah tinggal sendiri, jadi aku tak tega dan memutuskan untuk membantu Ayah di sini," jelas gadis itu.

"Oh, ya, pantas saja. Aku tak pernah melihatmu. Kalau anak Ki Demang yang lain aku kenal. Ya, memang benar mereka semua telah menikah," Senjaya menjawab.

"Begitulah, Senjaya. Aku pernah melihatmu sewaktu kamu dengan ayahmu datang ke kademangan. Aku ada di dalam. Ayahkulah yang memberitahu tentangmu. Hei, apa kamu mau minum? Apa kamu lapar, Senjaya? Marilah, ini aku masih ada sisa nasi dan lauk pauk. Para pekerja Ayah di sawah tak menghabiskannya," tawar gadis itu.

Sudah tentu Senjaya makin melambung hatinya. Ia berpikir, apakah ini karena mimpinya yang tadi malam? "Apa mimpi itu kadang artinya terbalik?" Senjaya bergumam dalam hati.

"Kamu diam lagi, Senjaya. Apa kamu tak mau, hah? Baiklah kalau tak mau." Senjaya pun tersadar dari lamunannya. Tak mau ia mengecewakan bidadari itu.

"Tunggu! Jangan pergi. A-aku hanya heran. Belum pernah aku berbicara dengan wanita sebelumnya, kecuali Ibuku sendiri," kata Senjaya. Gadis itu pun tersenyum manis.

"Hai, kenapa kamu tersenyum? Oh, ya, siapa namamu?" tanya Senjaya.

"Kamu aneh, Senjaya. Masa iya kamu tak punya teman wanita satu pun?" Gadis itu balik bertanya, heran dengan kejujuran Senjaya.

"Aku serius. Aku tak berbohong. Jujur, baru kali ini aku berbicara dengan gadis. Kamu belum menyebutkan namamu?" Gadis itu pun mendelik dan duduk tak jauh dari Senjaya.

"Oh, ya, namaku Ayuni. Kamu lapar tak? Marilah kita makan. Aku pun sudah lapar. Ayo, tak usah malu lah. Daripada makanan ini nanti terbuang," ajak Ayuni. Senjaya pun canggung jadinya.

"Ohh, nama yang cantik. Seperti orangnya," ucap Senjaya. Entah setan mana yang melancarkan bicaranya itu. Tiba-tiba saja keluar dari mulutnya tanpa sengaja. Ayuni pun tersipu malu.

"Ah, ternyata kamu pintar merayu, Senjaya."

"Oh, maaf, Ayuni. Tiba-tiba saja keluar perkataan itu. Tapi aku tak merayu, karena itulah yang kulihat kenyataannya," jelas Senjaya. Ayuni pun makin tersipu malu.

"Terima kasih, Senjaya. Oh, ya. Aku melihat Ayahmu tadi pagi pergi mengawal kepulangan Pamanku ke Jati Gandar," kata Ayuni.

"Begitulah pekerjaan Ayahku, Ayuni. Kali ini untuk waktu yang lama pula. Pekerjaan yang penuh dengan risiko," jawab Senjaya.

"Kenapa kamu tak ikut dengannya, Senjaya?"

"Aku harus menggantikan ayahku untuk mengurus petak-petak sawah ini. Lagipula aku juga harus menjaga Ibuku. Aku anak satu-satunya Ki Darmala," jelas Senjaya.

"Aku dengar tentang Ayahmu. Ia seorang yang ditakuti para perampok. Pasti ilmunya tinggi. Apa kamu pandai beladiri juga, Senjaya?" Hati Senjaya pun berdesir dikala mendengar pertanyaan itu.

"Ohh... aku tak berminat, Ayuni. Biarlah aku menjadi petani saja. Aku tak suka berkelahi," jawab Senjaya. Sebetulnya, Ayuni agak kecewa dengan jawaban itu.

"Hmm, Senjaya. Aku pun tak suka melihat orang berkelahi. Tapi suatu saat kalau aku nanti menikah, pastilah aku menginginkan suami yang bisa mempertahankan martabat keluarganya. Yang sudah tentu ia harus pandai beladiri. Bukankah wajar bila seorang wanita mendambakan suaminya bisa mengalahkan orang-orang yang mengganggu istrinya?" Hati Senjaya pun berdesir kembali.

"Entahlah, Ayuni. Mungkin sekarang aku tak memerlukannya. Tapi ke depan, mungkin saja aku berubah pikiran," ucap Senjaya.

Terpopuler

Comments

Taufik Mcs

Taufik Mcs

gas

2025-06-05

0

Wan Trado

Wan Trado

tidak baik memberi tapi mengatakan daripada nanti terbuang.. karena bermakna makanan sisa dan terkesan merendahkan juga..

2024-12-12

2

🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐

🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐

meskipun belum memikirkan istri. dia kan jaga ibunya, trus kalo terjadi sesuatu dia mau lawan pakai cangkul?

belum nyerang dia mental duluan🤭✌️

2024-08-05

3

lihat semua
Episodes
1 Lahirnya Sang Pendekar
2 Lahirnya Sang Pendekar Bag 2
3 Lahirnya Sang Pendekar Bag 3
4 Lahirnya Sang Pendekar Bag 4
5 Lahirnya Sang Pendekar Bag 5
6 Lahirnya Sang Pendekar Bag 6
7 Kisah Cinta Senjaya
8 Kisah Cinta Senjaya Bag 2
9 Kisah Cinta Senjaya Bag 3
10 Kisah Cinta Senjaya Bag 4
11 Kisah Cinta Senjaya Bag 5
12 Kisah Cinta Senjaya Bag 6
13 Kisah Cinta Senjaya Bag 7
14 Kisah Cinta Senjaya Bag 8
15 Kisah Cinta Senjaya Bag 9
16 Kisah Cinta Senjaya Bag 10
17 Kisah Cinta Senjaya Bag 11
18 Makhluk Terkutuk
19 Makhluk Terkutuk Bag 2
20 Makhluk Terkutuk Bag 3
21 Makhluk Terkutuk Bag 4
22 Makhluk Terkutuk Bag 5
23 Makhluk Terkutuk Bag 6
24 Makhluk Terkutuk Bag 7
25 Makhluk Terkutuk Bag 8
26 Makhluk Terkutuk Bag 9
27 Makhluk Terkutuk Bag 10
28 Makhluk Terkutuk Bag 11
29 Makhluk Terkutuk Bag 12
30 Penempaan diri
31 Penempaan Diri Bag 2
32 Penempaan Diri Bag 3
33 Penempaan Diri Bag 4.
34 Penempaan Diri Bag 5
35 penempaan Diri Bag 6
36 Penempaan Diri Bag 7
37 Penempaan Diri Bag 8
38 Penempaan Diri Bag 9
39 Penempaan diri Bag 10
40 Penempaan diri Bag 11
41 Penempaan diri Bag 12
42 Penempaan diri Bag 13
43 Penempaan diri Bag 14.
44 Penempaan Diri Bag 15
45 Penempaan Diri Bag 16
46 Penempaan Diri Bag 17
47 Penempaan Diri Bag 18
48 Penempaan Diri Bag 19
49 Penempaan Diri Bag 20
50 Penempaan Diri Bag 21
51 Penempaan Diri Bag 22
52 Penempaan Diri Bag 23
53 Penempaan Diri Bag 24
54 Penempaan Diri Bag 25
55 Penempaan Diri Bag 26
56 Penempaan Diri Bag 27
57 Penempaan Diri Bag 28
58 Penempaan Diri Bag 29
59 Penempaan Diri Bag 30
60 Penempaan Diri Bag 31
61 Penempaan Diri Bag 32
62 Penempaan Diri Bag 33
63 Penempaan Diri Bag 34
64 Penempaan Diri Bag 35
65 Penempaan Diri Bag 36
66 Penempaan Diri Bag 37
67 Penempaan Diri Bag 38
68 Penempaan Diri Bag 39
69 Penempaan Diri Bag 40
70 Penempaan Diri Bag 41
71 Penempaan Diri Bag 42
72 Menuju Tanah Pasundan
73 Menuju tanah pasundan bag 2
74 Menuju tanah pasundan bag 3
75 Menuju tanah pasundan bag 4
76 Menuju tanah pasundan bag 5
77 Menuju tanah pasundan bag 6
78 Menuju tanah pasundan bag 7
79 Menuju tanah pasundan bag 8
80 Menuju tanah pasundan bag 9
81 Menuju tanah pasundan bag 10
82 Menuju tanah pasundan bag 11
83 Menuju tanah pasundan bag 12
84 Menuju tanah pasundan bag 13
85 Menuju tanah pasundan bag 14
86 Menuju tanah pasundan bag 15
87 Menuju tanah pasundan bag 16
88 Menuju tanah pasundan bag 17
89 Menuju tanah pasundan bag 18
90 Menuju tanah pasundan bag 19
91 Es dawet cendol
92 Menuju tanah pasundan bag 20
93 Menuju tanah pasundan bag 21
94 Menuju tanah pasundan bag 22
95 Menuju tanah pasundan bag 23
96 Menuju tanah pasundan bag 24
97 Menuju tanah pasundan bag 25
98 Menuju tanah pasundan bag 26
99 Menuju tanah pasundan bag 27
100 Menuju tanah pasundan bag 28
101 Menuju tanah pasundan bag 29
102 Menuju tanah pasundan bag 30
103 Menuju tanah pasundan bag 31
104 Menuju tanah pasundan bag 32
105 Menuju tanah pasundan bag 33
106 Menuju tanah pasundan bag 34
107 Menuju tanah pasundan bag 35
108 Menuju tanah pasundan bag 36
109 Menuju tanah pasundan bag 37
110 Menuju tanah pasundan bag 38
111 Menuju tanah pasundan bab 39
112 Menuju tanah pasundan bag 40
113 Menuju tanah pasundan bag 41
114 Menuju tanah pasundan bag 42
115 Menuju tanah pasundan bag 43
116 Menuju tanah pasundan bag 44
117 Menuju tanah pasundan bag 45
118 Menuju tanah pasundan bag 46
119 Menuju tanah pasundan bag 47
120 Menuju tanah pasundan bag 48
121 Menuju tanah pasundan bag 49
122 Menuju tanah pasundan bag 50
123 Menuju tanah pasundan bag 51
124 Menuju tanah pasundan bag 52
125 Menuju tanah pasundan bag 53.
126 Menuju tanah pasundan bag 54
127 Menuju tanah pasundan bag 55
128 Menuju tanah pasundan bag 56
129 Menuju tanah pasundan bag 57
130 Menuju tanah pasundan bag 58
131 Menuju tanah pasundan bag 59
132 Menuju tanah pasundan bag 60
133 Menuju tanah pasundan bag 61
134 Menuju tanah pasundan bag 62
135 Menuju tanah pasundan bag 63
136 Menuju tanah pasundan bag 64
137 Menuju tanah pasundan bag 65
138 Menuju tanah pasundan bag 66
139 Menuju tanah pasundan bag 67
140 Menuju tanah pasundan bag 68
141 Menuju tanah pasundan bag 69
142 Menuju Tanah pasundan bag 70
143 Menuju Tanah pasundan bag 71
144 Menuju tanah pasundan bag 72
145 Menuju tanah pasundan bag 73
146 Menuju tanah pasundan bag 74
147 Menuju tanah pasundan bag 75
148 Menuju tanah pasundan bag 76
149 Menuju tanah pasundan bagian 77
150 Menuju tanah pasundan bag 78
151 Menuju tanah pasundan bag 79
152 Menuju tanah pasundan bag 80
153 Menuju tanah pasundan bag 81
154 Menuju tanah pasundan bag 82
155 Menuju tanah pasundan bag 83
156 Menuju tanah pasundan bagian 84
157 Menuju tanah pasundan bag 85
158 Menuju tanah pasundan bag 86
159 Menuju tanah pasundan bag 87
160 Menuju tanah pasundan bag 88
161 Menuju tanah pasundan bagian 89
162 Menuju tanah pasundan bag 90
Episodes

Updated 162 Episodes

1
Lahirnya Sang Pendekar
2
Lahirnya Sang Pendekar Bag 2
3
Lahirnya Sang Pendekar Bag 3
4
Lahirnya Sang Pendekar Bag 4
5
Lahirnya Sang Pendekar Bag 5
6
Lahirnya Sang Pendekar Bag 6
7
Kisah Cinta Senjaya
8
Kisah Cinta Senjaya Bag 2
9
Kisah Cinta Senjaya Bag 3
10
Kisah Cinta Senjaya Bag 4
11
Kisah Cinta Senjaya Bag 5
12
Kisah Cinta Senjaya Bag 6
13
Kisah Cinta Senjaya Bag 7
14
Kisah Cinta Senjaya Bag 8
15
Kisah Cinta Senjaya Bag 9
16
Kisah Cinta Senjaya Bag 10
17
Kisah Cinta Senjaya Bag 11
18
Makhluk Terkutuk
19
Makhluk Terkutuk Bag 2
20
Makhluk Terkutuk Bag 3
21
Makhluk Terkutuk Bag 4
22
Makhluk Terkutuk Bag 5
23
Makhluk Terkutuk Bag 6
24
Makhluk Terkutuk Bag 7
25
Makhluk Terkutuk Bag 8
26
Makhluk Terkutuk Bag 9
27
Makhluk Terkutuk Bag 10
28
Makhluk Terkutuk Bag 11
29
Makhluk Terkutuk Bag 12
30
Penempaan diri
31
Penempaan Diri Bag 2
32
Penempaan Diri Bag 3
33
Penempaan Diri Bag 4.
34
Penempaan Diri Bag 5
35
penempaan Diri Bag 6
36
Penempaan Diri Bag 7
37
Penempaan Diri Bag 8
38
Penempaan Diri Bag 9
39
Penempaan diri Bag 10
40
Penempaan diri Bag 11
41
Penempaan diri Bag 12
42
Penempaan diri Bag 13
43
Penempaan diri Bag 14.
44
Penempaan Diri Bag 15
45
Penempaan Diri Bag 16
46
Penempaan Diri Bag 17
47
Penempaan Diri Bag 18
48
Penempaan Diri Bag 19
49
Penempaan Diri Bag 20
50
Penempaan Diri Bag 21
51
Penempaan Diri Bag 22
52
Penempaan Diri Bag 23
53
Penempaan Diri Bag 24
54
Penempaan Diri Bag 25
55
Penempaan Diri Bag 26
56
Penempaan Diri Bag 27
57
Penempaan Diri Bag 28
58
Penempaan Diri Bag 29
59
Penempaan Diri Bag 30
60
Penempaan Diri Bag 31
61
Penempaan Diri Bag 32
62
Penempaan Diri Bag 33
63
Penempaan Diri Bag 34
64
Penempaan Diri Bag 35
65
Penempaan Diri Bag 36
66
Penempaan Diri Bag 37
67
Penempaan Diri Bag 38
68
Penempaan Diri Bag 39
69
Penempaan Diri Bag 40
70
Penempaan Diri Bag 41
71
Penempaan Diri Bag 42
72
Menuju Tanah Pasundan
73
Menuju tanah pasundan bag 2
74
Menuju tanah pasundan bag 3
75
Menuju tanah pasundan bag 4
76
Menuju tanah pasundan bag 5
77
Menuju tanah pasundan bag 6
78
Menuju tanah pasundan bag 7
79
Menuju tanah pasundan bag 8
80
Menuju tanah pasundan bag 9
81
Menuju tanah pasundan bag 10
82
Menuju tanah pasundan bag 11
83
Menuju tanah pasundan bag 12
84
Menuju tanah pasundan bag 13
85
Menuju tanah pasundan bag 14
86
Menuju tanah pasundan bag 15
87
Menuju tanah pasundan bag 16
88
Menuju tanah pasundan bag 17
89
Menuju tanah pasundan bag 18
90
Menuju tanah pasundan bag 19
91
Es dawet cendol
92
Menuju tanah pasundan bag 20
93
Menuju tanah pasundan bag 21
94
Menuju tanah pasundan bag 22
95
Menuju tanah pasundan bag 23
96
Menuju tanah pasundan bag 24
97
Menuju tanah pasundan bag 25
98
Menuju tanah pasundan bag 26
99
Menuju tanah pasundan bag 27
100
Menuju tanah pasundan bag 28
101
Menuju tanah pasundan bag 29
102
Menuju tanah pasundan bag 30
103
Menuju tanah pasundan bag 31
104
Menuju tanah pasundan bag 32
105
Menuju tanah pasundan bag 33
106
Menuju tanah pasundan bag 34
107
Menuju tanah pasundan bag 35
108
Menuju tanah pasundan bag 36
109
Menuju tanah pasundan bag 37
110
Menuju tanah pasundan bag 38
111
Menuju tanah pasundan bab 39
112
Menuju tanah pasundan bag 40
113
Menuju tanah pasundan bag 41
114
Menuju tanah pasundan bag 42
115
Menuju tanah pasundan bag 43
116
Menuju tanah pasundan bag 44
117
Menuju tanah pasundan bag 45
118
Menuju tanah pasundan bag 46
119
Menuju tanah pasundan bag 47
120
Menuju tanah pasundan bag 48
121
Menuju tanah pasundan bag 49
122
Menuju tanah pasundan bag 50
123
Menuju tanah pasundan bag 51
124
Menuju tanah pasundan bag 52
125
Menuju tanah pasundan bag 53.
126
Menuju tanah pasundan bag 54
127
Menuju tanah pasundan bag 55
128
Menuju tanah pasundan bag 56
129
Menuju tanah pasundan bag 57
130
Menuju tanah pasundan bag 58
131
Menuju tanah pasundan bag 59
132
Menuju tanah pasundan bag 60
133
Menuju tanah pasundan bag 61
134
Menuju tanah pasundan bag 62
135
Menuju tanah pasundan bag 63
136
Menuju tanah pasundan bag 64
137
Menuju tanah pasundan bag 65
138
Menuju tanah pasundan bag 66
139
Menuju tanah pasundan bag 67
140
Menuju tanah pasundan bag 68
141
Menuju tanah pasundan bag 69
142
Menuju Tanah pasundan bag 70
143
Menuju Tanah pasundan bag 71
144
Menuju tanah pasundan bag 72
145
Menuju tanah pasundan bag 73
146
Menuju tanah pasundan bag 74
147
Menuju tanah pasundan bag 75
148
Menuju tanah pasundan bag 76
149
Menuju tanah pasundan bagian 77
150
Menuju tanah pasundan bag 78
151
Menuju tanah pasundan bag 79
152
Menuju tanah pasundan bag 80
153
Menuju tanah pasundan bag 81
154
Menuju tanah pasundan bag 82
155
Menuju tanah pasundan bag 83
156
Menuju tanah pasundan bagian 84
157
Menuju tanah pasundan bag 85
158
Menuju tanah pasundan bag 86
159
Menuju tanah pasundan bag 87
160
Menuju tanah pasundan bag 88
161
Menuju tanah pasundan bagian 89
162
Menuju tanah pasundan bag 90

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!