Sayang!

Mata Triska menyipit seiring dengan senyumnya yang tampak malu-malu mendengar pujian Zein.

Tak mampu menolak saat Zein meraih jemari lentiknya untuk digenggam dengan lembut.

Detak jantungnya perlahan meningkat intensitasnya. Tertegun saat Zein mengangkat jemari dan mengecupnya lembut sembari menatapnya dengan tatapan yang teduh.

"Abang," ucap Triska lirih.

"Hmm?"

"Malu!"

Zein terkekeh pelan. Kemudian memajukan tubuhnya dan membantu memasangkan sabuk pengaman Triska. Harum parfum lembut menguar dari tubuh pria tampan itu.

Triska bisa merasakan detak jantungnya menggila bak roller coaster. Zein mengelus puncak kepalanya sebelum menarik tubuh ke posisi semula dan mulai menyalakan mesin mobil. Kemudian mobil perlahan keluar dari parkiran.

Zein mengajak Triska berjalan berputar mengelilingi kota Bogor yang sangat ramai. Lalu lalang kendaraan tak henti melintas. Mobil-mobil berplat daerah lain ikut meramaikan suasana malam minggu di kota yang terkenal sebagai kota hujan ini.

"Mampir dulu ke situ, Bang. Tadi Mbak Dinar nitip minta dibeliin martabak," pinta Triska sambil menunjuk sebuah gerobak martabak di pinggir jalan yang ramai. Beberapa lapak gerobak pedagang lain pun ikut memenuhi area depan deretan ruko.

Zein mengangguk, kemudian menepikan mobilnya ke pinggir jalan.

Triska bergegas turun saat mobil sudah sepenuhnya berhenti.

Zein pun ikut turun dan menghampiri Triska.

"Kita nunggu di situ, yuk?" tunjuk Zein pada lapak jus di sebelah lapak martabak.

Triska mengangguk. Tak menolak saat Zein meraih tangannya dan mereka pun berjalan sambil berpegangan tangan.

Setelah memesan jus mereka duduk di kursi dekat meja kecil yang disediakan penjual jus.

"Ris, kapan mau pulang ke Sukabumi?" tanya Zein sambil mengelus tangan Triska yang sejak tadi digenggamnya.

"Belum tahu, Bang. Mungkin awal bulan."

"Abang boleh ikut?"

"Boleh."

"Tapi nggak usah ngajak yang lain."

"Kenapa? Bukannya lebih bagus kalo rame-rame?" Triska mengernyitkan dahi.

"Ganggu! Apalagi si Ivan tuh! Rese pisan!"

Triska tersenyum. Memang harus diakui Ivan itu rese.

"Abang pengen ngobrol panjang lebar dengan ayah dan keluargamu. Mencoba mendekatkan diri dengan mereka supaya hubungan kita bisa berjalan dengan lancar."

Ucapan Zein membuat Triska terperangah. Dia sama sekali tak menyangka Zein akan bergerak secepat itu.

"Abang kudu kuat mental, ya. Ayahku galak!" ujar Triska sambil menatap wajah pria yang disayanginya tersebut.

"Tenang aja. Abang udah biasa ngadapin editor yang galak atau bos yang juga killer," jawab Zein seraya tersenyum.

Triska terkekeh pelan. Sedikit kaget saat Zein merapikan rambutnya yang tertiup angin malam.

Jus pesanan mereka pun tiba. Mereka menikmati jus sembari melanjutkan obrolan.

"Kang Arya dan teh Vina itu orangnya kayak gimana?" tanya Zein. Dia penasaran dengan sosok kedua kakak Triska.

"Kang Arya itu sok jaim, padahal aslinya mah konyol. Kalo teh Vina itu lebih pendiam dibanding aku. Orangnya rajin ibadah, jago masak dan bikin kue," jawab Triska dengan mata berbinar. Mendadak dia merasa kangen dengan kedua kakaknya.

"Kalo Abang, adik-adiknya gimana?" Triska bertanya balik.

"Zee itu seumuran sama kamu. Orangnya cerewet juga. Sangat cerdas. Abang kalah jauh. Kalo Zaid, anaknya kalem dan pintar. Wajahnya paling mirip sama ibu. Sifatnya juga hampir sama. Kalo abang sama Zee lebih mirip ayah," jelas Zein sambil tersenyum membayangkan keluarga kecilnya.

"Nanti abang ajak kamu ketemu sama mereka kalo kamu udah siap." Zein menatap Triska dengan lekat. Wanita cantik itu mengangguk sembari tersenyum.

Entah kenapa sejak melihatnya masuk ke kosan, Zein tak mampu melepaskan perhatian dari wanita itu. Diam-diam sering mengintip dari balik jendela kamarnya saat Triska berkumpul dengan yang lainnya.

Kadang ada rasa ingin ikut berkumpul namun dia malu karena dulu sering menolak bila diajak gabung.

Saat Triska yang mengajak waktu itu, maka dia pun tidak menyia-nyiakan kesempatan. Terkadang rasanya dia ingin mengucapkan terima kasih kepada Rima, karena kemunculannya di kosan membuat Zein bisa lebih dekat dengan teman-temannya, terutama dengan Triska.

Selama beberapa malam mereka tidur bersama dalam satu kamar beramai-ramai, tak ayal membuat perasaan sayangnya tumbuh dengan subur terhadap wanita cantik ini. Tak menyangka saat dia mengungkapkan perasaan pada beberapa hari yang lalu Triska pun menyambutnya dengan hangat.

Panggilan mamang penjual martabak membuat lamunannya terputus. Zein segera berdiri namun ditahan oleh Triska.

"Biar aku aja yang bayar, Bang. Dari tadi Abang terus yang keluar duit," ujar Triska sambil berdiri dan melangkah ke gerobak martabak.

Zein duduk kembali. Melihat sekitar sambil menyeruput jusnya. Nyaris tersedak saat melihat mobil Rama parkir di depan mobilnya. Tak lama kemudian Ivan turun dan menghampiri Zein sembari tersenyum lebar. Disusul dengan Rama juga dengan senyuman yang sama.

Oke. Fix. Duo pengganggu ini ngajak berantem!

"Ngapain ke sini?" tanya Zein gusar.

"Jalan-jalan," jawab Ivan sembari duduk di sebelah Zein.

"Jalan-jalan atau menguntit?"

"Dih. Ge er kamu!" Ivan mengibaskan tangan di depan wajahnya saat Zein mendengkus kesal.

Rama duduk di seberang Zein. Menatap wajah kedua temannya yang sangat bertolak belakang ekspresinya.

Zein cemberut, sedangkan Ivan tampak cengengesan.

Tak lama kemudian Triska datang dan duduk di sebelah kanan Zein. Memandangi wajah Zein yang ditekuk sedemikian rupa membuatnya ingin tertawa.

"Jangan cemberut gitu, Bang," ujarnya lembut sembari mengelus lengan Zein.

"Si borokokok iyeuh meni ngikut-ngikut wae!" sungutnya sambil menunjuk Ivan yang tertawa terbahak-bahak.

(Si pengganggu ini ngikut-ngikut mulu)

Triska dan Rama ikut-ikutan tertawa. Akhirnya Zein pun tersenyum lebar, tak sanggup dia marah berlama-lama.

Walaupun Ivan itu terkadang menyebalkan, tapi dia sangat setia kawan dan gesit. Seperti beberapa hari yang lalu, dia tetap menemani Zein di taman saat yang lainnya berlari masuk ke kamar Ayu.

"Permisi," ucap pedagang jus yang membawakan pesanan Rama dan Ivan ke meja mereka.

"Kang, tambah dua deui nya'. Alpukat hiji, melon hiji, dia yang bayar semua sama yang tadi," ujar Zein sembari menunjuk Ivan yang langsung tersedak.

(Kang, tambah dua lagi ya. Alpukat satu, melon satu)

Pedagang jus tersebut mengangguk dan bergegas kembali ke gerobaknya dan membuat pesanan tambahan dengan cepat.

"Nih, kita makan bareng aja. Mbak Dinar udah ada bagiannya sendiri," ujar Triska sambil membuka dus berisi martabak coklat keju susu yang langsung disambar Ivan dengan cepat.

"Laper atau doyan?" tukas Rama saat melihat Ivan tak henti mengunyah.

"Dua-duanya," sahut Ivan dengan mulut penuh.

"Di perutnya ada sembilan pengemis yang minta dikasih makan," seloroh Zein.

"Ho oh. Plus naga yang udah dua tahun gak makan!" jawab Ivan asal.

"Kupesanin lagi, ya." Triska bangkit berdiri.

"Martabak telor, ya, Ris!" teriak Ivan saat Triska mulai melangkah.

"Dua, Yang!" Ucapan Zein sontak membuat Ivan dan Rama tertawa lagi.

"Cieeee. Sayang euy!" ledek Ivan yang disambut cengiran Zein.

"Sirik kamu tuh!" jawab Zein.

Ivan hanya cengengesan.

Sejenak mereka terdiam sambil menikmati jus pesanan masing-masing. Tak lama kemudian pedagang jus datang kembali membawa pesanan Zein. Dia langsung kembali ke tempatnya saat ada pelanggan baru yang menghampiri gerobaknya.

Triska kembali ke meja dan ikut larut dalam obrolan absurd tiga pria tampan di depannya.

Dia tiba-tiba teringat obrolan khas para perempuan di kosan, tentang siapa yang paling ganteng di antara keempat penghuni pria.

Masing-masing punya pendapat dan selera sendiri. Namun, mereka sepakat bahwa Zein adalah sosok yang paling gagah. Dengan tinggi sekitar 175 centi meter dan berat badan proporsional, rangka tubuh yang besar, kulit kuning langsat, alis lebat, mata berukuran sedang dengan iris berwarna coklat tua, hidung mancung, bibir tipis melebar dan rahang yang kokoh membuat sosoknya terlihat sangat menawan.

Rama menjadi yang paling perlente di antara keempat pria itu. Penampilannya selalu rapi dan wangi. Wajah klimis tanpa janggut atau kumis sedikit pun. Rambut tebal dan lebat. Alis lebar dan tebal menaungi matanya yang besar. Hidung tidak terlalu mancung namun pas dengan struktur wajahnya yang sedikit panjang. Bibir penuh dengan warna pink alami. Kulit tidak terlalu putih. Tinggi sekitar 172 centi meter dengan berat badan yang sesuai membuat dia jadi sosok pria paling klimis di kosan.

Ivan, pria muda berusia dua puluh enam tahun ini memang termasuk santai dalam urusan berpakaian. Terkadang penampilannya terlihat tidak matching, namun anehnya dia tetap terlihat menarik. Dengan tinggi tubuh yang sama dengan Rama, rambut hitam lurus yang tidak terlalu tebal dan sering berantakan. Alis berbentuk bulan sabit alami yang membingkai mata sipit berbulu mata lentik. Hidung mancung namun agak lebar. Bibir mungil nan penuh. Sifatnya yang periang membuatnya jadi idola di kosan. Kekonyolan yang sering dilakukannya menjadi hiburan tersendiri dan membuat suasana menjadi hidup dan seru.

Hasni adalah sosok yang paling kalem di antara keempat pria itu. Walaupun terkesan cuek, namun aslinya dia adalah seorang pria yang sangat perhatian. Tutur katanya yang selalu sopan membuatnya diberi julukan Bapak kosan oleh yang lainnya. Dengan tinggi 170 centimeter, warna kulit sawo matang, alis tipis, dahi lebar, mata sipit, hidung tidak terlalu mancung, bibir penuh melebar serta dua lesung pipi yang tercetak dalam, membuat penampilannya cukup manis.

Dulu, sempat ada gosip kedekatan Hasni dengan Afni. Namun, seiring waktu gosip itu menguar. Ditambah lagi kemunculan perempuan manis bernama Yuni, teman sekantor Hasni yang hampir setiap minggu muncul di kosan, akhirnya membuat gosip itu menghilang.

"Pulang, yuk! Aku ngantuk," ucap Triska sambil menguap. Menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.

"Ayuk!" balas Zein sembari bangkit berdiri. Membantu menahan lengan Triska saat kekasihnya itu berdiri dengan sedikit terhuyung.

"Sini, aku bawain," sela Ivan sambil mengambil bungkusan martabak di atas meja. Kemudian dia melangkah menuju gerobak jus. Setelah membayar semua pesanan dia pun berjalan ke mobil Rama.

Rama sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil. Tak berapa lama kemudian mobil Zein maju melewati mobil Rama.

"Kita mampir ke minimarket bentar, ya, Mas," ujar Ivan saat memasang sabuk pengaman.

"Iya. Mau beli apa?" tanya Rama sembari mulai melajukan mobil.

"Beli rokok sama teh."

"Nitip minuman penyegar yang kaleng, ya."

Ivan mengangguk mengiyakan.

Sementara itu mobil Zein sudah melaju lebih dulu meninggalkan mobil Rama.

Triska yang sangat mengantuk, menyandarkan kepalanya ke kursi yang sudah didorong ke belakang. Perlahan kesadarannya pun hilang. Tidak menyadari saat mobil sudah sampai ke depan hotel tempat mereka menginap.

Hotel Pangrango terlihat sudah sepi di bagian depan. Yang terlihat hanya beberapa petugas satpam dan resepsionis yang berjaga.

Zein memarkirkan mobilnya tepat di sebelah pintu masuk. Mematikan mesin. Membuka sabuk pengaman miliknya dan juga milik Triska yang tertidur pulas. Ada rasa tidak tega untuk membangunkan kekasihnya itu. Namun itu terpaksa dilakukannya daripada harus menggendong Triska ke dalam.

"Sayang, bangun! Kita sudah sampai." Dengan lembut Zein menggoyangkan lengan Triska.

"Ehm," jawab Triska pendek. Namun matanya masih terpejam.

Tak punya banyak pilihan, akhirnya Zein membuka pintu bagian kanan. Menurunkan kaki. Tak lupa menutup pintu kembali.

Terus dia memutar ke bagian kiri mobil. Membuka pintu dan menarik tangan Triska. Mengalungkan lengan kiri wanita cantik ini ke lehernya. Perlahan mengangkat tubuh Triska yang langsing dan mengeluarkannya dari mobil.

Mobil Rama mendekat dan parkir tepat di sebelah kiri mobil Zein. Setelah mematikan mesin mobil Rama segera keluar dan membantu menutupkan pintu mobil Zein yang masih terbuka.

"Tolong sekalian kunciin, ya," pinta Zein sambil memberikan kunci mobil ke Rama yang mengangguk.

Zein bergegas melangkah masuk ke dalam hotel diikuti Ivan yang membawa beberapa kantong plastik.

Sesampainya di depan kamar tempat Triska dan Dinar menginap, Ivan mengetuk pintu beberapa kali sambil memanggil nama Dinar.

Tak lama kemudian pintu pun terbuka. Dinar yang masih tampak mengantuk kaget melihat Triska yang digendong Zein.

"Triska kunaon?" tanya Dinar sambil membantu Zein memindahkan tubuh Triska ke atas tempat tidur.

"Ketiduran dia. Dibangunin tapi cuma ehm doang. Akhirnya kugendong aja," jawab Zein sembari duduk di pinggir tempat tidur.

Tangannya bergerak menyellimuti tubuh Triska dengan selimut yang tadi digunakan Dinar. Perlahan dia merapikan rambut kekasihnya yang menutupi wajah Triska.

Ivan memutar bola matanya saat lagi-lagi melihat adegan romantis kedua temannya yang sedang dimabuk asmara.

"Mbak Dinar, jagain Triska baik-baik. Kayaknya Zein mau ikutan nginap di sini," ujarnya dengan cengiran lebar.

Dinar tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.

"Mulai deh Ivan sirik!" tukas Zein dengan senyuman mengembang.

"Atuh dari masih di kosan sibuk sayang-sayangan mulu. Enggak mikir yang lain jomlo!" sela Ivan.

"Sssttt. Berisik! Mana martabak pesananku?" tanya Dinar. Tangannya menarik Ivan menjauh ke sofa di dekat jendela.

"Ini. Aku minta juga, ya," jawab Ivan sambil membuka kotak martabak.

"Ya elah, Van! Dari tadi makan masih belum kenyang juga?" tukas Rama yang memasuki kamar sembari menutup pintu.

"Curiga naganya itu ada dua di dalam perutnya," seloroh Zein.

"Ho oh. Makanya dia nggak kenyang-kenyang," balas Rama sambil terkekeh.

Ivan tetap cuek mengunyah martabak sembari merem melek meledek Zein yang spontan tertawa ngakak.

Triska menggeliat sebentar namun tetap melanjutkan tidurnya tanpa peduli suasana sekitar.

"Kamu mau nginep di sini atau ikut aku ke kamar, Zein?" goda Rama.

"Dia pasti ngarep bisa tidur sama Triska tuh. Dasar mesum!" canda Ivan yang langsung mendapat lemparan sandal oleh Zein.

"Udah, Van! Jangan digodain mulu. Doain Zein dan Triska beneran bisa jodoh," ujar Dinar yang langsung diaminkan Zein dengan gembira.

***

Keesokan harinya, tepat pukul 10.00 mereka berangkat menuju rumah orang tua Rima dengan menggunakan mobil Rama.

Kali ini Ivan yang menyetir. Mulutnya tak henti bernyanyi sambil berjoged gembira di balik kemudi. Tak peduli dengan protes teman-temannya yang tak henti menertawakannya.

Terpopuler

Comments

Cimutz

Cimutz

zein gercep,baru berapa hari udah jadian,lanjut pengen buru2 ketemu camer.😍

2021-02-25

0

Helni mutiara

Helni mutiara

👍👍👍👍

2021-02-09

0

Ambu Nya Mentari Bintang

Ambu Nya Mentari Bintang

jadi baper sama Abang Zein

2020-07-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!