Pertengkaran antara Nara dan Jovanka tidak bisa di hindari. Keduanya saling adu mulut, Nara begitu tidak terima atas perlakuan Jovanka yang telah mendorong putrinya hingga terjatuh.
Gavin yang melihat istrinya bertengkar segera mendekat, mencoba melerai dan memisahkan mereka berdua. Jika tidak maka banyak yang akan melihat.
"Anka!! Cukup. Sekarang kita pulang." Bentak Gavin.
"Nggak!! Aku nggak mau pulang sebelum dia aku kasih pelajaran!"
Gavin memijat pelipisnya yang terasa pusing, istrinya sangat keras kepala dan dia juga malas mengurusi hal ini.
Kedua matanya menulusuri butik Nara, dia ingin melihat keadaan Nessa. Di sana, Nessa sudah di bantu berdiri oleh Nevan. Keduanya berjalan menuju sofa untuk duduk.
Gavin lega, setidaknya Nessa tidak terluka. Jika iya, maka Gavin akan merasa sangat bersalah. Dia melihat ke lain arah, Jovanka masih saja mengeluarkan kata-kata kasarnya.
"Cih!!! Untuk apa aku menjaga perilaku ku kalau memang anak itu pantas mendapatkannya!!" Kedua tangannya melipat di dada.
"Apa maksudmu?" tanya Nara bingung, mengapa putrinya pantas mendapatkan perlakuan buruk seperti itu.
Padahal Nessa tidak salah sama sekali, lagi pula Nessa hanyalah anak kecil yang bahkan usianya belum genap lima tahun.
"Huh!! Pura-pura tidak tahu, bukankah dia hanya anak haram yang kamu lahirkan?"
Nara tertegun, bagaimana bisa Jovanka mengetahui status Nessa yang tidak pernah dia beritahu siapapun. Tubuhnya diam mematung tanpa bisa membalas perkataan Jovanka.
Para karyawan yang dekat dengan Nara itu ikut merasa sedih tanpa bisa berbuat apa-apa. Situasi panas seperti ini, mereka tidak ada hak untuk ikut bicara.
Banyak orang yang melihat, mendengar perkataan Jovanka, mereka bisik-bisik sampai terdengar ke telinga Nara. Ada yang menghujat juga ada yang merasa kasihan.
Nara tidak suka, dia tidak suka di perbincangkan oleh orang lain. Apalagi jika banyak yang mendengar atau bicara tentang status kedua anaknya yang tidak mempunyai ayah. Bukan Nara malu, tapi dia hanya takut mental kedua anaknya terguncang jika selalu mendengar kata-kata kasar seperti itu.
Bukan salah Nara jika dia melahirkan tanpa seorang suami, salahkan takdir Nara yang membuat hidupnya seperti ini. Tapi jangan salahkan kedua anaknya juga, mereka tidak salah. Mereka bukan anak haram seperti yang di katakan Jovanka.
Nessa dan Nevan punya ayah, hanya saja ayah mereka tidak mengenali. Dan Nara yang tidak memberi tahu tentang keberadaan Nessa dan Nevan pada pria yang dengan tega nya merenggut kehormatannya.
Tubuhnya masih mematung, cairan bening di pelupuk matanya hampir menetes. Di saat seperti ini, dia menjadi bingung sendiri. Jika menyangkal perkataan Jovanka, itu juga tidak bisa. Benar kata Jovanka, dia memang melahirkan tanpa sosok suami, tapi kedua anaknya bukan anak haram.
Tidak berbeda dengan Gavin, pria itu pun sama terkejutnya dengan yang lain. Dia baru mengetahui hari ini kalau kedua anak Nara tidak mempunyai ayah, dia pikir kalau Nara pernah bercerai atau yang lain.
"Kita punya ayah! Siapa yang bilang kalau aku sama Nevan nggak punya ayah!!"
Suara Nessa membuat orang-orang yang ada di sekitar mengalihkan perhatiannya. Nessa berjalan menuju tempat Nara di ikuti oleh Nevan. Kedua anak itu seperti tidak terganggu atas perkataan yang menyakitkan.
Kedua anak itu berdiri tepat di depan Nara, seolah mereka sedang melindungi sang Bunda. Menatap penuh benci pada Jovanka.
"Tante jahat jangan ngomong sembarangan, kita punya ayah, kok! Kalau nggak percaya Tante bisa liat sendiri. Tuh, ayah kita udah ada di depan pintu."
Nessa menunjuk ke arah pintu, di sana ada Fahmi yang baru berjalan memasuki butik. Dengan rasa khawatir Fahmi berlari ke arah Nara, melewati kerumunan orang-orang yang seperti sedang menonton sebuah pertunjukan.
"Kenapa ini??"
"Kita punya ayah, namanya ayah Fahmi. Ya nggak, Yah?" Nessa menatap Fahmi, berharap Fahmi mengerti dengan kode yang di berikan.
"Iya, saya Ayah mereka. Kenapa? Ada masalah??" Mengerti akan tatapan Nessa, Fahmi menatap Jovanka dengan tatapan dingin.
Fahmi kembali membantu Nara, mengatakan pada orang-orang kalau dialah ayah dari kedua anak Nara. Membuat Jovanka geram, sampai akhirnya Fahmi bisa membuat Jovanka pergi.
Orang-orang yang berkumpul pun bubar, seperti tidak ada lagi yang menarik untuk di lihat. Kemudian tatapan Fahmi beralih pada Gavin, menatap Gavin diam.
Melihat itu, Gavin tidak bisa berkata apa-apa. Dia tidak bisa mengartikan tatapan Fahmi yang di tunjukkan untuknya. Dan tanpa basa-basi lagi, Gavin menarik lengan istrinya untuk di ajak pergi.
Sampai di mobil, Gavin kembali memikirkan arti dari tatapan Fahmi. Sampai membuatnya menjadi tidak bisa fokus.
.
.
.
"Sekali lagi terimakasih ya, Kak. Kalau nggak ada Kakak aku nggak tau lagi harus gimana." Nara meremas jemari tangannya, dia merasa selalu merepotkan Fahmi.
Situasi tadi sungguh membuat Nara tidak bisa berpikir. Dia tidak tahu harus berbuat apa, jika bukan karena Nessa yang datang dan meminta bantuan pada Fahmi, entah apa yang akan terjadi Nara tidak tahu.
"Iya, nggak apa-apa. Saya senang bisa bantu kamu, jadi jangan sungkan."
"Harusnya Bunda bilang terimakasih sama aku! Kalau nggak ada aku Bunda pasti udah nangis. Bunda cemen... " mengacungkan dua jempol miliknya ke arah bawah di depan Nara.
Nessa merasa dia menjadi pahlawan yang datang untuk menyelamatkan sang Bunda dari seorang tante jahat. Menurut Nessa, Nara terlalu baik hati sehingga membuat Nara menjadi lemah dan cengeng.
"Iya, terimakasih ya Nessa sayang... " Nara menarik Nessa dan memeluknya, menciumi pucuk kepala Nessa. Moodnya kembali jika sudah melihat wajah bahagia kedua anaknya.
"Huh!! Kalau bukan aku yang ngasih ide, nggak mungkin Nessa kepikiran buat bantuin Bunda."
Tiba-tiba Nevan bersuara, melihat interaksi antara Nessa dan Nara membuatnya cemburu. Memang benar, kalau Nevan yang menyuruh Nessa untuk bicara seperti yang Nessa ucapkan tadi saat di butik.
Saat Nevan sedang duduk dan melihat-lihat sekitar, kedua matanya tertuju pada sebuah mobil silver yang mirip dengan milik Fahmi. Saat dia yakin kalau memang benar adalah Fahmi, tiba-tiba sebuah ide muncul di otaknya.
"Biarin, wleee... " Nessa menjulurkan lidahnya, tidak peduli dengan omongan kakak kembarnya.
"Kalian ke sini mau makan atau mau terus ngobrol." Ucap Fahmi mengingatkan.
Saat ini, mereka berempat sedang ada di sebuah restoran dan ingin makan siang. Sekaligus membuat Nara mengurangi beban pikirannya. Kejadian tadi membuat Nara yang biasanya sangat ceria kini tiba-tiba menjadi lebih pendiam.
"Mau makan dong, Om... " Dengan semangat Nessa menjawab, jika dengan Fahmi dia bebas ingin makan apa saja yang dia inginkan.
Inilah yang Nessa suka dari Fahmi, sudah tampan juga sangat baik dan tidak pelit.
Mereka memesan makanan sesuai dengan porsi dan keinginan. Baru saja selesai memesan, tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri meja milik Nara dan kedua anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
siska A
semangat kak🤗aku udah like nih
2021-12-22
0
Bunda Hira
aku hadir...😚
2021-11-13
0
rieda mustafa
next kak. aku hadir lagi
2021-11-10
2