Siang berganti malam, semua orang kembali pada aktivitasnya masing-masing. Meninggalkan pekerjaan, mengistirahatkan tubuh dan mengisi tenaga untuk besok pagi.
''Bund?''
''Iya?'' Nara menoleh, menatap Nessa yang sedang bersender padanya. Tangan Nara mengelus rambut Nessa dan mengecupnya singkat.
''Bunda belum tau Ayah kita siapa?" Nara berhenti, kenapa tiba-tiba Nessa bertanya tentang ayahnya?
"Kenapa tiba-tiba nanya ayah?"
"Pengen tau aja, Bun. Dulu Nessa pikir, kalau Ayah Nessa itu om Fahmi. Tapi ternyata bukan.. "
Suara Nessa begitu pelan, hampir tidak terdengar. Tapi Nara yang berada di dekatnya tentu tahu apa yang Nessa ucapkan.
Bukan Nara tidak ingin memberitahu mereka, tapi Nara hanya takut mereka berdua kecewa. Saat tahu kalau ayah yang selama ini mereka dambakan ternyata sudah memiliki istri dan kemungkinan juga memiliki anak.
Nara sangat tahu kalau kedua anaknya sangat menginginkan seorang ayah, tapi Nara tidak bisa melakukan apa-apa. Apalagi saat banyak teman-teman mereka selalu mengejek kalau Nessa dan Nevan tidak punya ayah, hati Nara begitu teriris mendengarnya.
"Emm... Kalau semisal Bunda bilang, Bunda udah tau siapa Ayah Nessa, gimana?"
"Beneran, Bun?" Kedua mata Nessa berbinar.
"Iya, jadi kalian sekarang tidur dulu. Besok baru kita bicarain lagi."
Nara mencoba mengalihkan perhatian Nessa. Saat ini, Nara hanya bisa mengulur waktu dan kedepannya dia harus berusaha untuk menghindari pertanyaan seperti yang di ucapkan Nessa barusan.
Keesokan harinya, Nara sudah bersiap ingin pergi ke butik. Begitupun kedua anak kesayangan Nara. Setelah selesai sarapan, mereka langsung bersiap karena hari sudah mulai siang.
Nessa yang tadi malam sempat menanyakan tentang ayahnya itu tidak lagi bertanya. Dia seolah lupa dengan pertanyaan yang dia lontarkan sendiri. Nara merasa lega, jika dia mendapatkan pertanyaan seperti itu lagi, entah bagaimana dia akan menjawabnya.
Terdengar suara ketukan pintu saat Nara baru saja selesai mempersiapkan keperluan Nessa dan Nevan. Fahmi datang, dia akan mengantar Nessa dan Nevan untuk pergi ke sekolah.
''Pagi.. " ucap Fahmi dengan senyuman yang biasa dia berikan untuk Nara.
"Pagi, kak. Mau masuk dulu atau mau langsung?" Nara membalas senyuman Fahmi. Laki-laki yang sudah Nara anggap sebagai kakaknya sendiri.
Fahmi, laki-laki yang tiba-tiba datang untuk menolong Nara di saat Nara membutuhkan bantuan. Menjadi Ayah pengganti untuk kedua anaknya walaupun mereka tidak tinggal serumah. Tapi, Fahmi begitu misterius bagi Nara. Walaupun mereka dekat, tidak semua hal tentang Fahmi Nara tahu.
Nara tidak akan bertanya, sebab merupakan hal pribadi yang memang tidak semua orang harus mengetahuinya. Tapi, satu hal yang Nara ketahui ialah, bahwa Fahmi adalah orang yang baik.
"Kita langsung jalan aja, takutnya di jalan macet. Pagi ini kakak juga ada meeting pagi." Jawab Fahmi seraya melihat ke arah jam di pergelangan tangannya.
"Kalau kakak ada meeting pagi, biar aku aja yang nganter anak-anak. Kakak langsung berangkat kerja aja." Nara merasa tidak enak, pagi ini Fahmi ada meeting tapi Fahmi tetap menjemput kedua anaknya.
Fahmi menatap Nara, "nggak apa-apa, meetingnya mulai jam setengah 9. Masih banyak waktu kalau cuma buat nganter anak-anak. Kakak cuma takut kalau nanti kesiangan, bakalan macet."
Benar, Fahmi memang baik. Walaupun Nara sudah menolak tapi Fahmi tetep kekeh ingin mengantarkan kedua anaknya.
"Kalian udah siap?" tanya Fahmi saat Nessa dan Nevan datang. Sudah siap berangkat, dan semua sudah lengkap.
"Bunda, kita berangkat dulu, ya. Nanti siang kita makan siang bareng.." Nessa mencium lembut punggung tangan Nara.
"Nevan juga berangkat ya, Bun."
"Iya, nanti Bunda tunggu. Hati-hati di jalan, ya" Nara berjongkok, tangannya terulur untuk mengusap pucuk kepalanya dua anak kesayangannya, kemudian menciumnya dengan lembut.
Nessa dan Nevan keluar dari rumah dan mengikuti Fahmi untuk masuk ke dalam mobil. Nara melambaikan tangannya. saat sudah tidak lagi melihat mobil Fahmi, Nara masuk ke dalam rumah untuk mengambil tas serta kunci motornya.
Nara mengeluarkan motor matic nya dari garasi. Dia lebih dulu mengunci pintu rumahnya. kemudian naik ke motornya. motor yang dia beli 2 tahun yang lalu masih terlihat bagus. Suaranya juga masih halus.
Nara menyalakan motornya dan kemudian melaju meninggalkan rumah menuju butik. butuh waktu 20 menit untuk sampai, karena masih pagi jalanan tidak begitu macet, Nara menyetir dengan santai.
Sesampainya di butik, Nara memarkirkan motornya dan berjalan memasuki butik. Butik yang dia buka belum lama dan tidak besar. Belum banyak juga pembeli yang datang, mungkin tidak tertarik sebab hanya butik biasa.
Tapi tetap ada yang belanja di butik Nara, mereka juga puas dengan hasilnya sehingga menjadi pelanggan setia di butik Nara. Nara bersyukur, usaha awalnya semakin lama semakin lancar.
"Pagi, Mbak Nara.. " sapa para pegawai yang bekerja di butik Nara. Nara membalas sapaan mereka dengan tersenyum.
"Pagi.. "
Setelah itu, Nara berjalan kembali menuju ruangannya. Nara membuka pintu, ruangan yang dia tempati juga tidak besar. Tapi lumayan nyaman, ada sofa panjang yang bisa di pakai untuk tiduran
dan sofa kecil di dekat jendela.
Duduk di dekat jendela bisa melihat pemandangan yang ada di luar, terkadang juga angin sepoi datang, bisa membuat pikiran menjadi fresh saat terkena angin yang segar.
Nara duduk di kursi. Dia langsung melanjutkan pekerjaan yang tertunda waktu hari sabtu kemarin. Nara juga mencoba untuk membuat desain pakaian baru, tapi terkadang juga dia kesulitan sebab perlu mencari inspirasi agar pakaian yang dia buat bagus serta banyak di gemari.
Seperti biasa, Nara berkerja dengan tenang dan serius. Tapi seketika terganggu saat mendengar suara keributan di luar. Matanya melirik ke arah jam di dinding, ternyata sudah pukul 10.
Nara terlalu serius saat bekerja sampai tidak melihat jam, sekarang sudah waktunya minum kopi. Sekaligus menjernihkan pikirannya, Nara ingin meminum kopi di dekat jendela.
Tapi, kenapa di luar ribut sekali? apa para karyawannya sedang bertengkar?
Nara berdiri, dan meregangkan tangannya. Cukup pegal juga sebab dari tadi dia duduk dan tidak berpindah posisi. Kakinya melangkah menuju pintu. Nara keluar dari ruangannya untuk melihat keributan yang terjadi di luar.
Nara melihat kalau karyawannya sedang berkumpul dan dia juga mendengar suara seorang wanita yang sepertinya sedang marah-marah. Membuat Nara semakin penasaran dengan apa yang terjadi.
"Permisi.. " Suara Nara sontak membuat orang-orang yang sedang berkumpul itu berbalik menatap Nara. Begitu juga seorang wanita yang tadi sedang marah-marah.
"Eh.. ada Mbak Nara," Ucap Indi, salah satu Karyawan yang bekerja di butik Nara. Wajahnya sedikit pucat juga tubuhnya gemetaran, hal itu membuat rasa penasaran Nara semakin menjadi.
Nara mendekati Indi, merasa heran saat melihat raut wajah Indi, ada apa dengan karyawannya ini?
"Ada apa ini..?"
Mendengar suara Nara, wanita yang sedang marah-marah itupun berhenti dan menatap Nara. Matanya melihat dari atas sampai bawah tubuh Nara. Tentu hal itu membuat Nara merasa risih.
"Oh.. Jadi kamu yang punya butik ini?" Tanyanya dengan sinis dan tatapan yang merendahkan.
Nara diam, tidak menjawab. Dia masih tidak bisa memahami situasi yang sedang terjadi. Melihat Nara yang tidak menjawab pertanyaannya, kemarahan wanita itu bertambah.
"Kalau begitu, aku langsung ke intinya saja. Aku ingin protes, kenapa gaun yang aku pesan tidak sesuai dengan keinginanku?!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
ynynita
semangat terus nara, pasti km bakal ngerasain bahagia. yakin
2021-11-16
1