Tergelincir

Saat Nessa mengajak Gavin bermain, tidak tahu kenapa tapi Gavin rasanya tidak ingin menolak ajakan Nessa. Bermain dengan Nessa yang ceria dan Nevan yang irit bicara, Gavin baru merasakan rasanya jika memiliki seorang anak itu seperti apa.

Melihat senyuman Nessa, tanpa sadar Gavin merasa senang. Dia sampai melupakan apa tujuannya datang ke panti asuhan. Seluruh perhatiannya teralihkan, dan Gavin tidak lagi peduli dengan sang asisten yang sejak tadi hanya diam dan memperhatikan dirinya.

Nessa membawanya bertemu dengan anak-anak lain. Kemudian mengajaknya masuk ke dalam sebuah kamar yang Nessa bilang adalah kamar Bunda Nara dan dirinya jika menginap di panti.

"Terus Nevan tidur di mana?"

"Nevan tidur di kamar sebelah, dia nggak mau tidur sama aku sama Bunda. Katanya malu.. "

Nessa menjawab pertanyaan Gavin dengan cekikikan.

"Bukan malu, tapi kasurnya nggak muat untuk tiga orang." Kesal Nevan yang sudah di tuduh oleh kembarannya sendiri.

"Iya, kasurnya nggak muat. Karena bunda sama aku perempuan jadi nggak mau tidur bareng juga 'kan?"

Nessa menaikturunkan alisnya, menggoda Nevan. Kemudian Nessa tertawa, merasa lucu dengan alasan yang Nevan berikan. Padahal sebenarnya kasur yang di tempati Nessa dan Nara besar, jadi muat untuk tiga orang.

Setelah berhenti tertawa, Nessa membawa Gavin menuju kamar yang selalu di tempati oleh Nevan jika menginap di panti. Kamar berwarna putih bersih, sangat cocok dengan karakter Nevan yang pendiam.

"Ayah kalian di mana?" Tiba-tiba Gavin bertanya.

Langkah Nessa terhenti, genggaman tangan Gavin di lepaskan. Nessa diam tanpa menjawab pertanyaan Gavin. Kening Gavin mengernyit, tidak mendapat jawaban dari Nessa.

"Nessa kenapa? Kok diem?"

Gavin berjongkok, mensejajarkan tinggi dengan tubuh Nessa. Dia menatap Nessa yang menunduk diam tak menjawab pertanyaannya.

"Kita nggak punya ayah, Om."

Gavin tertegun, tidak menyangka dengan jawaban Nessa. Lalu pria yang kemarin saat di restoran itu bukan ayah Nessa? Jadi siapa ayah Nessa sebenarnya?.

Tiba-tiba banyak pertanyaan di benak Gavin, buru-buru dia menggelengkan kepalanya. Menepis pertanyaan yang muncul di otaknya, lagi pula ini bukan urusannya, jadi Gavin tidak perlu bertanya lebih jauh.

"Terus yang kemarin makan bareng kalian di restoran itu siapa?"

"Itu om Fahmi."

Nama Fahmi terasa tidak asing di ingatan Gavin. Dia mencoba mengingat siapa Fahmi, tapi entah kenapa otaknya mendadak bodoh.

Gavin tidak bertanya lagi, walaupun sangat penasaran. Dia kembali bermain dengan Nessa dan Nevan. Sampai tidak sadar jika sudah bermain terlalu lama.

Pertama kali dia merasakan bagaimana rasanya bermain dengan anak kecil. Sedikit menyenangkan menurutnya, jika dia memiliki anak mungkin akan menyenangkan. Membuat rasa lelahnya hilang setelah bekerja hanya dengan melihat raut wajah bahagia sang anak.

Hidup selama 28 tahun dan sudah menikah 2 tahun tidak membuat Gavin berpikir tentang memiliki seorang anak. Kejadian yang terjadi di masa lalu membuatnya tidak ingin berhubungan dengan seorang wanita.

Rasa bersalahnya pada gadis yang dia renggut paksa kehormatannya belum juga hilang. Pernah satu kali Gavin mencoba berhubungan dengan sang istri karena bujukan mama yang ingin segera memiliki cucu, tapi tiba-tiba dia mengingat kembali kejadian itu.

Sampai saat ini, Gavin masih tidak ingin mencoba berhubungan lagi. Sudah berkali-kali tapi bayangan masa lalu masih saja menghantuinya. Membuat rasa bersalahnya tidak hilang sampai sekarang.

Tapi, ketika dia bermain dengan Nessa dan Nevan, pikiran tentang memiliki anak datang. Mungkin, dia bisa mencobanya sekali lagi. Siapa tahu dia sudah bisa melupakan kejadian itu. Gavin mencoba memikirkannya sekali lagi.

.

.

.

Nara yang sejak tadi mengobrol dengan ibu Mira dan melepas kerinduan selama tiga bulan, itu tidak henti-hentinya melihat sekeliling ruangan. Sudah hampir tiga jam tapi kedua anaknya belum juga keluar.

Di lihatnya jam yang sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Sebentar lagi waktunya makan siang, Nara melirik ke arah asisten Gavin yang sejak tadi hanya diam dan tidak bersuara.

Nara tahu kalau mereka sedang ada keperluan, tapi mengapa asisten Gavin tidak memanggil Gavin keluar dan melanjutkan pekerjaannya? Tidak 'kah dia bosan dan lelah menunggu?

"Ra, kayaknya mereka belum mau pulang, mendingan kita masak terus ajak mereka makan bareng."

Nara menoleh, menatap ibu Mira yang juga sedang menatapnya. Mengerti maksud dari perkataan ibu Mira, Nara hanya diam tidak menjawab tapi juga tidak menolak.

Ibu Mira mengajaknya pergi ke dapur, mereka memasak makan siang yang lumayan banyak. Nara sungguh tidak tahu jika dia akan menghadapi situasi seperti ini.

Dengan pasrah Nara mengikuti semua perintah ibu Mira. Hampir satu jam mereka berada di dapur, banyak masakan yang di buat. Meja makan hampir penuh.

Nara mengelap keringat di kening menggunakan tangan, rasanya sedikit gerah karena sejak tadi berdiri di depan kompor.

Nara berjalan menuju dispenser dan menuangkan air di dalam gelas, tenggorokannya terasa haus. Tiba-tiba Nessa datang dan bilang kalau dia haus juga.

"Bun.. aku haus."

Nessa mengulurkan tangannya, meminta air minum pada sang bunda. Ibu Mira yang baru selesai mencuci tangan segera mendekati mereka berdua.

"Nes.. Kamu panggil o'om yang tadi, bilang kalau nenek ngajak makan bareng."

"Sekarang, Nek?"

"Iya.. "

Dengan segera Nessa menuruti perintah nenek. Membawa dua pria yang menjadi tamu ibu Mira ke meja makan. Bersama dengan Nevan yang sedang di gandeng oleh Gavin.

"Bu... Lebih baik kita pulang saja. Kami akan makan siang di luar, jadi tidak perlu repot-repot." Ucap Gavin yang merasa tidak enak.

"Nggak apa-apa, saya merasa senang kalau kalian mau menghabiskan makanan yang sudah kami sajikan. Jadi jangan nolak."

Nara hanya diam, tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Dia sibuk mengambil nasi untuk kedua anaknya.

Makan siang kali ini terasa ramai, kelakuan Nessa yang manja dengan Gavin membuat meja makan semakin ramai. Nara masih tidak menyangka kalau putrinya bisa sedekat itu dengan orang yang baru di kenal.

Sejak tadi dia memperhatikan Nessa, Nessa bersikeras untuk duduk di dekat Gavin. Mengambilkan makanan untuk Gavin, yang membuat Gavin tidak bisa menolak.

Sampai saat makan siang sudah selesai, Gavin pergi keluar bersama asistennya. Dia berniat kembali ke kantor.

"Bu... Terimakasih atas makan siangnya, tapi sepertinya kami harus segera kembali ke kantor. Masalah hari ini kita bisa bicarakan lain hari."

Mereka sudah berdiri di dekat pintu, mengucapkan terimakasih sebelum pergi.

"Iya, saya juga mau bilang terimakasih karena sudah mau makan bersama kami."

Tiba-tiba si kecil Nessa datang, "Om Gavin udah mau pergi?"

Wajahnya cemberut, dia masih ingin bermain dengan Gavin.

"Iya, Om mau kembali ke kantor."

"Tapi Nessa masih mau main sama Om Gavin.. " Wajah Nessa memerah, hendak mengeluarkan air mata.

Melihat itu, ibu Mira dengan cepat bicara dengan Nessa, "Nessa... Om Gavin-nya mau kerja, kalau main terus sama Nessa om Gavin-nya nggak bisa kerja. Terus nanti siapa yang mau ngasih uang kalau om Gavin nggak kerja?"

Nessa diam, dia menatap neneknya dan beralih menatap Gavin. "Om mau kerja?"

Gavin mengangguk, sebenarnya dia tidak tega tapi mau bagaimana lagi? pekerjaan di kantor lumayan menumpuk.

"Ya udah, boleh. Tapi besok-besok main lagi, ya.. "

Nessa menunjukkan jari kelingkingnya, membuat Gavin paham dan kemudian dia berjongkok, menautkan jari kelingkingnya dengan Nessa. Berjanji dengan gadis kecil itu untuk kembali bermain.

Sebelum kembali, Gavin pamit untuk pergi ke toilet, saat tiba di dapur dia melihat Nara yang sedang mengelap tangannya sehabis mencuci piring, karena tidak melihat jalan Nara tidak sengaja tergelincir.

Dengan gerakan cepat Gavin menangkap tubuh Nara, membuat keduanya berpelukan. Jantung keduanya kembali berdetak lebih cepat, hembusan napas Gavin bisa Nara rasakan. Membuat Nara merasa sesak Napas.

Keduanya saling menatap, tidak ada yang bergerak. Sampai si kecil Nessa datang dan membuat keduanya tersadar.

"Om Gavin katanya pengen kerja, tapi kenapa malah pelukan sama Bunda?"

Pelukan mereka terlepas, Nara dan Gavin menjadi salah tingkah. Keduanya segera menjauh dan mencoba menetralkan detak jantung yang sedang berdetak kencang.

Terpopuler

Comments

Suhada Bintan

Suhada Bintan

aku sudah mampir nihh..
Ceritanya bagus,aku suka...😊

2021-11-06

1

Pangeran Matahari

Pangeran Matahari

hai kk aku mampir ni...mampir juga y ke karyaku cucu manja oma

2021-10-07

2

Razilee

Razilee

hai thor!! aku sudah baca ceritamu bagus banget! jangan lupa baca juga ceritaku yh tinggalkan jejak di sana

2021-09-10

0

lihat semua
Episodes
1 Malam Ternoda
2 Dua Garis
3 Dua Anak
4 Keributan
5 Pertemuan Pertama
6 Makan Siang
7 Kembali
8 Rumah
9 Tamu
10 Kenal
11 Tergelincir
12 Motor Mogok
13 Satu Mobil
14 Ternyata Dia
15 Perampokan
16 Kesan Pertama
17 Datang Lagi
18 Ayah Fahmi
19 Belanja
20 Tidak Menyangka
21 Pulang
22 Mengobrol
23 Telepon
24 Sarapan
25 Demam
26 Rumah Sakit
27 Berhenti Mencari
28 Donor
29 Demi Nevan
30 Tolong Anakmu!
31 Kembali Ke Rumah Sakit
32 Lebih Terbuka
33 Akhirnya
34 Rambut
35 Penjelasan
36 Tes DNA
37 Hampir Saja
38 Tante Jahat
39 Bingung Judulnya
40 Menunggu Dengan Cemas
41 Terimakasih
42 Untuk Sementara
43 Kepala Pusing
44 Obrolan Malam
45 Pulang
46 Demi Nevan
47 Terima Beres
48 Nomor Baru
49 Makanan
50 Mulai Curiga
51 Diam-Diam
52 Menyelidiki
53 Sebuah Tamparan
54 Balasan
55 Di Balik Pintu
56 Kekesalan Kiki
57 Maaf...
58 Maaf Lagi
59 Penculikan
60 Benar-benar Hilang
61 Gelap dan Kotor
62 Jovanka Lagi
63 Tanpa Judul
64 Kabur
65 Tertangkap
66 Jeruji Besi
67 Tidak Seperti Dulu
68 Weekend
69 Dua Cangkir Kopi
70 Teman Lama
71 Sebenarnya ...
72 Belum Terbiasa
73 Dipersingkat?
74 Tetangga Baru
75 Hadiah Perkenalan
76 Tanggal Berapa Ini?
77 Bukan Siapa-siapa
78 Mulai Pergi Meninggalkan
79 Ada Sesuatu
80 Pergi Kemana?
81 Nessa Sedih
82 Episode Spesial
83 Di Restuin atau Enggak?
84 Boleh Kecewa?
85 Diskusi
86 Mamah
87 Sudah Halal
88 Malam Pertama
89 Pagi Yang Canggung
90 Pindah
91 Berempat
92 Beres-beres
93 Cemburu
94 Hadiah
95 Tidur Sore
96 Nessa Cerita
97 Mengaku
98 Awas, Dosa!
99 Kehamilan Ke-dua
100 Last Chapter
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Malam Ternoda
2
Dua Garis
3
Dua Anak
4
Keributan
5
Pertemuan Pertama
6
Makan Siang
7
Kembali
8
Rumah
9
Tamu
10
Kenal
11
Tergelincir
12
Motor Mogok
13
Satu Mobil
14
Ternyata Dia
15
Perampokan
16
Kesan Pertama
17
Datang Lagi
18
Ayah Fahmi
19
Belanja
20
Tidak Menyangka
21
Pulang
22
Mengobrol
23
Telepon
24
Sarapan
25
Demam
26
Rumah Sakit
27
Berhenti Mencari
28
Donor
29
Demi Nevan
30
Tolong Anakmu!
31
Kembali Ke Rumah Sakit
32
Lebih Terbuka
33
Akhirnya
34
Rambut
35
Penjelasan
36
Tes DNA
37
Hampir Saja
38
Tante Jahat
39
Bingung Judulnya
40
Menunggu Dengan Cemas
41
Terimakasih
42
Untuk Sementara
43
Kepala Pusing
44
Obrolan Malam
45
Pulang
46
Demi Nevan
47
Terima Beres
48
Nomor Baru
49
Makanan
50
Mulai Curiga
51
Diam-Diam
52
Menyelidiki
53
Sebuah Tamparan
54
Balasan
55
Di Balik Pintu
56
Kekesalan Kiki
57
Maaf...
58
Maaf Lagi
59
Penculikan
60
Benar-benar Hilang
61
Gelap dan Kotor
62
Jovanka Lagi
63
Tanpa Judul
64
Kabur
65
Tertangkap
66
Jeruji Besi
67
Tidak Seperti Dulu
68
Weekend
69
Dua Cangkir Kopi
70
Teman Lama
71
Sebenarnya ...
72
Belum Terbiasa
73
Dipersingkat?
74
Tetangga Baru
75
Hadiah Perkenalan
76
Tanggal Berapa Ini?
77
Bukan Siapa-siapa
78
Mulai Pergi Meninggalkan
79
Ada Sesuatu
80
Pergi Kemana?
81
Nessa Sedih
82
Episode Spesial
83
Di Restuin atau Enggak?
84
Boleh Kecewa?
85
Diskusi
86
Mamah
87
Sudah Halal
88
Malam Pertama
89
Pagi Yang Canggung
90
Pindah
91
Berempat
92
Beres-beres
93
Cemburu
94
Hadiah
95
Tidur Sore
96
Nessa Cerita
97
Mengaku
98
Awas, Dosa!
99
Kehamilan Ke-dua
100
Last Chapter

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!