Saat melihat sorot mata kesedihan di wajahnya Gavin tidak tahu apa yang ada dalam pikiran wanita itu. Tapi saat melihatnya tertawa dengan keluarga kecilnya, Gavin menyadari kalau seseorang bisa tertawa lepas tanpa beban jika sudah dihadapkan dengan sesuatu yang memang menjadi alasannya untuk bahagia.
Tapi, kedua mata itu tetap tidak bisa berbohong. Gavin melihatnya, dia bisa melihat sorot mata yang hanya ada kesedihan. Saat wanita itu menatapnya, entah kenapa Gavin merasa kasihan, hatinya ikut merasa sedih dengan melihat tatapan mata itu.
Kedua tangannya memegang ponsel, dia menunduk tapi matanya melirik ke arah lain. Sejak pandangan mata mereka berdua terputus karena kedatangan pelayan wanita itu sudah tidak lagi melihat ke arahnya, tapi tatapan Gavin masih kepada Nara.
Dia tidak mendengarkan sang istri yang sejak tadi mengoceh. Suasana restoran yang semakin ramai membuat Gavin tidak lagi begitu jelas untuk melihat ke arah Nara. Kepalanya mendongak untuk melihat apakah Nara kembali menatap ke arahnya atau tidak.
Jovanka, yang sejak tadi berbicara kepada Gavin tapi tidak di tanggapi oleh suaminya itu seketika merasa kesal. Dia merebut ponsel Gavin, dan membuat Gavin tersentak.
"Kamu kenapa, sih? aku ngomong dari tadi nggak kamu respon?"
Padahal, Gavin tidak bermain ponsel, sejak tadi Gavin hanya mengamati keberadaan Nara. Tapi Jovanka tidak tahu, dia pikir kalau suaminya itu sedang bermain ponsel dan tidak memperdulikan dirinya sama sekali.
"Aku denger.. "
Gavin kembali merebut ponsel miliknya, memasukkan ke dalam saku jasnya. Dia tidak lagi menatap ke arah Nara. Keheningan tercipta, padahal tadi Jovanka sangat cerewet tapi sekarang mendadak diam. Mungkin wanita itu kesal karena Gavin sejak tadi hanya diam.
"Kapan kamu mau berhenti cari perempuan itu?"
Gavin mendongak, menatap istrinya yang sedang cemberut dan mendekap kedua tangannya di dada.
"Aku nggak bakal berhenti sebelum aku ketemu sama dia"
"Tapi 'kan aku istrimu! Udahlah, mendingan lupain aja. Dia itu cuma masa lalu, lagian dia juga nggak dateng buat minta tanggung jawab 'kan? Kenapa kamu repot-repot nyariin dia?!!"
Ingin rasanya Jovan berteriak dan memarahi Gavin. Tapi dia tahan saat tahu kalau di sini bukan tempat yang cocok. Jovanka, adalah istri dari Gavinio Algibran Mahesa. Mereka menikah dua tahun yang lalu karena keputusan orang tua mereka.
Gavin awalnya menolak, dia bilang kalau dia tidak mencintai Jovanka. Tapi, desakan keluarga membuat Gavin dengan terpaksa menikahi Jovanka. Berbeda dengan Gavin, Jovanka justru merasa sangat senang saat tahu kalau dia akan menikah dengan Gavin.
Pria yang sudah dia kagumi semenjak zaman kuliahnya. Awal mereka bertemu adalah saat ada perjamuan keluarga, melihat wajah Gavin yang tampan membuat Jovanka memutuskan kalau di masa depan, pria yang dia nikahi adalah Gavin.
Keinginannya di kabulkan, dua tahun setelah berkenalan, mereka berdua melaksanakan acara pertunangan. Dan setahun kemudian mereka mengadakan pernikahan dengan megah. Keinginan menjadi seorang istri dari pujaan hatinya terkabul pada hari itu juga.
Tapi yang membuat Jovanka kecewa adalah saat malam pengantin mereka, Jovanka mendengar pembicaraan antara Gavin dan asistennya. Gavin menanyakan keberadaan wanita lain, hatinya sakit.
Tapi yang lebih menyakitkan adalah saat Jovanka tahu kalau wanita yang selalu Gavin tanyakan pada asistennya adalah wanita yang tidak sengaja dia tiduri saat dia di culik setelah acara pertunangan mereka berdua.
Dan sampai sekarang, Gavin masih tidak menyerah. Bertahun-tahun lamanya setelah kejadian itu Gavin masih tidak bisa melupakan. Dia tidak peduli dengan perasaan Jovanka. Hal itu membuat Jovanka menjadi pemarah, walaupun memang sudah wataknya yang seperti itu sejak kecil, tapi di depan Gavin, Jovanka akan bersikap manis. Dia terus berusaha menahan kekesalannya.
"Kamu tau? Kalau aku masih ngerasa bersalah sama dia. Aku memang nggak tau dia siapa, tapi aku cuma pengen cari tau aja. Entah kenapa sampai sekarang aku masih nggak bisa cari tau tentang dia."
Mendengar itu, emosi Jovanka kembali naik. Bisa-bisanya Gavin membicarakan wanita lain di depannya. Kedua tangannya mengepal di bawah meja, Jovanka menggerakkan giginya.
Saat ingin bicara kembali, pelayan datang dengan membawa pesanan mereka. Dan keheningan kembali terjadi, mereka makan siang dalam diam. Tidak ada yang memulai pembicaraan.
Jovanka pun sudah hampir tidak tahan dengan sikap Gavin. Gavin seperti menganggap dia tidak ada. Dia hanya diam dan memakan makanannya dengan hati yang kesal.
Sampai makan siang mereka berakhir, tetap tidak ada yang memulai pembicaraan. Keduanya diam dengan pikirannya masing-masing. Mobil melaju meninggalkan restoran, Gavin menyetir hendak mengantar sang istri pulang ke rumah.
Saat sudah sampai di rumah, tanpa memasuki Gavin langsung melajukan mobilnya menuju kantor.
.
.
.
"Bunda kenyang" Nessa menepuk perutnya yang terasa kenyang.
Mereka baru saja menyelesaikan makan siang dan berniat untuk langsung kembali ke butik Nara. Semua makanan sudah habis dan tidak ada yang tersisa.
Sebelum keluar, Nara kembali menatap sekeliling restoran. Pria yang dia cari ternyata sudah tidak ada. Rupanya pria itu dan istrinya sudah pergi lebih dulu. Nara menghela napas, ada apa dengannya saat ini?
Andai saja Nara tidak bertemu dengan Gavin, mungkin saja Nara tidak akan banyak pikiran seperti ini. Nara berbalik, dia segera menyusul kedua anaknya dan Fahmi yang sudah hampir sampai di parkiran.
Nara memasuki mobil dan duduk di bagian depan. Memakai seatbelt sebagai pengaman. Kedua anaknya sudah duduk di belakang, dengan perut yang sangat kekenyangan membuat keduanya menjadi diam dan tak bersuara.
"Langsung pulang, Ra?"
Nara mengangguk, memang tujuannya setelah selesai makan siang Nara ingin langsung kembali ke butik. Mulai hari ini pekerjaannya bertambah dan dia akan bekerja lembur.
"Nggak mau jalan-jalan dulu?"
Nara menggeleng, "nggak, Kak. Kerjaan aku banyak banget. Kayaknya aku bakalan lembur."
Fahmi langsung melajukan mobilnya dan tidak bertanya lagi. Dirinya pun memang banyak pekerjaan. 20 menit perjalanan, mobil sampai di depan butik yang terlihat ramai pengunjung.
Nara turun dan di ikuti dengan kedua anaknya. Dia berterima kasih pada Fahmi yang tidak ikut turun.
"Makasih ya, Kak. Kalau gitu aku masuk dulu."
Fahmi menganggukkan kepalanya, dia melambaikan tangannya dan di balas oleh Nessa dan Nevan. Dia pun pergi meninggalkan butik Nara.
"Bun.. " panggil Nessa.
Nara menoleh, melihat putrinya yang sedang menguap.
"Kamu ngantuk?"
"Iya."
"Jangan tidur dulu, tunggu sebentar lagi.. "
Bukannya Nara melarang Nessa, tapi perut Nessa yang masih kekenyangan tidak boleh langsung di bawa tidur. Itu tidak baik, menurutnya.
"Makanya jangan kebanyakan makan, kalau kamu tidur nanti bakalan jadi gendut." Kata Nevan sembari berjalan masuk.
Nessa menjulurkan lidahnya, tidak peduli dengan apa yang di ucapkan Nevan.
Mereka bertiga berjalan memasuki butik dan menaiki tangga. Membuka pintu ruang kerja Nara. Nessa dengan cepat langsung menidurkan tubuhnya di sofa panjang yang bisa di jadikan kasur.
Sedangkan Nara, dia duduk di kursi dengan meja yang mendampingi. Kali ini Nara sudah bisa lebih konsentrasi dalam membuat desain pakaian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
selfi
keren kak, semangat👌
saling support 💞
2021-12-04
1
ynynita
jovanka kamu gk boleh gitu ya
2021-11-19
2
hartati Deni
mantab.. smangat ya..
2021-10-31
0