Gavin membuka kaca mobilnya, dia melihat Nara yang sedang kesulitan. Sepertinya motornya mogok. Mereka berdua bertatapan, Gavin sungguh tidak tahu jika saat dia melewati jalan ini akan bertemu dengan Nara.
Tadinya, setelah menyelesaikan pekerjaan Gavin berniat langsung pulang. Tapi mengingat waktu yang mungkin saat ini sedang terjadi macet, maka Gavin akan melewati jalan lain, tapi siapa sangka kalau dia bertemu Nara yang sedang membutuhkan bantuan.
"Ada masalah apa?" Tanya Gavin yang saat ini mencoba fokus dan tidak terbawa suasana akibat menatap kedua mata Nara.
"Ah, iya. Itu.. motorku kayaknya ada masalah, dari tadi nggak bisa nyala."
Nara menggaruk belakang telinganya yang tidak gatal. Saat ini Nara sedang menahan gugup dan malu. Malu karena dia bertemu dengan Gavin dalam keadaan motor yang mogok.
"Apa butuh bantuan?"
"Em.. kayaknya tinggal telepon montir buat benerin sekalian di bawa ke bengkel." Ucap Nara yang sedikit kebingungan.
Gavin seharusnya tidak perlu bertanya apakah Nara butuh bantuan atau tidak, karena jelas Nara saat ini membutuhkan bantuan.
"Kenapa nggak telepon montir nya?"
Nara menghela napas, "Saya nggak punya nomor teleponnya."
Jika pun punya, sudah sejak tadi Nara menelepon. Dan juga bengkel lumayan jauh dari butiknya, tidak mungkin Nara akan mendorong motor sampai ke butik, membuang-buang waktu.
Gavin mengeluarkan ponsel dari saku jas nya. Mengetik nama seseorang dan kemudian menempelkan benda pipih itu di telinganya.
Nara yang melihat itu tidak tahu Gavin sedang apa. Dia hanya diam sembari berdecak dan bingung. Sudah malam tapi dia belum kembali, Nara takut kalau anak-anak akan menghawatirkan dirinya.
"Dari pada berdiri nggak jelas di situ lebih baik kamu masuk ke mobil!"
Nara menoleh, menatap Gavin bingung. "Maksudnya gimana?"
"Kamu masuk mobil, saya akan nganterin kamu sampai rumah."
"Tapi... " Nara masih ragu, walaupun saat ini dia memang butuh bantuan tapi apakah Nara harus menyetujui dan pergi satu mobil dengan Gavin.
"Udah ayo masuk!!" Perintah Gavin seperti tidak bisa di bantah, membuat Nara dengan terpaksa masuk ke dalam mobil.
Kecanggungan melanda, Nara masih tidak tahu harus bersikap bagaimana. Sampai dia mengingat sesuatu.
"Em... tapi motor saya gimana?"
Akibat perintah dari Gavin membuat Nara lupa kalau sudah meninggalkan motornya di depan butik. Nara takut jika ada yang mencurinya.
"Saya sudah menelepon orang dari bengkel, biar mereka yang bawa motor kamu. Kalau udah selesai, nanti akan saya suruh antar ke rumah kamu."
Setelah mengatakan itu, suasana kembali hening. Nara menatap keluar jendela mobil, dia tidak berani menoleh ke samping. Menatap Gavin akan membuatnya merasa gugup sekaligus takut.
Sesampainya di panti asuhan, Nara segera turun dari mobil. Nara baru sadar kalau Gavin tidak bertanya padanya akan pulang kemana. Saat baru keluar, kedua anak Nara berlari dan memeluk kaki Nara.
"Bunda kenapa pulangnya malem banget?" Tanya Nessa dengan wajah cemberut nya.
"Iya, Bunda. Kita khawatir, takut kalau Bunda kenapa-napa."
Nara tersenyum, mengusap kepala kedua anaknya. "Nggak usah khawatir, Bunda nggak akan kenapa-napa."
"Lho, motor Bunda kemana?" Nessa menatap sekeliling, tidak menemukan motor Bunda Nara.
"Motor Bunda tadi mogok, jadi lagi di bawa ke bengkel."
"Oh.. Terus Bunda pulang sama siapa?" Nara diam, dia tidak tahu harus bilang jujur atau tidak.
"Ini mobilnya om Gavin 'kan?" Ucap Nevan seraya menatap mobil hitam milik Gavin.
Tebakan Nevan benar, saat dia membuka pintu mobil dan melihat Gavin yang sedang duduk dengan memegang ponsel. Kedua matanya berbinar, kembali bertemu dengan Gavin.
"Om Gavin... "
Gavin menoleh, dia tersenyum melihat Nevan. Bocah pendiam yang selalu tersenyum jika sedang bersamanya.
Mendengar nama Gavin di sebut, sontak membuat Nessa ikut senang. Dengan ajakan Gavin yang menyuruh mereka masuk, tanpa mempedulikan Nara yang sejak tadi hanya diam mereka langsung naik ke dalam mobil dan duduk di sebelah Gavin.
Nara menyuruh kedua anaknya untuk turun, tapi mereka berdua tidak mau. Mereka bersikeras ingin pulang ke rumah, karena Gavin sudah menawarkan mereka berdua tumpangan.
Dengan terpaksa Nara menuruti, kemudian dia masuk ke panti untuk pamit. Memang niat awalnya tidak ingin menginap, tapi saat motornya tiba-tiba rusak, Nara memutuskan untuk menginap saja.
Tapi siapa sangka akan bertemu Gavin, membuat kedua anaknya tidak menuruti dirinya dan lebih memilih Gavin. Kesempatan bagi Nessa dan Nevan yang sangat menyukai Gavin.
"Lho.. mau pulang, Nak? Biasanya kalian nginep." Ibu Mira terkejut dengan ucapan Nara yang bilang ingin pulang.
Biasanya Nara akan menginap selama dua atau tiga hari.
"Iya, Bu. Tadi motor Nara mogok, kebetulan mas Gavin lewat. Jadi Nara di suruh naik mobilnya."
"Oh gitu.. ya udah, kalau gitu hati-hati, ya. Lain kali nginep, kita 'kan jarang ketemu."
"Iya, Bu. Kalau gitu Nara pamit pulang, ya."
"Iya.. "
Setelah berpamitan, Nara keluar dan masuk ke dalam mobil. Dia melihat Gavin dan kedua anaknya sedang tertawa, Nara bahkan sangat jarang melihat Nevan tertawa begitu lepas.
Tidak seperti biasanya, hanya diam tidak ikut bicara. Pertemuan Gavin dengan kedua anaknya ternyata memiliki pengaruh yang besar juga.
Mobil mulai melaju, meninggalkan panti asuhan. Selama perjalanan, hanya Nara yang tidak ikut dalam obrolan Gavin dan kedua anaknya. Nara sibuk dengan pikirannya sendiri.
Memikirkan kejadian yang dia alami beberapa hari ini. Entah kebetulan atau bukan, Nara selalu bertemu dengan Gavin. Membuat isi kepala Nara hanya di penuhi pertanyaan tentang Gavin.
Samar-samar Nara mendengar suara Nessa yang sedang menunjukkan alamat rumahnya pada asisten Gavin.
Mobil masih melaju, malam penuh bintang menghiasi langit. Lampu jalan menyala terang, suasana kota jakarta sudah nampak sedikit sepi.
Sampai mobil berhenti tepat di depan rumah Nara. Mereka turun dari mobil, begitu pula dengan Gavin. Dia ikut turun dan melihat-lihat rumah Nara.
Rumah satu lantai, tidak besar juga tidak luas. Tapi halaman rumah ini rapi dan di tanami banyak bunga. Rumah minimalis yang memang cukup untuk mereka bertiga tinggal.
"Om Gavin mampir dulu, yuk.. " Nessa menahan lengan Gavin yang hendak masuk ke dalam mobil.
"Tapi Om harus pulang... " ucapannya terhenti saat melihat wajah Nessa yang sedih. Dia menjadi tidak tega.
Melihat itu, Nara segera ikut bicara. Dia harus bisa menahan Nessa yang mengajak Gavin, bukan karena tidak memperoleh kan Gavin mampir. Tapi sekarang sudah malam dan tidak baik jika mengundang laki-laki asing ke dalam rumah.
"Nessa... Sekarang udah malem. Waktunya kita tidur, besok 'kan bisa ketemu lagi."
Nara menarik tangan Nessa perlahan, mencoba membuat putrinya menjauh dan melepaskan genggaman tangan pada Gavin.
Gavin yang mengerti kalau Nara tidak ingin dia mampir akhirnya mencoba membantu Nara dengan bicara pada Nessa.
"Nessa, besok kita bisa main lagi. Sekarang Nessa sama Nevan tidur dulu, biar besok punya tenaga banyak kalau kita ketemu."
Setelah beberapa kali di bujuk, akhirnya Nessa mau mendengarkan Nara. Tidak seperti Nevan yang sangat mudah di bujuk. Dia seakan mengerti dengan situasi yang terjadi.
Setelah melihat Nara dan kedua anaknya masuk ke dalam rumah, Gavin pun masuk ke dalam mobil, meminta asistennya untuk mengantarnya pulang.
"Kita langsung pulang, Tuan?"
"Ya.. "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Naga Bulan Salju
👣 My footstep
2021-12-19
2
Bunda Hira
😘
2021-11-09
0
♔︎𝐐𝐮𝐞𝐞𝐧♔︎ ఌ︎𝐳𝐡𝐞𝐞☻︎
𝙟𝙚𝙟𝙖𝙠 𝙠𝙪 𝙙𝙞𝙩𝙞𝙣𝙜𝙜𝙖𝙡𝙠𝙖𝙣 🤣💞
2021-11-08
2