Keesokan harinya, seperti biasa Nara sudah bangun dan sedang membuat sarapan. Dan kedua anak Nara masih belum keluar dari kamar. Roti dan susu sudah tersedia, Nara berniat membangunkan kedua anaknya.
Sinar matahari pagi sudah muncul, tirai jendela Nara buka. Cahayanya masuk dan membuat dia anak kecil yang sedang tertidur nyenyak itu terganggu. Keduanya merasa tidak nyaman, sampai membuat kedua mata mereka terbuka.
"Nevan, Nessa bangun. Hari ini kalian sekolah, jangan sampai kesiangan."
Nara menyibak selimut mereka berdua, dua ranjang terpisah yang Nara letakkan dalam satu kamar. Tempat tidur dengan warna yang berbeda. Milik Nessa berwarna pink dengan gambar princess dan milik Nevan berwarna biru dengan gambar ironman.
"Ih.. Bunda, sebentar lagi."
Nessa mencoba menarik selimutnya, kedua matanya masih mengantuk, tapi silau dari sinar matahari sangat mengganggunya.
"Nggak ada tidur-tidur lagi, cepetan bangun. Om Fahmi sebentar lagi dateng, jangan buat dia nunggu kalian yang masih lama gara-gara bangun kesiangan."
"Om Fahmi udah selesai sama urusannya, Bun?"
Nevan menguap, mencoba membuka matanya yang masih terasa berat. Kemudian meregangkan kedua tangannya sebelum duduk.
"Iya, tadi om Fahmi dari telepon Bunda. Katanya hari ini kalian harus berangkat pagi. Kalau nggak kalian bakalan di tinggal, jadi nggak ada yang nganterin kalian ke sekolah. Tau sendiri 'kan kalau motor Bunda lagi di bengkel, jadi Bunda juga nggak bisa nganterin kalian." Ucap Nara setengah berbohong.
Faktanya, Fahmi memang dari menelpon dirinya dan bilang kalau urusannya sudah selesai. Dan seperti biasa, Fahmi akan datang untuk menjemput kedua anak Nara. Tapi sebenarnya Fahmi tidak mengatakan tentang Nessa dan Nevan yang harus berangkat pagi.
Nara sengaja mengatakan itu supaya kedua anaknya mau bangun dan segera mandi. Hari sudah semakin siang dan Nara takut kalau mereka berdua akan terlambat ke sekolah.
Dengan beberapa kali bujukan, akhirnya Nessa bangun dari tidurnya. Sedangkan Nevan, dia sudah lebih dulu selesai mandi, mereka sarapan bersama. Meminum segelas susu yang sudah di sediakan.
Pintu rumah Nara di ketuk, dengan semangat Nessa segera berlari untuk membuka pintu, menyambut kedatangan Fahmi.
"Om Fahmi dari mana? kenapa kemarin nggak bilang dulu sama Nessa kalau mau pergi?" Kedua tangan di angkat, meminta Fahmi menggendongnya.
"Kenapa? Kangen sama Om, ya?" Dengan sekali angkat, Nessa sudah berada dalam gendongannya. Fahmi berjalan masuk dan menuju tempat Nara berada.
"Iya.. kangen banget." Memeluk leher Fahmi.
"Padahal baru sehari nggak ketemu tapi udah kangen. Gimana jadinya kalau nggak ketemu berhari-hari?"
"Kangennya nambah banyak." Fahmi tertawa mendengarnya.
Sampai di meja makan, Fahmi menurunkan Nessa dari gendongannya. Dia melihat Nevan sedang memakan roti yang tinggal sedikit.
"Ra, motor kamu kemana?" Fahmi tidak menemukan motor milik Nara di tempat biasa Nara memarkirkan motornya.
"Motor aku lagi di bengkel, Kak." Jawab Nara yang masih sibuk mengurusi bekal makan kedua anaknya.
"Iya, Om. Makanya tadi malem kita di anter pulang sama om Gavin." Celetuk Nessa yang kembali duduk di kursi, melanjutkan sarapan paginya yang tertunda akibat membuka pintu menyambut Fahmi.
"Gavin?" Fahmi diam, mendengar nama Gavin di sebut.
Percakapan mereka berakhir sampai di situ, ketika sarapan pagi sudah selesai, dengan segera Fahmi mengantar kedua anak Nessa pergi sekolah.
.
.
.
Aktivitas kembali seperti biasa, tepat pukul 11 siang anak-anak keluar dari sekolah. Berhamburan keluar dari gerbang, ada yang menunggu jemputan juga ada yang sudah pulang lebih dulu.
Sesuai janjinya dengan Nessa dan Nevan, Fahmi datang menjemput kedua anak itu saat pulang sekolah. Bersandar di mobil sembari menatap sekeliling. Mencari keberadaan dua anak yang sudah dia urus sejak bayi.
"Om Fahmi... Di sini!!"
Lambaian tangan kecil itu membuat Fahmi menajamkan penglihatannya. Dua anak yang dia tunggu sedang berlari menghampirinya.
Keringat bercucuran di dahi Nessa dan Nevan, cuaca yang panas sedang mereka nikmati.
"Om Fahmi udah dari tadi di sini?" Tanya Nevan.
"Belum lama, udah ayo masuk. Di luar panas, nanti kalian jadi tambah hitam." Fahmi terkekeh, dia membuka pintu mobil untuk Nessa dan Nevan.
"Emang kita berdua hitam, Om?"
Nessa merasa tidak Terima dengan ucapan Fahmi, dia menunjuk dirinya dan Nevan.
"Bukan kita tapi kamu!" Malas meladeni Nessa tapi Nevan juga merasa tidak terima.
"Ih... Nggak, bukan aku. Kata om Fahmi kalian berdua, berarti kita berdua dong... Kamu sama aku, bukan aku aja."
Nevan memutar bola mata jengah, suara kembaran nya sangat keras. Dia yang duduk di samping Nessa merasa gendang telinganya hampir pecah.
"Udah.. kok, malah pada ribut!!" Fahmi segera menghentikan perdebatan dua anak yang ada di belakangnya. Jika tidak maka akan semakin panjang.
"Iya nih, Om. Nevan duluan ya-" ucapan Nessa terhenti saat Fahmi memotong ucapannya.
"Kita mau berangkat apa mau tetep ribut di sini?"
"Berangkat lah.. " Wajah cemberut Nessa terlihat, dia merasa kalau tidak ada yang memihak dirinya saat ini.
"Nah.. gitu... " tanpa basa-basi lagi, Fahmi menyalakan mesin mobil dan langsung melaju.
Merasa menang, Nevan menatap Nessa dan kemudian menjulurkan lidahnya. Yang mana membuat Nessa merasa kesal, ingin berteriak tapi tidak jadi saat melihat Nevan yang melirik ke arah Fahmi.
Mengerti akan kode yang di berikan, terpaksa Nessa diam tak membalas. Sekali lagi, Nevan merasa menang, bisa membuat saudaranya diam dan tidak cerewet.
Waktu berjalan dengan cepat, sampai mobil Fahmi berhenti di depan sebuah gedung tinggi yang mana membuat Nessa dan Nevan bingung. Seharusnya Fahmi mengantarkan mereka pulang ke rumah, tapi mereka malah pergi ke tempat yang Nessa dan Nevan tidak tahu ada di mana.
Fahmi menyuruh mereka turun, tanpa bantahan Nessa dan Nevan menurut. Mereka mengikuti langkah kaki Fahmi yang memasuki gedung tinggi tersebut. Masih tidak bertanya untuk apa datang ke sini mereka bertiga menaiki lift menuju lantai 48.
Kembali berjalan dan kemudian berhenti di depan sebuah ruangan, Nevan yang membaca papan nama depan pintu menjadi semakin bingung. Saat dia ingin bertanya, tiba-tiba pintu terbuka laki-laki yang tidak asing bagi Nevan menyuruh mereka masuk.
Dengan mengikuti langkah kaki fahami dan saat itu juga Nevan dan Nessa terkejut melihat ada siapa dalam ruangan itu.
"Apa kabar?" Sekedar basa-basi, Fahmi menjabat tangan Gavin.
"Kau.. " berusaha mengingat, Gavin memutar otak.
"Saya Fahmi, kita baru beberapa kali bertemu jadi maklum kalau kau tidak ingat denganku."
Saat itu juga, Gavin baru ingat. Dia melihat ke belakang Fahmi, ternyata benar. Fahmi rekan kerjanya yang di maksud oleh Nessa dan Nevan.
Seingatnya Fahmi memang belum menikah, berarti apa yang dikatakan Nessa benar, kalau mereka tidak mempunyai ayah. Tapi kenapa saat makan siang waktu itu Gavin Tidak mengenali wajah Fahmi.
Tiba-tiba sebuah pertanyaan kembali muncul di benak Gavin. Siapa sebenarnya ayah Nessa dan Nevan?
"Ini kantor Om Gavin, ya?"
Suara Nessa memecah lamunan Gavin, dia melihat Nessa yang sedang menatap seisi ruangan Gavin dengan tatapan kagum.
"Iya.. "
Tanpa bertanya lebih jauh, Gavin dan Fahmi melanjutkan pembicaraan penting mereka. Nessa sudah duduk manis di sofa yang sudah di sediakan. Ruangan yang saat ini sedang tenang tanpa ada keributan tiba-tiba buyar.
Pintu terbuka dan tanpa permisi, seorang wanita masuk. Membuat Gavin menjadi emosi, pekerjaannya menjadi terganggu dengan kedatangan wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments