Angel hidup dengan dendam yang membara. Kakaknya ditemukan tewas mengenaskan, dan semua bukti mengarah pada satu nama
Daren Arsenio, pria berbahaya yang juga merupakan saudara tiri dari Ken, kekasih Angel yang begitu mencintainya.
bagaimana jadinya jika ternyata Pembunuh kakaknya bukan Daren, melainkan Pria yang selama ini diam-diam terobsesi padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nisan putih
Pintu ruang interview tertutup pelan di belakang Angel, memutus ketegangan udara antara dirinya dan Daren. Begitu ia keluar, napas yang tadi tertahan akhirnya ia lepaskan dengan lega… angel tersenyum penuh strategi.
"Langkah pertamaku berhasil." gumamnya pelan.
Angel melangkah ke area lorong, lalu menuju lift. Begitu pintu lift menutup, ia segera merogoh ponsel.
"Sayang, aku sudah selesai interview… Dan kamu tahu aku diterima."
Tak sampai lima detik, balasan chat dari ken sudah datang.
"Kamu serius?? Angel, aku tidak percaya?
Kamu baik-baik saja disana? "
Angel tersenyum kecil. Ia bisa membayangkan wajah Ken yang panik di sebrang sana.
"Tenang, aku baik-baik aja. Semuanya lancar. Kamu jangan khawatir. lagipula tidak sesulit apa yang orang-orang bicarakan. "
"Kalau gitu aku jemput ya? Biar kamu nggak pulang sendiri."
Angel menggigit bibir, menatap pantulan dirinya di pintu lift.
Tidak. Ia masih punya agenda lain hari ini.
"Nggak usah, Ken. Aku mau ke malam kak Sherin dulu. Ada yang harus aku ceritakan sama dia. nanti aku kabari kalau sudah sampai. "
Ken sempat mengetik lama sebelum pesan itu datang.
"oke.Tapi tolong tetap hati-hati. Jangan pulang malam. Dan kabarin aku setiap pindah tempat."
Angel tersenyum hangat namun samar berbeda dengan senyum tajam yang tadi ia tunjukkan pada Daren.
"Iya. I promise."
Begitu chat dengan Ken selesai, Angel segera mengirim pesan pada Adrian.
"adrian. aku di Terima. Easy, Thanks for everything"
Tanpa menunggu balasan Adrian, Angel kembali memasukan handphonenya ke dalam tas.
Angel tersenyum miring, senyum yang bahkan Adrian tidak akan pernah paham artinya.
Angel keluar dari gedung De Castello dengan langkah ringan namun matanya berkilat penuh tekad. Angin sore menyibak rambutnya, sementara ia menggenggam tasnya erat.
Balas dendamnya baru saja dimulai.
Sore mulai turun ketika Angel tiba di pemakaman kecil di pinggir kota. Angin berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan daun kering. Langkah Angel melambat saat ia menapaki jalan setapak menuju satu nisan yang sangat ia kenal.
Nisan putih dengan nama kakaknya tertulis jelas.
Sosok yang dulu selalu melindunginya… yang kehidupannya direnggut begitu saja.
Angel berjongkok pelan, menyentuhkan jemarinya pada permukaan marmer dingin itu. Senyumnya muncul senyum pahit, dan terpaksa.
“Ka…” bisiknya, suaranya bergetar halus. “Aku datang.”
Ia meletakkan bunga kecil di depan nisan, merapikannya seolah kakaknya bisa melihat.
“Aku baru selesai interview. kakak tahu aku melamar kerja di mana?”
angel berhenti sejenak. matanya kembali menahan bara. pandangannya tajam seolah ingin menghunus siapa saja yang ada di hadapannya.
"ya kak.. aku melamar di perusahaan de Castello."
Angel menghela napas panjang. “Dan… aku diterima. Ternyata dia bukanlah pria anti wanita seperti rumor yang beredar, melainkan laki-laki hidung belang seperti umumnya. ”
Matanya menatap nama itu lama, sangat lama, seakan menunggu jawabannya dari dunia lain.
“Di tempat itu.”
Nada suaranya menurun menjadi getir.
“Di perusahaan dia. Daren De Castello.”
Hening membungkus pemakaman itu, hanya suara angin yang menjadi saksi.
Angel tersenyum kecil senyum yang tidak pernah ia tunjukkan pada siapa pun kecuali nisan kakaknya.
“Ka… aku udah masuk ke tempat orang yang membuat hidup kakak hancur.”
Suaranya mulai parau, tapi matanya tetap tajam.
“Aku janji…”
Angel menunduk lebih dekat, tangannya menggenggam rumput di pinggir nisan.
“…aku akan balas semua yang daren lakukan pada kakak.”
Matanya memanas, tapi air mata itu tertahan oleh kemarahan yang jauh lebih kuat.
“Aku bakal bikin dia jatuh… dari posisi yang paling tinggi.”
Angel menarik napas pendek, bahunya sedikit bergetar.
“Aku bakal bikin dia ngerasain apa yang kakak rasain.”
Ia membelai nisan itu seolah menyentuh seseorang yang nyata.
“Tolong lihat aku dari sana, Ka.”
“Aku melakukan ini… untuk kakak. tolong restui aku. ”
Angin berhembus pelan, seakan menjawab doanya.
Angel berdiri perlahan, menyeka pipinya yang mulai basah. Tatapannya kembali tajam penuh determinasi.
Balas dendam ini bukan lagi hanya rencana.
Ini sumpah.
FLASHBACK – 3 TAHUN LALU
Hujan turun tipis ketika Angel membuka pintu kamar kakaknya. Udara dingin menusuk kulit, tapi ada sesuatu yang lebih dingin dari itu… sesuatu yang membuat bulu kuduknya meremang sejak tadi.
“Kak…?” panggil Angel pelan.
Tidak ada jawaban.
Lampu kamar masih menyala redup. Tirai berkibar pelan tertiup angin malam yang masuk dari jendela yang terbuka. Di meja rias, parfum kakaknya tergeletak berantakan, seolah seseorang menjatuhkannya dalam panik.
Angel melangkah maju, jantungnya berdegup keras, terasa tidak wajar.
Saat mata Angel tertuju ke sudut ruangan, napasnya langsung tercekat.
“K-Kak…” suaranya pecah.
Di lantai, tubuh kakaknya terbaring kaku. Rambutnya tergerai menutupi sebagian wajah pucat. Sebotol obat kosong tergeletak tak jauh dari tangannya yang dingin, sementara busa putih tipis terlihat di ujung bibirnya.
Angel jatuh berlutut, tangannya bergetar hebat saat memegang bahu kakaknya.
“Kak!! Bangun!! Jangan bercanda… jangan tinggalin Angel kak…” suaranya melengking putus.
Tapi tubuh itu tetap dingin. Tetap diam. Tanpa napas.
Air mata Angel jatuh membasahi pipinya, memburamkan pandangan. Dadanya terasa seperti diremas hingga remuk. Ia mengguncang tubuh kakaknya berkali-kali, menolak kenyataan yang menampar keras di depan mata.
“Kenapa… kenapa kakak lakuin ini…?” bisiknya lirih di antara tangis.
Saat itulah, Angel melihat secarik buku diary yang terbuka di samping ranjang. Halamannya basah oleh tetesan air entah air mata atau hujan.
Di sana, tertulis kalimat terakhir kakaknya, tulisan tangan yang tergesa, penuh rasa putus asa
“Aku mencintai Daren. Tapi baginya aku tidak lebih dari bayangan yang tak berarti…”
Tangis Angel pecah semakin keras.
Semua pertanyaan yang selama ini ia abaikan, semua kesedihan yang selama ini kakaknya sembunyikan semuanya seolah menghantamnya sekaligus.
Angel terduduk lemah. air mata mulai membasahi pipi putihnya. dengan gemetar dia kembali membaca diary itu. membuka halamannya satu persatu.
“Aku mencintainya… tapi dia tidak pernah melihatku walau hanya sebentar.”
“Dimatanya Aku hanya seorang sekretaris murahan.”
“Anak ini adalah anak yang tidak diinginkan.”
“Maaf, Angel…”
Angel berteriak histeris, memeluk tubuh kakaknya dengan erat.
Tangannya menggenggam diary itu seolah ingin menemukannya. pipinya berlumur air mata.
Ia kembali membuka diary itu Di halaman berikutnya, ada satu nama dengan hurup besar yang dicoret berulang-ulang.
DAREN DE CASTELLO. nama itu kembali muncul di diary biru sang kakak.
FLASHBACK ON
Angel mengepalkan kedua tangannya tangan.
“Dia sudah membunuh kakak.”
“Memang bukan oleh tangannya… tapi dengan kejamnya dia merenggut sesuatu yang berharga dari kakak dan tidak bertanggungjawab.”
Matanya membara penuh amarah.
"Karena dia aku kehilangan kakak sekaligus calon keponakanku. "
“Aku akan membalas semuanya.”