Gadis, sejak kecil hidup dalam bayang-bayang kesengsaraan di rumah keluarga angkatnya yang kaya. Dia dianggap sebagai anak pembawa sial dan diperlakukan tak lebih dari seorang pembantu. Puncaknya, ia dijebak dan difitnah atas pencurian uang yang tidak pernah ia lakukan oleh Elena dan ibu angkatnya, Nyonya Isabella. Gadis tak hanya kehilangan nama baiknya, tetapi juga dicampakkan ke penjara dalam keadaan hancur, menyaksikan masa depannya direnggut paksa.
Bertahun-tahun berlalu, Gadis menghilang dari Jakarta, ditempa oleh kerasnya kehidupan dan didukung oleh sosok misterius yang melihat potensi di dalam dirinya. Ia kembali dengan identitas baru—Alena.. Sosok yang pintar dan sukses.. Alena kembali untuk membalas perbuatan keluarga angkatnya yang pernah menyakitinya. Tapi siapa sangka misinya itu mulai goyah ketika seseorang yang mencintainya ternyata...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius-74, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SANDIWARA CINTA DAN KEBOHONGAN
Akhirnya, hari membahagiakan itu tiba. Langit Jakarta siang itu terasa lebih cerah dari biasanya, seolah menyambut keputusan yang telah dibuat Ferdo. Di depan pintu gerbang rumah besar milik Tuan Antonio, dia berdiri dengan dada yang agak tegak, meskipun hatinya masih berguncang.
Gadis berdiri di sampingnya, tangannya ditahan erat oleh Mang Diman yang berdiri di sebelahnya. “Ferdo, ayo masuk. Papah dan Mamah sudah menunggu duluan,” ujar Mang Diman dengan suara lembut, penuh perhatian.
Ferdo mengangguk, matanya tidak lepas dari wajah Gadis yang pucat.
"Aku telah mengikuti saran papa dan mama, pulang ke rumah,” katanya dengan nada yang tegas namun penuh harapan.
Dia memegang erat tangan Gadis, menyampaikan janji melalui sentuhan itu. Aku harapkan, janji papanya bisa ditepati, pikir Ferdo dalam hati. Untuk mengadakan pesta pertunangannya dengan Gadis.
Dan uang satu milyar bayaran jual ginjal ibunya Gadis yang kini dicangkok di tubuhnya, akan benar diberikan pada Gadis.
"Dan yang paling aku harapkan, janji papa juga akan menyekolahkan gadis ke sekolah bagus, itu bukan hanya cuma janji, tapi akan benar-benar terealisasi," pikir Ferdo, penuh harap.
"Jika itu semua ditepati, aku akan tenang selama menyelesaikan kembali kuliahku yang terbengkalai gara-gara kabur dengan Gadis." Pikiran Ferdo berkecamuk, memikirkan Gadis dan juga masa depan mereka berdua.
Ketika mereka memasuki rumah, Tuan Antonio berdiri di tengah ruang tamu yang megah, kemejanya terlipat rapi, wajahnya menunjukkan senyum yang tampak ramah.
Nyonya Isabella di sampingannya, mengenakan gaun batik yang elegan, matanya terlihat lembut ketika melihat Ferdo dan Gadis masuk menghampirinya.
" Anak-anakku, selamat datang kembali,” ujar Tuan Antonio, membuka pelukannya untuk Ferdo. Ferdo memeluk ayahnya, harapan di hatinya semakin membesar.
“Gadis, datang kesini, sayang,” panggil Nyonya Isabella dengan nada yang tidak pernah dia dengar sebelumnya, sangat lembut tapi seperti berlebih dan di buat-buat.
Gadis terkejut, tubuhnya sedikit bergetar. Dia melepaskan tangan Ferdo dan mendekati Nyonya Isabella, yang kemudian memeluknya dengan lembut.
“Aku senang kamu berdua pulang dengan baik. Semua masalah masa lalu, kita biarkan berlalu ya?” kata Nyonya Isabella, merapikan rambut Gadis yang kusut.
Renata dan Rafael, kedua adik Ferdo yang selalu menyakitinya, juga muncul dari ruang belakang. Keduanya datang dengan wajah tak seperti biasanya. Kini senyuman yang hangat, dan sapaan yang ramah, bisa mereka lakukan tanpa beban.
Renata yang biasanya menyindir Gadis dengan kata-kata kejam, kini tersenyum dan mendekati.
“Kak Ferdo, kak Gadis, selamat datang kembali,” ujarnya dengan senyum yang cerah.
Rafael yang seringkali menendang Gadis atau mencuri barang-barangnya, juga mengangguk dan berkata, “Aku senang kak Gadis pulang bersama dengan Kak Ferdo.”
Gadis hanya bisa memandang mereka semua dengan mata yang bingung. Apakah ini benar-benar terjadi? Apakah semua orang benar-benar berubah?
Mang Diman yang berdiri di sudut ruang tamu, melihat semua itu dengan senyum lega. Dia telah menyayangi Ferdo dan Gadis seperti anak sendiri, dan melihat mereka diterima kembali dengan baik membuat hatinya penuh kebahagiaan.
Setelah beberapa hari, janji pertama Tuan Antonio yaitu akan mengadakan pesta pertunangan ternyata diwujudkan.
Rumah besar itu dipersiapkan dengan sangat meriah. Bunga-bunga warna-warni dipajang di mana-mana, lampu-lampu hias menyinari ruangan sehingga terlihat seperti surga dunia.
Undangan telah dikirim ke semua kerabat dan teman bisnis Tuan Antonio. Semua orang tampak antusias menyambut hari itu.
Pada hari pesta, Gadis bangun lebih awal. Dua pembuat riasan dan penata rambut datang untuk membantunya.
Mereka mengenakannya gaun mahal berwarna putih muda yang bergaya mermaid, dengan renda yang menari ketika dia berjalan.
Rambutnya diikat dengan indah, disertai bunga mawar putih. Ketika dia berdiri di depan cermin, dia hampir tidak mengenali dirinya sendiri. Dia terlihat sangat cantik, seolah seorang putri dari dongeng.
"Waah.. Nona Gadis cantik banget! Aku sampai pangling lho lihatnya," ujar seorang perias, mengagumi kecantikan Gadis.
Ferdo juga tidak kalah tampan. Dia mengenakan jas hitam yang sempurna, dasi hitam yang rapi, rambutnya disisir rapi.
Ketika dia melihat Gadis yang keluar dari kamar, matanya terkejut dan penuh cinta. “Kamu cantik banget, Sayang,” kata dia, mendekati dan mencium punggung tangannya Gadis.
Gadis tersipu malu mendapat pujian dari setiap orang, hatinya berbunga-bunga.
Mang Diman yang mengenakan jas coklat tua yang jarang dia pakai, berdiri di depan pintu masuk pesta.
Ketika Ferdo dan Gadis berjalan melewatinya, dia menyapa mereka dengan mata yang berkaca-kaca. “Semoga bahagia selalu, anak-anakku,” bisiknya dengan suara yang tertekan, penuh rasa haru.
Dia sangat terharu melihat dua orang yang sangat dia sayangi kini bisa bersatu walau masih status tunangan. Semua tamu memberikan sorakan meriah ketika pasangan tunangan itu masuk ke ruang pesta yang dipenuhi orang.
Tuan Antonio naik ke panggung yang sudah disiapkan, mengangkat gelas minuman.
"Kepada semua tamu yang terhormat, terima kasih telah datang hari ini untuk merayakan pertunangan putraku, Ferdo, dengan Gadis, anak angkat kita yang kita cintai,” ujarnya dengan suara yang kuat dan jelas.
Semua orang bersorak dan mengangkat gelas masing-masing.
“Kita berjanji akan memberikan yang terbaik untuk keduanya, dan memastikan mereka hidup bahagia selamanya,” lanjut Tuan Antonio.
Setelah pidato Tuan Antonio, waktunya untuk bertukar cincin. Ferdo mengambil cincin perak dengan batu berlian kecil dari kotaknya, lalu memasangkannya di jari manis Gadis.
Gadis juga mengambil cincin yang sama bentuknya untuk Ferdo, memasangkannya dengan tangan yang sedikit bergetar.
Mereka saling memandang mata, penuh janji dan cinta. Di saat itu, Gadis merasa bahwa semua penderitaan yang dia lalui selama ini sepenuhnya berharga.
Pesta berlangsung meriah hingga larut malam. Semua orang menari, makan, dan bersenang-senang. Nyonya Isabella selalu berada di sisi Gadis, memperkenalkannya ke kerabat dan teman-teman. Renata dan Rafael juga senang bermain dan bercanda dengan Gadis. Semua terasa sempurna, seolah tidak pernah ada masa lalu yang kelam.
Beberapa minggu kemudian, waktunya Ferdo pergi kembali ke Amerika untuk melanjutkan studinya. Di bandara, dia memeluk Gadis dengan erat.
“Sayang, tunggu aku ya. Aku akan pulang secepat mungkin, dan kita akan segera menikah. Jangan khawatir, papa dan mama pasti akan merawatmu dengan baik,” katanya, mencium dahinya Gadis.
“Ya, Kak Ferdo. Aku akan menunggu,” jawab Gadis dengan suara lembut, matanya penuh air mata. Dia tidak ingin Ferdo pergi, tapi dia tahu ini penting untuk masa depan mereka berdua.
Tuan Antonio menepuk bahu Ferdo. “Anakku, fokus pada kuliahmu. Gadis akan aman di sini dengan kita,” katanya dengan senyum yang tampak ramah.
Nyonya Isabella juga menyapa Ferdo dengan lembut. “Pulang secepat mungkin ya, Ferdo. Kita semua akan menunggumu,” ujarnya.
Setelah pesawat Ferdo terbang, mereka semua pulang ke rumah. Tapi begitu pintu rumah tertutup, wajah Tuan Antonio, Nyonya Isabella, Renata, dan Rafael berubah seketika. Senyum yang ramah menghilang, digantikan oleh ekspresi yang kejam dan penuh kebencian.
“Baiklah, sandiwara ini telah selesai,” kata Tuan Antonio dengan suara yang dingin. “Ferdo sudah pergi, dan sekarang kita bisa kembali seperti biasa.”
Nyonya Isabella berbalik ke arah Gadis, matanya menyala dengan kemarahan..
“Kamu pikir, kamu benar-benar akan kita sayangi? Kamu hanya anak angkat yang hina, yang ibunya menjual ginjalnya untuk uang!” teriaknya, mendekati Gadis dengan langkah cepat. Gadis mundur perlahan, tubuhnya bergetar ketakutan.
“Ya, kamu cuma alat untuk membuat Ferdo pulang. Sekarang dia sudah pergi, kamu tidak berguna lagi!” ujar Renata dengan senyum jahat, mendekati Gadis dari sisi lain.
Rafael juga mendekat, tangannya membentuk kepalan. “Kamu akan mendapatkan apa yang pantas untukmu, hina!” katanya.
Keadaan baiknya Nyonya Isabella dan Tuan Antonio hanyalah sandiwara belaka selama Ferdo masih berada bersama mereka.
Setelah Ferdo pergi kembali ke Amerika, mereka kembali ke sifat aslinya, jahat dan selalu menindas Gadis. Bahkan kini lebih sadis dari sebelumnya. Seakan, saat ini dan kedepannya, mereka akan melampiaskan balas dendam!
Nyonya Isabella menggenggam lengan Gadis dengan kuat, menariknya ke kamar. “Ponselmu, berikan padaku!” perintahnya dengan suara yang keras. “Aku tidak mau kamu menghubungi Ferdo dan ngadu akan kenyataan yang sebenarnya!”
Gadis mencoba melarikan diri, tapi Renata menangkap tangannya dia. “Jangan berusaha melarikan diri, hina! Kamu tidak akan bisa keluar dari sini!” teriak Renata.
Nyonya Isabella mengambil ponsel yang tergantung di saku baju Gadis, lalu memecahnya dengan keras di lantai.
'Prang..'
Kaca ponsel hancur berantakan, dan Gadis hanya bisa melihatnya dengan mata yang penuh kesedihan.
"Ya Allah.. Aku tak menyangka ternyata kebaikan mereka hanya pura-pura. Gimana aku bisa menghubungi Ferdo?" Hati Gadis menangis.
Setelah itu, mereka memasukkan Gadis ke kamar yang sempit dan gelap di lantai bawah, yang biasanya digunakan untuk menyimpan barang-barang lama.
"Rasain, Luh!.. Hahahha." Tawa Nyonya Isabella menggema di seluruh ruangan, setelah mendorong tubuh Gadis ke dalam ruangan itu.
P intu dikunci dari luar, dan Gadis ditinggalkan sendirian. Dia duduk di sudut kamar, tubuhnya bergetar karena dingin dan ketakutan.
Tiap malam ia menangis di kamar, menyesali nasibnya yang malang. Dia rindu Ferdo dengan sangat dalam. Mengapa semua ini harus terjadi? Mengapa mereka berdusta padanya? Mengapa Ferdo harus pergi?
Suara tangisan Gadis menyebar di kamar yang sunyi. Dia memegang cincin pertunangan yang masih terpasang di jari manisnya, memandangnya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Kak Ferdo, kapan kamu akan pulang? Aku membutukanmu,” bisiknya dengan suara yang lemah. Dia berharap Ferdo bisa merasakan kesedihannya, bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Tapi tanpa ponsel, dia tidak bisa menghubunginya. Dia terkurung dalam dunia kegelapan dan penderitaan, dengan hanya harapan yang semakin memudar setiap hari.
Di Amerika, Ferdo sedang sibuk dengan kuliahnya. Dia seringkali memikirkan Gadis, dan mencoba menghubunginya melalui ponsel, tapi selalu tidak terhubung.
Dia berpikir mungkin ponsel Gadis rusak, atau dia sibuk dengan sekolah yang baru. Dia tidak menyadari bahwa Gadis sedang menderita di rumahnya, terpisah dari dia oleh kebohongan dan kegelapan.
Dia berharap bisa pulang secepat mungkin, untuk bertemu dengan Gadis dan melanjutkan kehidupan mereka bersama.
Tapi dia tidak tahu, bahwa ketika dia pulang, dia akan menemukan kebenaran yang menyakitkan. Kebenaran yang akan merusak semua harapan dan cinta yang dia miliki.