Angel hidup dengan dendam yang membara. Kakaknya ditemukan tewas mengenaskan, dan semua bukti mengarah pada satu nama
Daren Arsenio, pria berbahaya yang juga merupakan saudara tiri dari Ken, kekasih Angel yang begitu mencintainya.
bagaimana jadinya jika ternyata Pembunuh kakaknya bukan Daren, melainkan Pria yang selama ini diam-diam terobsesi padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berbohong
Ken akhirnya tiba di depan pintu apartemen Angel. ia mengerikannya beberapa angka sandi di pintu. Begitu pintu terbuka, Ken langsung masuk dengan wajah kesal bercampur cemas.
“Angel, kamu ke mana saja?” suaranya terdengar berat. “Aku telepon berkali-kali, tidak ada satupun yang kamu angkat. Aku pikir terjadi sesuatu.”
Angel yang baru mengganti pakaian hanya tersenyum tipis. “Maaf… Ponselku ku dalam mode silent. setelah dari makam kak seren aku langsung pulang. "
Ken menghela napas panjang, menatapnya dari ujung kaki sampai kepala, memastikan Angel baik-baik saja. “Aku khawatir angel. ini pertama kalinya kamu bekerja. aku hanya takut terjadi sesuatu.”
Angel menunduk, menyembunyikan getaran emosinya. “Aku baik, Ken. Benar-benar baik. Kamu tenang saja. ”
Ken mendekat, tangannya terangkat lalu berhenti di udara, ragu menyentuh Angel. “Interview-nya gimana? Kamu sempat bilang diterima… Aku belum sempat dengar cerita lengkapnya.”
Angel mengangkat wajah, tatapannya agak kosong namun bibirnya tersenyum. “Aku diterima. Besok mulai kerja.”
“Bagus dong…” Ken tersenyum tulus, namun detik berikutnya alisnya menaut. “Tapi kamu terlihat… berbeda. Ada sesuatu yang kamu sembunyikan?”
Angel tertawa kecil menutupinya. “Nggak ada. Aku cuma capek lagipula aku bahagia ken, sebentar lagi dendam kak seren harus di bayar lunas. ”
Ken yang masih belum puas dengan jawaban angel, menatapnya lama. ia merasa ada sesuatu yang di sembunyikan “Angel… kalau ada hal apa pun, sekecil apa pun, tolong bicara sama aku. Jangan pernah menghadapi semuanya sendirian. ingat disini selalu ada aku. ”
Angel menahan napas sesaat kata-kata itu terasa menusuk. Karena kenyataannya, ia memang menyembunyikan sesuatu. Balas dendam. Kebencian. Luka lama yang belum sembuh.
Ia memaksa tersenyum. “Iya, Ken. Aku janji.”
Ken akhirnya menghela napas dan duduk di sofa, merilekskan diri setelah seharian berkutat dengan tumpukan dokumen. “Besok aku antar kamu kerja,” ujarnya mantap.
Angel menggeleng. “Nggak perlu ken. Aku bisa sendiri.”
“Tetap saja. Aku tetap mau antar.” Ken menatapnya dengan tatapan lembut yang sulit dibantah.
Angel tidak menjawab hanya tersenyum samar.
Karena dalam batinnya, satu pikiran terus berputar
“Ini baru permulaan, Kak. Aku akan membuat Daren merasakan semua rasa sakitmu.”
"aku akan mandi sebentar. " Ken berdiri dari duduknya melangkah menuju kamar mandi. tubuhnya sudah terasa sangat lengket. sedangkan angel hanya terdiam memandangi punggung ken yang mulai menghilang dari balik pintu.
Ken baru saja keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah, kaus tipis melekat di tubuhnya. Ia tampak jauh lebih segar setelah mandi.
Sementara itu, Angel berada di dapur, apron kecil melilit pinggangnya. Aroma tumisan bawang dan daging memenuhi ruangan, membuat apartemen itu terasa hangat.
Ken bersandar di kusen dapur sambil mengamati Angel.
“Tidak berubah,” gumamnya pelan. “Kamu selalu sibuk di dapur saat ingin menenangkan pikiran.”
Angel melirik sekilas. “Kamu cuma kebetulan pulang saat tidak ada makanan sama sekali disini. ”
Ken tersenyum kecil. “ Aku tahu kamu sayang. jika kamu masak sebanyak ini…” ia menunjuk panci dan wajan di meja “…berarti kamu sedang memikirkan banyak hal.”
Angel terdiam sesaat sebelum kembali fokus pada masakannya. “Kalau kamu lapar, tunggu sebentar. Ini sebentar lagi matang.”
Ken berjalan mendekat, berhenti tepat di belakangnya. Kedekatannya membuat Angel sedikit kaku.
Ia meletakkan dagunya di bahu Angel, suara lembut keluar dari bibirnya.
“Angel… apa kamu benar baik-baik saja?”
Angel menelan ludah, tak berani menatapnya. ia tidak mungkin menceritakan kecurigaan daren padanya “Ken… jangan seperti ini. Aku sedang masak.”
Ken tertawa pelan namun tidak menjauh. “Aku cuma khawatir.”
“Ken….” Angel berbisik, mencoba mengatur napas. “Aku baik-baik saja. harus berapa kali aku berkata seperti itu ”
Ken akhirnya mundur, duduk di kursi bar dapur, tapi matanya tetap memperhatikan Angel tanpa berkedip. Setelah beberapa menit, Angel selesai memasak dan menghidangkan makanan.
Mereka duduk berhadapan di meja makan.
“Kelihatannya enak,” puji Ken.
“Coba dulu,” jawab Angel singkat.
Ken mengambil suapan pertama lalu mendecak kagum. “Enak. Seperti biasa.”
Angel tersenyum kecil. “Syukurlah.”
Suasana makan menjadi hangat, tetapi ada sesuatu yang tidak terucap di antara mereka. Ken beberapa kali ingin bertanya lagi tentang interview dan perasaan Angel, tapi selalu menahan diri ketika melihat tatapan kosong Angel sesekali mengarah ke jendela.
Setelah hampir selesai makan, Ken berkata pelan
“Besok hari pertama kamu kerja… semoga semuanya lancar. Aku akan selalu ada buat kamu, Angel.”
Angel menghentikan gerakan tangannya, jantungnya berdebar kata-kata itu membuatnya merasa bersalah.
“Terima kasih, Ken…”
Suaranya hampir bergetar. “Kamu terlalu baik.”
Ken tersenyum lembut. “Untuk kamu? aku akan mengusahakan apapun itu selama aku bisa.”
Setelah mereka selesai makan, Angel berdiri untuk merapikan meja. Namun Ken tiba–tiba bangkit dan menahan pergelangan tangan Angel dari belakang.
“Ken?”
Angel menoleh, sedikit terkejut dengan gerakan tiba-tina kekasihnya.
Ken tidak menjawab. Tatapannya berubah menjadi sedikit gelap.
Ia perlahan menarik Angel hingga tubuh mereka saling menempel.
Napas Ken hangat menyentuh pipi Angel, membuat gadis itu membeku.
“Aku sudah mengenal kamu lama angel. bukan hanya satu atau dua tahun…” bisiknya rendah.
“Dari tadi kamu terus saja bilang ‘aku baik-baik saja’ padahal matamu tidak pernah bisa berbohong.”
Angel membuka mulut untuk membalas, tetapi Ken tiba-tiba mencium bibirnya dengan cepat, dan dalam, sama sekali tidak memberi kesempatan Angel untuk berpikir.
Ciuman itu membuat punggung Angel merinding. ada kemarahan di dalamnya.
Ken menangkup wajahnya, mendorongnya perlahan ke dinding dapur.
“Ken…” Angel berbisik di antara ciuman, suaranya bergetar.
Ken hanya menatapnya singkat, lalu menangkap bibir Angel sekali lagi, kali ini lebih dalam. Lidahnya menyapu bibir Angel, seolah meminta izin, dan menuntut respons.
Angel akhirnya menyerah pada dorongan itu.
perlahan Ia membalas, jemarinya mencengkeram kerah kaus Ken. Napas mereka bercampur, suhu ruangan menjadi panas seketika.
Ken menurunkan ciumannya ke garis rahang Angel, lalu ke lehernya.
Angel mendesah pelan saat Ken menekan tubuhnya lebih dekat.
“Ken… hentikan…,” ucap Angel pelan namun genggamannya pada Ken justru semakin kuat, seolah tubuhnya mengkhianati kata-kata bibirnya.
Ken tersenyum lembut di lehernya.
“Kamu bilang berhenti… tapi tangan kamu berkata hal lain.”
Angel menggigit bibir, wajahnya merah.
“Ken… aku…”
Ken kembali mencium bibirnya sekali lagi, perlahan namun membakar.
“Kalau kamu mau aku berhenti… tolong katakan dengan jelas. ” bisiknya.
Angel menatapnya namun matanya justru bergetar, penuh ketertarikan yang sama besarnya dengan kebingungan yang ia rasakan.
Ken menangkup pinggang Angel, mendekatkan lagi.
"Jangan pernah untuk mencoba berbohong padaku Angel! Jangan sampai sisi gelapku kembali muncul karena itu. " bisik ken degan lirih