Seorang anak tiba-tiba ingin membeliku untuk menjadi Ayahnya. Dia bilang, jika aku menjadi ayahnya, maka dia akan memberikan Ibunya padaku. Gratis.
Menarik.
Tapi ternyata, ibunya tidak seperti wanita pada umumnya. Dia ... sedikit gila. Setiap hari yang ada di kepalanya hanya memikirkan bagaimana caranya menanggalkan seluruh pakaianku.
Aku, Sebastian Foster, bersumpah akan menahan dia di sisiku. Selamanya. Karena dia yang sudah mer4ngs4ng g4irahku, jangan berharap aku bisa berhenti!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ferdi Yasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Aku Tidak Ingin Tidur di Jalan
Di tengah malam, Samantha sedang menemani anaknya tidur. Matanya mengawasi wajah Nelson yang tenang, tapi pikirannya melayang.
Siapa Karina?
Apa hubungan Karina dengan Sebastian?
Samantha tidak bisa tidur memikirkan ini. Dia berbaring, menatap langit-langit dengan linglung.
Tadi dia sempat bertanya pada Nomi, dan kata wanita itu, Karina adalah permata Walikota. Selain itu, dia sudah seperti simbol kecantikan di kota Regalsen.
Banyak pria yang mengaguminya, tapi wanita itu hanya memiliki obsesi pada Sebastian.
Namun, Nomi juga mengatakan bahwa dia tidak mengerti dengan jelas bagaimana perkembangan hubungan mereka berdua.
Dia belum bisa menemukan hubungan seperti apa antara Sebastian dengan Olivia Miller, sekarang muncul nama Karina.
Kenapa banyak sekali wanita di sekeliling pria itu?
Itu menyebabkan Samantha sakit kepala.
Dia meraih ponsel di meja, berniat menghubungi Julian.
Suara apa itu?
Seperti ada yang baru membuka pintunya.
Samantha bangkit dengan cepat, mengambil Nelson yang baru saja tidur dan meletakkannya di dalam lemari.
“Apa yang kau lakukan, Bu?” Nelson bertanya samar-samar. Meski begitu, dia menurut dan berbaring di atas tumpukan pakaian.
“Ssstt ….” Samantha memberi isyarat agar diam. “Nelson, kamu harus tetap bersembunyi di dalam sini dan jangan keluar. Tidak peduli apa yang terjadi nanti, jangan pernah menunjukkan diri. Kau mengerti?”
“Tapi—“
Sebelum Nelson selesai, Samantha sudah menutup pintu, lalu keluar dari kamar.
Ada lima pria bertopeng membobol rumahnya!
“Siapa kalian?” teriak Samantha.
Kelima pria itu tidak mengatakan apa-apa, tapi langsung menyerangnya.
Awalnya dia berpikir kalau mereka pencuri. Tapi setelah sadar bukan itu niat mereka, Samantha tidak lagi memperlakukan mereka dengan ringan. Dia bertarung dengan sekuat tenaga, karena tahu ada sesuatu yang lebih besar yang mereka inginkan.
Tapi, meskipun dia seorang polisi wanita, dia hampir tidak bisa menyamai tenaga pria. Apalagi ini 5 pria sekaligus!
Ketika satu pria menggenggam tangannya, pria lain telah merobek piyamanya.
“B4j!ng4n!”
Samantha tidak pernah dihina seperti ini dalam hidupnya. Dia mengangkat kakinya, menendang dengan sekeras tenaga.
“Oh, shit! Wanita ini sangat s3ksi. Cepat tangkap dia. Kita tidak bisa membiarkannya pergi!”
Mereka semua langsung mengeroyoknya, menangkap dan mengikat tangan serta kakinya.
Samantha tidak bisa bergerak. Salah satu dari mereka mendekat, dan Samantha melihat mulut pria itu yang bergerak ke arahnya. Dia hampir mual oleh napas tak menyenangkan yang datang dari mulut pria itu.
Dia ingin berteriak minta tolong, tapi khawatir suaranya akan membuat Nelson menyerah.
Tidak! Samantha tidak bisa membiarkan Nelson keluar!
Ketika Samantha menggigit bibir dan menutup mata—hampir menyerah, pria di atasnya mengaduh. Dia secara alami tersingkir dari tubuh Samantha.
Lalu teriakan lain menyusul.
Samantha menoleh, dan menemukan bahwa Nelson berdiri di pintu kamar dengan ketapel di tangannya.
“Si4lan! B4jing4n kecil! Kamu berani menyerangku! Aku pasti akan membunvhmu!”
Seorang pria bergegas menuju Nelson dengan ganas.
Samantha menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri, dan dengan cepat menghadap pria itu sebelum dia mencapai anaknya.
Namun ternyata, pria yang menyerang ke arah mereka malah mendorong keduanya hingga Samantha dan Nelson terguling masuk kembali.
Pria itu menutup pintu kamar mereka dengan cepat, lalu menguncinya dari luar.
“Hei, apa yang kalian! Cepat buka!” Samantha menggedor dengan panik.
Entah apa yang diinginkan kelima pria itu, tapi tidak ada suara lagi. Seolah mereka menghilang begitu saja.
Detik berikutnya, asap tipis mulai merembes di bawah pintu, dan dengan cepat membuat seluruh kamar menjadi sesak.
Samantha meletakkan Nelson di dekat jendela, dia mengguncang jendela yang sialnya telah dirancang untuk anti pencurian dengan keras.
Untuk pertama kalinya, Samantha benar-benar putus asa. Dia berteriak dengan keras, “Tolong ..! Siapa pun, tolong kami …!”
Asap tebal dengan cepat menc3kik mereka hingga mereka mengeluarkan air mata.
“Jangan takut, Bu. Ayah akan datang untuk menyelamatkan kita.” Nelson menyeka air matanya, menghibur Ibunya sambil terbatuk hebat.
Ponselnya? Ke mana ponselnya tadi?
Samantha tidak menemukan itu di mana-mana.
Api membakar segalanya!
Samantha menggendong Nelson, menutupi mulut anaknya, tapi dia benar-benar putus asa. Tidak ada jalan keluar. Semua bagian di depan mata mereka telah berubah menjadi kobaran api.
Bagaimana mungkin Sebastian datang? Bahkan jika dia datang ke sini, itu akan terlambat!
“Samantha! Nelson!”
Itu adalah suara Sebastian!
Itu benar-benar dia!
“Kami di sini!” teriak Samantha.
Tubuh Sebastian terlihat di antara kobaran. Pria itu melesat masuk dan mengambil Nelson dari lengan Samantha. Dia menarik keduanya keluar.
Mobil pemadam datang tidak lama setelah itu.
Setelah api berhasil dipadamkan, Samantha berdiri di ruang tamu yang telah dibakar tanpa bisa dikenali.
Pemilik sewa telah datang dengan kemarahan yang menyala di kedua matanya.
“Lihat apa yang kamu lakukan di tempatku! Kau harus membayar kompensasi atas semua ini!”
Samantha menatapnya dengan ekspresi tak berdaya yang sama. Bagaimanapun, ponsel, dompet dan kartu bank-nya, semuanya telah menjadi abu.
Mereka tidak lagi memiliki tempat tinggal, apalagi memberi ganti rugi atas kekacauan ini.
Dihadapkan dengan pemilik sewa yang tidak berhenti memaki, kepalanya berputar. Dia tidak memiliki kerabat di kota Regalsen. Siapa yang akan menjadi tempatnya mengeluh?
“Ibu, apakah kita tunawisma sekarang? Apakah kita akan tidur di bawah jembatan?” Nelson mengangkat kepalanya dengan wajah memelas.
“Siapa bilang kamu tunawisma. Rumahku, adalah milikmu.” Sebastian yang baru kembali dari panggilan telepon, mendengar komentar Nelson tadi.
“Ayah ….” Begitu melihat Sebastian muncul lagi, dia secara alami berlari ke pria itu, memeluk p4h4nya.
Sebastian mengambil Nelson, menyeka wajah hitam Nelson. “Aku di sini, jadi kamu tidak perlu tidur di bawah jembatan.”
Mata sang pemilik sewa langsung bersinar setelah dia mendengar kata ‘Ayah’ dan berkata, “Samantha, karena suamimu sudah datang, tolong tanyakan padanya untuk menyelesaikan kerugian denganku lebih dulu. Aku hanya seorang wanita tua tanpa sumber keuangan apa pun kecuali uang sewa.”
“Nyonya, kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak punya sayap, dan aku juga tidak bisa terbang. Aku pasti akan memberimu kompensasi. Setelah aku merapikan di sini, aku pasti akan menemuimu untuk menbicarakannya.”
Samantha tidak ingin berdebat, jadi dia mengirim sang pemilik sewa keluar dengan kata-katanya.
Melihat semua kekacauan ini, Sebastian bertanya, “Kenapa bisa terjadi?”
“Aku terlalu ceroboh untuk menyalahgunakan api, sehingga tidak sengaja memicu yang lebih besar.” Samantha menertawakan dirinya sendiri, berusaha menyimpan kebenaran.
Ketika dia pertama kali melihat lima pria tadi, reaksi pertamanya adalah, mereka dikirim oleh Adik Ibu William. Wanita yang sama yang membawa preman untuk menghajarnya.
Tapi setelah pertimbangan cermat, dia merasa itu seharusnya bukan Adik Ibu William, karena wanita itu sangat gugup ketika melihat wajah Sebastian dan salah mengerti mengenai hubungannya dengan Sebastian.
Selain itu, Adik Ibu William tidak mungkin senekat itu sampai berniat memb4k4r dia bersama anaknya hidup-hidup.
Namun, Samantha juga tidak bisa mengingat siapa yang telah ia singgung.
Tadinya dia ingin menghubungi polisi, tapi takut kalau lebih banyak informasi yang dapat bocor ketika menjawab pertanyaan mereka nanti.
Jika identitasnya terungkap, itu akan lebih merepotkan.
Tapi dia tidak tahu kalau Nelson telah memberitahu Sebastian tentang serangan itu ketika dia bersembunyi dan meminta bantuannya untuk datang!
Sebastian menatapnya dengan serius, dan dia tidak melanjutkan lagi. Dia kembali menyeka wajah Nelson yang masih penuh noda, lalu melirik Samantha yang memiliki banyak robekan di pakaiannya.
Dia melepas mantelnya, lalu melempar itu pada Samantha sebelum menggendong Nelson dan membawanya pergi.
Samantha menangkap mantel dan mengejar. “Hei, ke mana kamu akan membawa Nelson?”
“Ke rumahku.”
“Tidak!” Samantha meraih lengan Nelson.
Tapi Nelson berkata, “Bu, aku tidak mau tidur di jalan denganmu.”
“Ini adalah anak yang baik dan bijaksana.” Dia menepuk wajah Nelson dan turun ke bawah bersama anak itu, mengabaikan Samantha.
***