Seorang wanita muda bernama Lydia dipaksa menikah dengan mafia kejam dan misterius, Luis Figo, setelah kakaknya menolak perjodohan itu. Semua orang mengira Lydia hanyalah gadis lemah lembut, penurut, dan polos, sehingga cocok dijadikan tumbal. Namun di balik wajah manis dan tutur katanya yang halus, Lydia menyimpan sisi gelap: ia adalah seorang ahli bela diri, peretas jenius, dan terbiasa memainkan senjata.
Di hari pernikahan, Luis Figo hanya menuntaskan akad lalu meninggalkan istrinya di sebuah rumah mewah, penuh pengawal dan pelayan. Tidak ada kasih sayang, hanya dinginnya status. Salah satu pelayan cantik yang terobsesi dengan Luis mulai menindas Lydia, menganggap sang nyonya hanyalah penghalang.
Namun, dunia tidak tahu siapa sebenarnya Lydia. Ia bisa menjadi wanita penurut di siang hari, tapi di malam hari menjelma sosok yang menakutkan. Saat rahasia itu perlahan terbongkar, hubungan antara Lydia dan luis yang bertopeng pun mulai berubah. Siapa sebenarnya pria di balik topeng
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Malam itu, setelah kejadian di ruang kerja, suasana rumah besar keluarga Figo seakan berubah. Para pelayan berjalan lebih hati-hati, seolah bayangan dingin Luis Figo yang murka masih menggantung di udara. Tidak ada yang berani bersuara keras, bahkan langkah mereka terdengar pelan, seperti sedang menapak di atas kaca tipis.
Namun di satu sudut rumah, Sofia menggertakkan giginya keras-keras. Ia berdiam di kamarnya, duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong menatap dinding. Tangannya gemetar bukan karena takut semata, tapi karena rasa benci yang makin menyesakkan dada.
“Dia mempermalukanku…” bisiknya lirih. “Di depan Tuan Figo… dia benar-benar membuatku terlihat seperti sampah.”
Air matanya jatuh, tapi bukan air mata kelemahan—itu adalah air mata amarah. Ia merasa dirampas segalanya. Bertahun-tahun mendekat, mengabdi, bahkan rela mengotori tangannya demi Figo, hanya untuk dikalahkan oleh seorang wanita baru yang tiba-tiba masuk ke rumah ini.
“Tidak. Aku tidak akan berhenti di sini. Kalau Lydia masih hidup, aku tidak akan pernah mendapatkan tempat di sisi Tuan.”
Dan malam itu juga, Sofia membuat keputusan paling berbahaya: Lydia harus lenyap.
---
Beberapa hari kemudian, Sofia menghubungi jaringan kecilnya lagi. Kali ini bukan untuk memalsukan dokumen atau membuat bukti palsu. Perintahnya lebih singkat, lebih kejam.
“Bawa dia. Singkirkan dengan cara apa pun. Aku tidak peduli bagaimana caranya, yang penting dia hilang.”
Pria di seberang telepon terdiam sejenak. “Anda yakin, Nona Sofia? Itu istri sah Tuan Figo. Jika sampai ketahuan—”
“Biarkan aku yang mengurus sisanya. Kau hanya lakukan bagianmu.”
Nada Sofia tajam, tidak memberi ruang untuk bantahan. Akhirnya, orang itu mengiyakan. Rencana penculikan pun mulai disusun: Lydia akan diambil saat keluar rumah, dibawa ke gudang tersembunyi di pinggiran kota, lalu… sisanya biar waktu yang mengurus.
Sofia tersenyum kejam. “Kali ini kau tidak akan lolos, Lydia.”
Namun ada satu hal yang Sofia tidak pernah sadari: Lydia sudah mengendus niat busuknya bahkan sebelum rencana itu dijalankan.
---
Hari itu, Lydia memang sengaja meminta salah satu pelayan setianya untuk membeli bahan-bahan ke luar rumah. Ia tahu Sofia mengatur orang-orangnya di luar, menunggu kesempatan. Jadi Lydia menukar rencana—ia sendiri yang turun, ditemani sopir keluarga.
Dari balik mobil, ia melihat dua motor mencurigakan mengikuti. Senyum samar muncul di bibirnya. Seperti dugaan.
Alih-alih panik, Lydia tetap tenang. Ia meminta sopir berbelok ke jalan sepi, lalu berhenti di sebuah toko kecil. Begitu ia turun, dua motor itu semakin mendekat.
Dalam hitungan detik, mereka mencoba menyeretnya.
Namun yang mengejutkan, bukannya berteriak atau melawan dengan panik, Lydia menatap mereka dengan tatapan dingin yang membuat kedua pria itu tertegun.
“Bodoh,” ucap Lydia datar. “Kalian kira aku tidak tahu siapa yang menyuruh kalian?”
Mereka saling pandang, ragu. Tapi sebelum mereka sempat bereaksi, beberapa pria berbadan besar muncul dari arah berlawanan. Anak buah Figo—yang sejak pagi sudah diperintahkan oleh Lydia sendiri untuk berjaga diam-diam.
Hanya dalam beberapa menit, kedua penculik itu dilumpuhkan. Wajah mereka dipenuhi pukulan, tubuh mereka diseret seperti karung sampah.
Lydia hanya berdiri di tempat, gaun sederhananya masih rapi, tatapannya setenang permukaan danau.
“Bawa mereka ke ruang bawah,” perintahnya. “Suamiku pasti ingin tahu siapa dalang di balik semua ini.”
---
Malam itu, ruang kerja Figo kembali menjadi saksi ketegangan.
Luis duduk di kursi kulitnya, wajahnya gelap, sementara di hadapannya dua pria yang mencoba menculik Lydia berlutut dengan tubuh penuh luka. Rafael berdiri di samping, menunggu perintah.
“Siapa yang menyuruh kalian?” suara Figo rendah tapi mematikan.
Kedua pria itu gemetar. Awalnya mereka mencoba bungkam, tapi satu tatapan dari mata setajam Luis membuat mereka tak berani bohong.
“Sofia…” jawab salah satunya dengan suara parau. “Sofia yang menyuruh kami… dia yang bayar…”
Keheningan menguasai ruangan. Rafael membelalak, sementara Figo mengetukkan jarinya ke meja.
Namun sebelum ia sempat berbicara, Lydia melangkah masuk. Tenang, seperti biasa. Ia membawa sebuah map tebal, lalu meletakkannya di atas meja suaminya.
“Seperti yang saya duga, Suamiku,” ucapnya pelan. “Dan bukan hanya soal penculikan ini.”
Luis menatapnya, memberi isyarat agar Lydia melanjutkan.
Lydia membuka map itu. Di dalamnya, ada bukti-bukti yang lebih mencengangkan: catatan transaksi, foto pertemuan rahasia, bahkan surat-surat komunikasi rahasia antara Sofia dan kelompok rival Figo.
“Selama ini, Sofia bukan hanya iri pada saya,” lanjut Lydia, suaranya tetap lembut meski isinya menusuk. “Dia adalah mata-mata musuhmu. Semua informasi yang bocor keluar selama ini… asalnya dari sini.”
Figo terdiam. Wajahnya sulit dibaca, tapi rahangnya mengeras, matanya menyala penuh amarah.
Rafael menunduk dalam-dalam. Ia sendiri baru mengerti kenapa beberapa kali operasi Figo bocor tanpa alasan jelas.
“Kekejamanmu,” Lydia menambahkan, menatap Figo dalam-dalam, “tidak dianggap oleh musuh karena kelalaian orang-orang di sekitarmu. Jika kau tidak ingin ada mata-mata lagi, ganti semua pekerjamu. Jangan biarkan kelemahan sekecil ini menghancurkanmu suamiku”
Kata-kata itu membuat ruangan semakin sunyi.
Luis Figo sang raja mafia yang ditakuti banyak orang untuk pertama kalinya merasa ditampar oleh kebenaran yang tak bisa ia sangkal.
Ia menatap istrinya lama, sangat lama. Wanita itu bukan hanya istri pengganti. Ia adalah seseorang yang mampu melihat hal-hal yang bahkan tidak disadari oleh dirinya sendiri.
Amarah meledak di dalam diri Figo. Bukan pada Lydia, melainkan pada Sofia dan seluruh kelalaian yang hampir membuatnya hancur.
---
“Rafael.” Suara Figo pelan, tapi membuat udara seolah membeku.
“Ya, Bos.”
“Bersihkan rumah ini. Malam ini juga. Aku tidak mau satu pun pengkhianat tersisa. Semua orang yang punya hubungan dengan Sofia singkirkan.”
Rafael menunduk. “Baik, Bos.”
Lalu Figo menatap dua pria yang masih berlutut dengan tubuh babak belur. “Dan kalian…”
Senyumnya dingin, hampir menyeramkan. “…kalian akan menjadi pesan untuk semua orang di luar sana. Tidak ada yang boleh menyentuh istriku.”
Dua pria itu langsung pucat, tahu bahwa hidup mereka sudah berakhir.
Sementara itu, Lydia hanya menatap tenang. Ia tahu, badai besar sedang dimulai. Tapi ia juga tahu, kali ini ia bukanlah korban. Ia adalah bagian dari badai itu.
---
Sementara semua itu terjadi, Sofia masih belum tahu bahwa rencananya sudah hancur. Ia berdiri di kamarnya, menatap cermin. Wajah cantiknya terlihat pucat, tapi di matanya masih ada api kebencian.
“Aku harus menyingkirkannya…” gumamnya. “Aku harus.”
Namun ketika pintu kamarnya dibuka keras-keras dan beberapa anak buah Figo masuk, wajah Sofia seketika memucat.
“Apa—apa yang kalian lakukan?!” teriaknya.
“Perintah Bos,” jawab salah satu dengan dingin. “Kau ikut dengan kami.”
Sofia mencoba melawan, tapi tangannya diborgol, tubuhnya diseret keluar. Jeritannya menggema di koridor panjang rumah besar itu.
Dan dari kejauhan, Lydia hanya berdiri di balkon lantai dua, menatap tanpa ekspresi. Seolah semua ini sudah menjadi bagian dari rencana yang ia prediksi sejak awal.
---
Setelah Sofia dibawa pergi, Lydia kembali ke ruang kerja suaminya.
Figo masih duduk di kursinya, wajahnya keras, rokok mengepul di tangannya. Namun ketika Lydia masuk, tatapannya sedikit melunak.
“Kau benar,” katanya pelan. “Aku terlalu lalai. Semua karena aku membiarkan orang seperti Sofia dekat denganku.”
Lydia berjalan mendekat, lalu berhenti tepat di hadapannya. “Kelalaian kecil bisa menghancurkan kerajaan besar, Suamiku. Ingatlah itu.”
Figo menatapnya lama, lalu mengangguk pelan.
Untuk pertama kalinya, ia benar-benar mendengar nasihat seorang wanita—istri pengganti yang dulu ia anggap tidak penting.
Namun sekarang? Lydia bukan hanya penting. Ia adalah cahaya di dalam kegelapan kekuasaannya.
---
Malam itu, Luis Figo membuat keputusan besar. Semua pekerja yang terhubung dengan Sofia diganti, jaringan internalnya dibersihkan. Dan ia sendiri bersumpah, tidak akan lagi meremehkan wanita yang kini duduk tenang di sampingnya.
Karena Lydia bukan hanya istri. Ia adalah sekutu paling berbahaya dan paling berharga yang pernah dimilikinya.
Dan Sofia… nasibnya sudah ditentukan.
---
Bersambung…
btw,nysek y kl prpisahn sm kluarga....brsa berat...😭😭😭
tp kl bnrn,aku orng prtma yg bkln kabooorrrr.....😁😁😁
bingung eike 🤔🤔🤔😁
lope2 sekebon buat author /Determined//Determined//Kiss//Kiss//Rose//Rose/
Smngtttt...😘😘😘