bagaimana jadinya jika seorang gadis desa yang sering dirundung oleh teman sekolahnya memilih untuk mengakhiri hidup? Namun, siapa sangka dari kejadian itu hidupnya berubah drastis hingga bisa membalaskan sakit hatinya kepada semua orang yang dulu melukainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mas Bri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Laki-laki blasteran itu terlihat santai dengan kaos polos berwarna hitam dan celana panjang warna abu-abu tua. Dia Terlihat semakin gagah dan sulit ditebak apalagi dengan tubuh atletisnya dan tinggi yang menambah aura positif. Ayu yang melihat tuannya memasuki ruang kerja semakin dibuat terpesona dengan ketampanannya.
Kulitnya yang putih semakin terlihat bersinar dengan baju yang berwarna gelap. Menambah seribu kali ketampanan yang tiada tara. Air liurnya hampir saja menetes jika dirinya tidak ditampar kenyataan.
“Sudah saya siapkan teh jahe untuk menghangatkan tubuh anda, Tuan,” ucap Ayu sedikit tertunduk. Dia takut khilaf.
“Terima kasih.”
Gadis itu lekas pergi meninggalkan tuannya yang akan bekerja. Lagi pula dirinya masih ada beberapa pekerjaan yang belum selesai.
“Saya permisi, Tuan.”
William hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju. “Kenapa dia buru-buru sekali ingin pergi?” gumamnya.
Sedangkan di balik pintu, jantung Ayu semakin berdebar kencang dan sulit dikendalikan. Rasanya baru kali ini dirinya begitu gugup saat bersama tuannya, padahal itu hanya memandang saja.
Dia pegang dadanya yang tak rata sambil memejamkan matanya. Mengatur ritme nafasnya agar tidak semakin gugup. “Ada apa aku ini,” tanya nya pada diri sendiri.
Gadis cantik itu pun kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Hari semakin gelap dan dingin. Angin yang kencang membuat tubuhnya semakin menggigil.
Gadis cantik itu menutup jendela yang biasanya sedikit terbuka. Tidak lupa dia memakai selimut tebal pemberian dari ibu tuannya.
“Ah … rasanya nyaman sekali,” gumamnya begitu tubuhnya tertutup sempurna.
Begitu matanya mulai tertutup, lampu tiba-tiba mati. Dia pun panik dan berlari keluar.
“Tuan! Tuan!” Ayu terus berteriak memanggil tuannya. Dirinya paling takut saat mati lampu apalagi bersamaan dengan hujan.
Dia terus berjalan mencari tuannya di ruang kerja. Berkali-kali dirinya mengetuk pintu ruangan itu tetapi tidak ada jawaban. Gadis itu mencoba pergi ke kamar tuannya. Hal yang sama dia lakukan dan hasilnya tetap sama tidak ada jawaban.
“Aduh … ke mana sih Tuan William? Kenapa disaat seperti ini malah tidak ada,” lirihnya ketakutan.
“Aku tidak ke mana-mana,” ucap William membuat Ayu kaget bukan main. Dia berdiri tepat di samping gadis dengan membawa ponsel di tangannya.
Tangan gadis cantik itu melayang sempurna di dada bidang sang tuan muda sambil menangis ketakutan. Karena iba, William pun menarik pelayan cantiknya dalam dekapan. Dengan kedua tangannya dia peluk erat seakan tidak ingin lepas untuk menenangkannya.
“Jangan menangis, aku tidak ke mana-mana,” bisiknya pelan.
“Tuan ke mana saja? Aku cari dari tadi nggak ada. Ayu takut.”
“Lucunya … seperti anak kecil yang minta jajan,” batin William tersenyum.
Tangan kekar itu menepuk pelan bahu Ayu agar lebih tenang. Karena posisinya masih berdiri, William mengajaknya untuk duduk di sofa ruang tengah sambil menunggu listrik menyala.
“Sudah, jangan menangis lagi.”
Tidak ada jawaban dari empunya, William berinisiatif menyalakan lampu di ponselnya. “Tidur? Di saat seperti ini kamu bisa tidur? Untuk sama aku, kalau orang lain apa jadinya, cantik,” gumam William.
Di luar masih hujan dan listrik juga belum menyala, William dan Ayu akhirnya tertidur bersama di sofa hingga pagi dengan posisi saling memeluk satu sama lain.
Sinar mentari terus bergerak mengikuti arus. Cahaya silau menyusup di celah lembaran kain yang masih tertutup sempurna. Sang pemilik yang masih asik dengan kehangatan yang tidak pernah didapatkan sebelumnya enggan untuk membuka mata. Namun, silauan mentari dari balik jendela memaksa mereka untuk terbangun dari kenyataan.
Tangan William terasa kebas karena semalaman dia gunakan bantal untuk gadis cantik yang masih tertidur pulas dalam dekapannya. Seulas senyum terukir indah di wajahnya. Inilah yang dia takutkan kalau suatu hari nanti Ayu menyukai orang lain dan meninggalkannya. Rasanya dia tidak sanggup membayangkan.