NovelToon NovelToon
Di Atas Sajadah Merah

Di Atas Sajadah Merah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Maya Melinda Damayanty

Arunika adalah seorang wanita yang memendam cinta dalam diam, membangun istana harapan di atas sajadah merah yang pernah diberikan oleh Raka, pria yang diam-diam memikat hatinya. Setiap sujud dan lantunan doa Arunika selalu tertuju pada Raka, berharap sebuah takdir indah akan menyatukan mereka. Namun, kenyataan menghantamnya bagai palu godam ketika ia mengetahui bahwa Raka telah bertunangan, dan tak lama kemudian, resmi menikah dengan wanita lain, Sandria. Arunika pun dipaksa mengubah 90 derajat arah doa dan harapannya, berusaha keras mengubur perasaan demi menjaga sebuah ikatan suci yang bukan miliknya.
Ketika Arunika tengah berjuang menyembuhkan hatinya, Raka justru muncul kembali. Pria itu terang-terangan mengakui ketidakbahagiaannya dalam pernikahan dan tak henti-hentinya menguntit Arunika, seolah meyakini bahwa sajadah merah yang masih disimpan Arunika adalah bukti perasaannya tak pernah berubah. Arunika dihadapkan pada dilema moral yang hebat: apakah ia akan menyerah pada godaan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 10. UJIAN TERAKHIR

Pagi hari, seperti biasa. Arunika datang sedikit lebih awal. Beberapa guru juga sudah masuk ke halaman parkir sekolah. Arunika mengangguk hormat pada guru-guru tersebut.

"Good morning Arunika, you get early this morning?" tanya Bu Lin, guru bahasa Inggris.

"Yes, Ma'am!" jawab Arunika.

"Wah, you speak loudly know! I like it!" sahut Bu Lin tersenyum.

Arunika hanya menunduk malu, kakinya gegas pergi ke dalam kelas. Ada beberapa anak yang piket. Kembali kursinya tak diturunkan.

'Eh .. Maap ya Ka! Kita belum sempet nurunin!" ujar salah satu siswi sambil menyembunyikan senyum dengan tangannya.

Arunika tak mempermasalahkan sama sekali. Ia menurunkan sendiri kursinya, lalu duduk di sana dengan tenang. Hingga semua anak masuk termasuk Raka.

"Kamu datang pagi-pagi lagi, Run?" tanya Raka yang duduk di kursinya.

'Iya!" jawab Arunika singkat.

Tak lama guru datang dengan tergesa-gesa. Ia langsung menunjukkan amplop besar.

"Anak-anak, ini masih segel ya!' ujarnya memberitahu.

'Tapi kan belum waktunya Pak!" seru salah satu siswa protes.

Pak Sam'un tak menggubris, ia tetap membuka amplop dan mengeluarkan isinya. tampak ketakutan di wajahnya sebelum ia membaca soal. Kini setelah membaca soal, wajahnya kian pias.

"Pak ada apa." tanya Indra ketua kelas.

"Bapak cuma mau bilang. Kalian kerjakan sebisanya ya!' jawab Pak Sam'un lagi.

"Emang kenapa sih, Pak?" tanya Rudi penasaran.

Pak Sam’un menarik napas dalam-dalam, lalu mengangkat lembar soal itu tinggi-tinggi.

“Soalnya… full bahasa Arab. Ayat-ayat dari surah-surah Al-Qur’an tanpa terjemahan.”

Kelas langsung gaduh.

“Hah?! Maksudnya gimana, Pak?”

“Kita nggak pernah diajarin kayak gini!”

“Pak, saya aja alhamdulillah cuma hafal Al-Fatihah, gimana bisa ngerjain beginian?”

Arunika ikut menunduk, hatinya gelisah. Ia memang bisa membaca Al-Qur’an, tapi tetap saja… soal seperti ini tidak sesuai dengan apa yang dipelajari sebelumnya.

“Tenang! Tenang dulu semua!” Pak Sam’un berusaha menenangkan, meski suaranya bergetar.

“Kerjakan saja yang bisa kalian kerjakan. Jangan ribut!”

Tapi murid-murid tetap bersuara lantang. Indra, sang ketua kelas, berdiri dari kursinya.

“Pak, ini nggak adil! Kita belajar Pendidikan Agama Islam dengan materi akhlak, fiqih, sejarah Nabi, tapi kenapa ujiannya mendadak full bahasa Arab?!”

Beberapa siswa lain mengangguk setuju. Bahkan ada yang langsung mendorong bangkunya sambil keluar kelas.

“Kalau kayak gini sih namanya jebakan, Pak! Kita protes!”

Suasana berubah semakin panas. Dari luar, terdengar suara gaduh serupa dari kelas-kelas lain. Ternyata bukan hanya kelas Arunika, tapi hampir seluruh murid di sekolah itu menolak soal ujian yang dianggap tidak sesuai.

Pak Sam’un semakin pucat. Ia menatap lembar soal di tangannya, lalu menatap murid-muridnya yang marah dan kecewa. Hatinya gamang—antara menjalankan aturan dari panitia atau berpihak pada siswanya.

Arunika menggenggam pensilnya erat. Dalam hati ia berdoa lirih, “Ya Allah, semoga semua ini ada jalan keluarnya.”

Suasana makin gaduh. Ada pihak dari diknas setempat mengatakan soal tertukar. Tapi seluruh siswa tetap diminta mengerjakan soal.

Hal itu jadi gelombang protes besar-besaran. Seluruh siswa dan siswi keluar kelas. Bahkan yang tidak beragama Islam ikut mendukung protes teman belajar mereka.

"Kepala sekolah buru-buru turun tangan, wajahnya tegang melihat ratusan siswa berkumpul di halaman. Guru-guru panik, mencoba menenangkan, tapi sorak protes justru semakin keras.

"Pak! Kami sekolah di sini untuk belajar sesuai pelajaran, bukan dipaksa mengerjakan yang bukan bidang kami!" teriak salah satu siswi dengan mata berkaca-kaca.

Seorang guru lain mencoba menenangkan, "Tenang anak-anak, ini hanya kesalahan teknis. Nanti akan kami klarifikasi."

Namun para siswa kompak menolak. Bahkan siswa non-Muslim makin maju di depan barisan, seperti ingin menunjukkan: kami tidak akan membiarkan teman-teman kami diperlakukan tidak adil.

Suasana terasa seperti demonstrasi kecil. Spanduk dadakan dari kertas ulangan robek-robek mereka angkat tinggi-tinggi, bertuliskan: Kami butuh keadilan!"

Pak Mahmud guru agama Islam lain malah marah sama siswa-siswa protes.

"Emang kalian nggak ngaji apa!' sentaknya.

"Kami hanya ngaji Pak, bukan belajar bahasa Arab!" Seru beberapa murid berani.

"Dasar anak-anak durhaka!" Sungguh pak Mahmud marah.

"Bapak yang durhaka. Ngajari kami bahasa arab juga nggak pernah!" Sahut murid lain.

"Kamu ya!" Tunjuk pak Mahmud pada murid itu.

"Apa!" Tantang murid itu maju ingin melawan.

Pak Mahmud emosi ingin menghajar anak didik itu. Begitu juga sang anak didik yang merasa jagoan, melawan gurunya. Beberapa guru langsung menghadang dan melerai.

Tak lama, petugas dari diknas setempat datang. Mengambil soal, beberapa guru dan kepala sekolah masuk ruangan. Terjadi perdebatan panjang.

"Jangan ada yang keluar sekolah!" Seru Pak Edi, guru bahasa Indonesia. Walau ia pemilik sekolah, tapi bukan dia yang jadi kepala sekolah.

Pak Edi memilih jadi guru disiplin selain mengajar bahasa Indonesia.

Di ruang rapat, suara keras terdengar keluar pintu. Kepala sekolah berusaha menenangkan pihak Dinas.

“Mohon kebijakan, anak-anak sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Mereka menolak karena soal ini jelas bukan kompetensi mereka!”

Seorang petugas Dinas menatap tajam. “Kami hanya jalankan instruksi dari pusat. Kalau siswa tidak mau mengerjakan, sekolah ini bisa dikenai sanksi!”

Pak Edi yang dari tadi menahan diri akhirnya menggebrak meja, “Sanksi apa?! Kalian yang salah kasih soal, kenapa siswa jadi korban?!”

Suasana di dalam ruangan itu panas. Di luar, murid-murid makin gaduh. Ada yang duduk sambil menyanyikan yel-yel protes, ada yang mengangkat kertas ujian sebagai simbol perlawanan.

Arunika hanya berdiri di antara teman-temannya, jantungnya berdegup cepat. Ia belum pernah melihat sekolahnya seperti ini. Di satu sisi, ia takut. Tapi di sisi lain, ada rasa kagum luar biasa pada keberanian teman-temannya—juga pada Raka yang berdiri paling depan, bersuara lantang membela semua murid.

Tak lama, diknas ditelepon pusat. Ternyata gelombang protes bukan hanya dari satu sekolah, melainkan nyaris seluruh sekolah di Indonesia.

Karena itu, diknas mengambil kembali kertas ujian yang masih tersisa dan keputusan para guru agama membuat soal dadakan dan soal itu wajib ditulis dan dijadikan proposal ujian pengganti.

Pak Sam'un dan pak Mahmud tentu protes. Materi belajar pastinya berbeda. Tapi diknas memberikan mandat penuh pada dua guru agama itu.

Arunika duduk di sisi lapangan, keringat sudah membanjiri wajah dan tubuhnya. Raka ada di depan menyerukan protes bersama teman-temannya.

Sorot matahari yang menyengat mendadak redup karena bayang-bayang seseorang. Arunika menengadah, tapi ia tak melihat siapa yang melindunginya dari terik matahari.

Hingga satu jam berlalu. Akhirnya mereka semua masuk ke kelas masing-masing. Ujian tetap berlanjut, tapi dengan soal pengganti.

Raka datang menghampiri Arunika, sosok yang menjadi payung itu pun sudah pergi ke kelasnya. Arunika berdiri, matanya menangkap Raka yang begitu khawatir dan langsung memberikannya tisu.

"Kamu lap ya keringat nya!" suruhnya.

Wajah Arunika merona, ia menerima tisu itu dan mengusap keringat di wajahnya. Keduanya pun masuk kelas untuk kembali ujian.

Semua tenang, walau terjadi protes besar-besaran barusan. Tetap seluruh siswa SMAN 16 tenang selama suara mereka didengarkan.

Purnomo datang lebih awal, ia menunggu putrinya dengan wajah cemas. Berita protes tentang soal yang sulit dan diluar kemampuan murid, tentu sudah sampai di telinganya.

Arunika keluar bersama anak-anak yang lain. Purnomo turun dan langsung mendatangi putrinya.

"Kamu tidak apa-apa tadi Nak? Ayah sampai takut lihat beritanya!" tanyanya khawatir.

"Alhamdulillah sudah selesai Ayah!" jawab Arunika dan ia duduk di belakang ayahnya.

Mereka pun pulang, Arunika menatap punggung Raka yang masih betah di sekolah. Lalu dua mata saling tatap, Raka tersenyum sambil melambaikan tangannya.

Blush! Seketika wajah Arunika merona.

Bersambung.

Next?

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
raka kenapa ya?
nurry
💪💪💪💪💪
nurry
maju terus Raka terjang rintangannya, kamu pasti bisa 💪
nurry
kaya manggul beras sekarung kali ya kak othor 🤭🤭🤭
Deyuni12
Raka
kamu bisa datang d saat kamu sudah siap dalam hal apapun,buat ayah Purnomo terkesan dengan perjuangan mu
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
datanglah saat kau siap raka.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
ayah.. 🥹🥹🥹... pasti sulit mengajarkan mandiri pada putri yang selalu ingin kau lindungi seperti dalam bola kristal, ya kan?setidaknya dirimu sudah mencoba ayah
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
memang berat, raka. tapi kalau cinta ya berjuang donk.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
ayah, jangan rusak mental arunika dengan ke posesif an muuuu
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
kalau perhatian di rumah cukup. tak perlu cari perhatian di luar lagi
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
arunika & media cocok
Deyuni12
keren
Deyuni12
butuh perjuangan,cinta tak segampang itu,,hn
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
sedikit lagi, raka. arunika di fakultas ekonomi.
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
arunika begitu banyak mendapatkan limpahan kasih orang tuanya. sementara raka?
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
kalian pasti akan dipertemukan oleh author. sabar ya
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
UI itu besar banget. wajar kalau pakai kendaraan. seharusnya ayah jemput di fakultasnya aja
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
kenapa kemarin gak tanya raka fakultas apa?
Ni nyoman Sukarti
ceritanya bagus....jadi kangen sm ibu dan bapak😇😇🙏
Ni nyoman Sukarti
Author....semua karya novel mu sangat bagus dan berkesan, baik dari alur cerita, tema dan karakternya, mempunyai value, edukatif dan motivasi bagi pembaca. Tidak membosankan. Sukses selalu ya Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!