NovelToon NovelToon
Menikah Dengan Dosen Killer

Menikah Dengan Dosen Killer

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Nikahmuda
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: santi puspita

Naya, gadis kaya raya yang terkenal dengan sikap bar-bar dan pembangkangnya, selalu berhasil membuat para dosen di kampus kewalahan. Hidupnya nyaris sempurna—dikelilingi kemewahan, teman-teman yang mendukung, dan kebebasan yang nyaris tak terbatas. Namun segalanya berubah ketika satu nama baru muncul di daftar dosennya: Alvan Pratama, M.Pd—dosen killer yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti kompromi.

Alvan baru beberapa minggu mengajar di kampus, namun reputasinya langsung menjulang: tidak bisa disogok nilai, galak, dan terkenal dengan prinsip ketat. Sayangnya, bagi Naya, Alvan lebih dari sekadar dosen killer. Ia adalah pria yang tiba-tiba dijodohkan dengannya oleh orang tua mereka karna sebuah kesepakatan masa lalu yang dibuat oleh kedua orang tua mereka.

Naya menolak. Alvan pun tak sudi. Tapi demi menjaga nama baik keluarga dan hutang budi masa lalu, keduanya dipaksa menikah dalam diam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Halaman Depan Kampus – Sore Hari

Langit mulai berganti warna. Awan jingga menggantung rendah saat mahasiswa berangsur meninggalkan kampus.

Sarah berdiri di dekat gerbang depan, menggenggam ponsel sambil membuka aplikasi ojek online. Tangannya sempat ragu memilih lokasi penjemputan.

Ia menarik napas pelan.

Sendiri lagi.

Dan entah kenapa, sore ini terasa lebih sunyi dari biasanya.

Baru saja jari-jarinya hendak mengetuk tombol Pesan, suara yang familiar memanggil dari arah samping.

“Sar!”

Langkahnya terhenti.

Sarah menoleh.

Arya berjalan cepat menghampirinya, masih dengan tas selempang menyilang di dada dan rambut sedikit berantakan. Napasnya sedikit tersengal, seolah terburu-buru menyusul.

“Kamu mau pulang?” tanyanya dan diangguki oleh sarah.

"Sendiri atau dijemput"?tanya Arya lagi

Sarah mengangkat bahu, berusaha tersenyum ringan.

“Iya, nih lagi mau pesen"jawab Sarah sambil menunjukkan layar hp dengan aplikasi Hijau

Arya ikut tertawa kecil, tapi sorot matanya memperhatikan Sarah lebih dalam.

“Mau bareng aku aja?”

Ia menunjuk motor di kejauhan.

“Daripada nunggu driver lama dan kamu berdiri sendiri kayak tokoh utama drama Korea.”

Sarah tertawa, tapi senyumnya mengendur pelan.

“Nanti ada yang marah.”

“Siapa yang bakal marah? kita kan sahabat semua orang juga tau?”

Kalimat itu menampar pelan di dada Sarah.

Sahabat.

Kata yang selama ini jadi tameng... tapi juga pisau di balik punggungnya sendiri.

Namun, ia tetap tersenyum.

“Kalau gitu... boleh deh, antar sampai gang depan aja.”

 

Di Atas Motor, Sepanjang Jalan

Angin sore menerpa wajah mereka. Sarah duduk di belakang Dante tanpa memegang erat, cukup menjaga jarak.

Tapi pikirannya melayang.

Ada jeda yang menggantung di antara suara knalpot dan lalu lintas jalan.

“Arya...” suara Sarah pelan, hampir tenggelam oleh angin.

“Kalau kamu punya seseorang yang selalu kamu lihat... tapi dia nggak pernah lihat kamu balik, itu sakit ya?”

Arya tak langsung menjawab. Motornya terus melaju.

Lalu dengan suara tenang, ia bertanya:

“Kamu lagi ngebahas siapa nih? Cowok cakep pindahan itu?”

Sarah tertawa.

“Enggak... bukan.”

Hanya itu yang ia ucapkan. Sisanya, ia simpan lagi. Seperti biasa.

> Ada hal-hal yang memang ditakdirkan hanya untuk disimpan—bukan untuk diucapkan.

Dan Sarah tahu... perasaannya adalah salah satunya.

___

Sabtu Malam Di Rumah Keluarga Firman

Udara malam terasa hangat, tapi rumah besar milik keluarga Firman tampak lebih dingin dari biasanya.

Lampu gantung kristal menyala terang di ruang tengah. Taplak meja putih bersulam emas, bunga segar di setiap sudut ruangan, dan musik klasik pelan mengalun dari speaker tersembunyi. Semua terasa... sempurna.

Kecuali bagi Naya.

Gadis itu duduk diam dengan gaun warna pastel lembut yang dipilihkan oleh Bu Mita, rambut ditata rapi oleh penata khusus, bibir dipoles merah muda pucat. Tapi mata Naya tak bisa berbohong dia sedang tidak bahagia.

Di seberang ruangan, Alvan berdiri dengan tenang mengenakan batik modern dan celana kain gelap. Wajahnya tetap datar seperti biasa tapi hanya dia yang tahu, malam ini pikirannya jauh lebih ribut dari tampilannya.

Tamu undangan keluarga dekat hadir. Kamera dari fotografer pribadi siap mengabadikan setiap detik acara ini.

 

Acara Pertunangan Dimulai

Pak Firman berdiri paling depan, senyum diplomatis mengembang, berdampingan dengan Pak Hermawan ayah Alvan. Bu Mita tampak sibuk menyapa para tamu, dan sesekali menjaga wajah Naya tetap terlihat "manis" di depan umum.

Pemandu acara mempersilakan kedua keluarga maju. Sebuah kotak perhiasan dibuka pelan-pelan, memperlihatkan cincin tunangan berkilau yang sudah disiapkan jauh-jauh hari.

"Dengan ini, kami dari keluarga besar Bapak Firman menyambut baik rencana pertunangan putri kami, Naya Putri Firman, dengan putra dari Bapak Hermawan, Alvan Sanjaya."

Tepuk tangan terdengar, sopan, pelan.

Naya hanya diam. Ia menggenggam jemarinya sendiri erat, seolah menggenggam keberanian yang tersisa.

"Naya..." bisik Bu Mita pelan di sebelahnya, "Senyum, sayang. Ingat, ini untuk masa depanmu."

Naya menoleh. Menatap bu Mita sinis lalu senyum yang tipis.

 

Momen Pemasangan Cincin Alvan maju perlahan. Ia menatap Naya sejenak dan seperti biasa, tak ada kata-kata keluar dari mulut mereka. Semua hanya formalitas.

Saat cincin hampir disematkan, Naya menarik tangannya sedikit, sejenak saja, hingga orang-orang mengerutkan kening.

Tapi Naya lalu mengangkat tangan kirinya, dan mengangguk kecil.

Cincin itu pun terpasang di jari manisnya.

Tepuk tangan kembali terdengar. Kamera berklik. Musik pelan kembali mengalun.

Sementara itu, dari jauh, Bu Mita tersenyum puas, lalu bergumam lirih

"Semakin cepat Naya pergi dari rumah ini, semakin cepat juga aku hidup tenang."

Sudut Meja Utama Setelah Acara Pertunangan

Di tengah riuh tamu yang sibuk menyantap hidangan mewah dan obrolan basa-basi yang saling bersilang, dua orang yang baru saja “dijodohkan” duduk bersebelahan dalam diam yang mengganggu.

Naya menatap piringnya yang nyaris tak tersentuh, sendok di tangannya sekadar mainan. Di sampingnya, Alvan duduk tegak, rapi, dengan wajah yang seolah tak terganggu oleh apa pun.

Tapi suara pelan di antara mereka justru membakar udara lebih panas dari lilin meja.

“Ini bukan pernikahan, ini sandiwara.”

Bisik Naya pelan, dengan senyum palsu yang masih ia pertahankan untuk menjaga muka di depan tamu.

Alvan tak menoleh.

“Kamu bisa anggap ini apa pun. Tapi sekarang kita sudah jadi pusat perhatian. Bertingkah aneh akan membuat keadaan makin buruk.”

Naya mengangkat alis, lalu menjawab dengan sinis,

“Oh, jadi kamu peduli soal keadaan? Kirain kamu cuma peduli sama nilai, aturan, dan harga diri sebagai dosen killer.”

Alvan menoleh pelan, ekspresinya datar.

“Kalau kamu lebih dewasa sedikit, kamu sadar ini bukan cuma tentang kamu. Ini tentang keluargamu. Ayahmu. Semua orang yang sudah memasang harapan malam ini.”

“Harapan siapa? Papa? keluarga mu? Atau kamu yang cuma diem tapi mau semua ikut rencana mereka?”

Naya mencibir, matanya mulai memerah.

“Kamu tahu aku nggak setuju, tapi kamu tetap pasang cincin ini ke jariku kayak kita baru menang undian berhadiah.”

Alvan menghela napas pelan, nadanya tetap rendah namun dingin.

“Aku tidak memaksa. Tapi kamu juga tidak melawan. Kamu berdiri di sana dan menerima segalanya tanpa penolakan. Itu artinya kamu memilih ini, Naya.”

“Aku memilih karena aku nggak punya pilihan. Jangan dibalik-balik.”

Naya menahan tangisnya dengan menegakkan punggung.

“Kamu tahu kenapa aku diem? Karena semakin aku melawan, semakin aku dikurung. Aku cuma butuh celah untuk kabur. Dan kamu… kamu hanya batu yang ikut menghalangi jalan keluar.”

Alvan menoleh lagi, kali ini benar-benar menatap matanya.

“Kalau kamu pikir aku menikmati ini, kamu salah. Tapi setidaknya aku nggak menghancurkan semuanya dengan ego.”

“Tepat. Kamu nggak menghancurkan apa pun. Karena kamu nggak punya apa-apa yang bisa dihancurkan.”

Naya tersenyum sinis, lalu meletakkan sendoknya pelan.

“Berbeda dengan aku, yang harus kehilangan seluruh hidupku malam ini.”

Alvan terdiam. tidak menunjukkan reaksi apapun.

🍒🍒🍒

1
Reni Anjarwani
bagus bgt ceritanya doubel up thor
sanpus: heheh iya
total 1 replies
Reni Anjarwani
buat naya jatuh cinta pak dosen dan buat dia bahagia
sanpus: copy 😀
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut thor
sanpus: siap🙏😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!