Langit di seluruh dunia kini hanyalah kanvas retakan. Malam tanpa bintang. Dua puluh tahun yang lalu, peradaban manusia berubah selamanya. Sebuah lubang dari retakan dimensi yang menganga seperti luka di angkasa, memuntahkan makhluk-makhluk dari mimpi buruk.
Mereka datang dari dunia lain, tanpa nama dan tanpa belas kasihan. Mereka menghancurkan gedung pencakar langit, meratakan jalan, dan menyebarkan kepanikan di mana-mana. Separuh populasi musnah, dan peradaban manusia berada di ambang kehancuran total.
Namun, di tengah-tengah keputusasaan itu, harapan muncul. Beberapa manusia, entah bagaimana, mulai bangkit dengan kekuatan luar biasa.Mereka menjadi Pemburu. Dengan kekuatan yang setara dewa, mereka berjuang, jatuh, dan bangkit kembali.
Namun, di balik layar, rumor mulai beredar. Retakan-retakan kecil yang seharusnya stabil mulai menunjukkan tanda-tanda kegelisahan. Seolah-olah mereka adalah mata-mata dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang sedang menunggu di sisi lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FA Moghago, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8: Memasuki Dunia yang Baru
Keesokan harinya, matahari terbit dengan begitu cerahnya. Langit biru bersih tanpa awan, dan hangatnya sinar mentari menyambut pagi. Arka keluar dari rumahnya dengan kemeja putih andalannya, memegang erat surat undangan. Dengan ponsel di tangan, ia memesan mobil online menuju gedung kantor Organisasi Pemburu Pandawara.
Setibanya di sana, Arka mendongak. Di hadapannya berdiri gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, dengan lambang khas Organisasi Pemburu Pandawara terpampang megah di bagian atas. Tanpa ragu, Arka masuk dan memberitahukan kedatangannya kepada staf penerima tamu. Setelah mengisi beberapa formulir, ia dipersilakan menunggu di kursi yang telah disediakan.
Tidak lama kemudian, seorang wanita menghampirinya. Dia adalah Sekretaris Organisasi Pemburu Pandawara, seorang wanita bernama Citra.
Citra duduk di hadapan Arka dan memperkenalkan dirinya. "Arka, Anda diundang untuk bergabung ke Organisasi Pemburu Pandawara, untuk menjadi seorang Pemburu."
Arka terkejut. "Kenapa orang biasa seperti saya diundang menjadi Pemburu?" tanyanya, tidak percaya.
Citra tersenyum tipis. "Karena Anda sudah memiliki kemampuan untuk menjadi Pemburu," jawabnya. Citra lalu menunjukkan sebuah video dari tabletnya. Video itu memperlihatkan Arka sedang bertarung melawan dua puluh monster seorang diri. "Bukankah ini Anda? Sepertinya kekuatan Pemburu Anda sudah bangkit."
Arka tertegun. Ia tidak menyangka pertarungannya diketahui orang lain. Melihat dirinya sendiri bertarung, ia menyadari bahwa perubahan yang ia rasakan belakangan ini memang bukan hanya perasaan. Ia benar-benar memiliki kekuatan.
"Bagaimana, Pak Arka? Apakah Anda bersedia menjadi Pemburu di Organisasi kami?" tanya Citra.
Arka masih ragu. Ia teringat akan luka-luka yang dialami Rangga dan risiko yang harus dihadapi setiap Pemburu. "Saya belum yakin dengan kekuatan saya. Bolehkah saya memikirkannya dulu?"
"Tentu," jawab Citra. "Untuk memastikan, Anda bisa menguji kekuatan Anda di Lembaga Pusat Pemburu untuk melihat kualifikasi Anda. Setelah itu, Anda bisa memutuskan."
Arka melamun sebentar, mempertimbangkan semua risiko. Namun, di sisi lain, ia juga mengingat rasa hampa yang ia rasakan selama ini. Kekuatan ini mungkin adalah takdirnya. "Baiklah, saya akan menguji kemampuan saya dulu di sana. Tapi untuk bergabung, saya akan pikirkan nanti," jawab Arka akhirnya.
Citra mengangguk. "Baik, Pak Arka. Anda akan ditemani oleh asisten saya, Lina," ucapnya sambil menunjuk seorang perempuan muda yang duduk di sampingnya, terlihat seumuran dengan Arka. Lina mengangguk sopan ke arah Arka, wajahnya datar tanpa ekspresi.
Tak lama kemudian, Arka dan Lina berangkat menuju Gedung Lembaga Pusat Pemburu. Setibanya di sana, Arka melihat pemandangan yang tak biasa baginya. Banyak Pemburu keluar masuk, membawa senjata unik mereka, sementara yang lain terlihat gugup, mengantre untuk mengikuti tes kualifikasi.
Lina membawa Arka ke bagian pendaftaran. Setelah mendaftarkan namanya, Arka mendapatkan nomor antrean dan menunggu. Waktu terasa lama, tapi akhirnya gilirannya tiba. Arka dipandu oleh seorang staf ke sebuah ruangan. Di sana, beberapa orang sedang duduk, mengawasi sebuah kubus putih kecil di tengah ruangan.
Arka diarahkan untuk menjulurkan tangannya ke arah kubus. Saat tangannya mendekat, kubus itu menyala, namun cahayanya biasa saja. Staf di sana mencatat hasilnya. Cahaya yang biasa itu menunjukkan bahwa kualifikasi Arka masih rendah.
Selanjutnya, Arka diminta untuk melakukan tes kekuatan. Ia memukul sebuah mesin tes dengan kekuatan penuh, namun poin yang diperolehnya berada di bawah rata-rata. Staf kembali mencatat hasilnya.
Setelah tes selesai, Arka keluar dari ruangan dan menghampiri Lina yang menunggu. Ia duduk di sebelahnya, menunggu hasil akhir. Beberapa saat kemudian, nama Arka dipanggil. Ia mendapatkan sebuah kartu tanda kualifikasi yang bertuliskan huruf C. Mengetahui hasil itu, Arka bereaksi biasa saja, tidak ada emosi yang terlihat di wajahnya. Ia menunjukkan kartu itu kepada Lina.
Setelah itu, Arka memutuskan untuk langsung pulang. Ia berterima kasih kepada Lina, lalu meninggalkan gedung. Lina kembali ke gedung Organisasi Pemburu Pandawara.
Sebelum pulang, Arka mampir ke sebuah kedai kopi. Ia duduk di sana, menatap kosong kartu kualifikasi Pemburunya yang bertuliskan "C". Meskipun kualifikasinya tidak tinggi, Arka tidak bisa menyangkal fakta bahwa ia kini adalah seorang Pemburu. Ia meminum kopi yang sudah mulai dingin, pikirannya dipenuhi kebingungan. Tawaran dari Organisasi Pemburu Pandawara masih berlaku, tapi ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Hidupnya yang tadinya normal, kini berubah total. Kekuatan yang ia dapatkan secara tiba-tiba ini terasa seperti anugerah dan kutukan sekaligus.
Di sisi lain, di ruang kantor pimpinan Organisasi Pemburu Pandawara, Citra melaporkan hasil tes Arka kepada Hanif.
"Pak, hasil tes kualifikasi Arka sudah keluar. Dia mendapatkan kualifikasi C," lapor Citra.
Hanif terkejut dan alisnya terangkat. "Kualifikasi C?" gumamnya, suaranya dipenuhi keheranan. "Apakah prasangka saya salah? Saya kira dia setidaknya akan mendapatkan kualifikasi B atau lebih tinggi."
Hanif tidak bisa percaya. Bagaimana mungkin seorang Pemburu dengan kualifikasi C mampu mengalahkan dua puluh monster sendirian? Ada sesuatu yang tidak beres.
°°°
Berita tentang Pemburu dan monster mendominasi semua siaran televisi dan internet. Di layar, Arka melihat laporan terbaru mengenai retakan dimensi di puncak Gunung Gede, Jawa Barat. Retakan itu begitu besar, membentang di langit hingga hampir menyamai gunung itu sendiri. Namun, keanehan terjadi. Meskipun ukurannya sangat besar, tidak ada monster raksasa yang keluar. Hal ini menimbulkan kebingungan besar, tidak hanya bagi masyarakat umum, tetapi juga bagi Pemimpin Organisasi Pemburu Kesatria Garuda, Gatot Pradipta, yang wilayahnya berada di bawah perlindungannya.
Karena ancaman yang tidak biasa ini, Gatot tidak hanya mengundang Arini Prameswari dari Organisasi Pemburu Pandawara, tetapi juga menghubungi pimpinan Organisasi Pemburu Bambu Kuning untuk bergabung dalam perburuan. Ia menyadari bahwa retakan sebesar itu pasti menyembunyikan sesuatu yang jauh lebih berbahaya daripada sekadar monster biasa. Kerja sama dari beberapa organisasi besar diperlukan untuk menghadapi misteri yang menunggu di puncak gunung.
Gatot Pradipta, pemimpin Organisasi Pemburu Kesatria Garuda, menetapkan jadwal penyerangan ke puncak Gunung Gede. Rencananya, mereka akan bergerak dalam waktu tiga hari, pada waktu pagi buta.
Sehari sebelum penyerangan, Lembaga Pusat Pemburu mengundang keenam organisasi pemburu terbesar untuk rapat di kantornya. Suasana rapat sangat tegang, dipenuhi aura mencekam dari sosok-sosok kualifikasi S yang hadir. Mereka semua terlihat tegang dan penasaran, seolah menunggu sesuatu yang besar terjadi dari retakan di Gunung Gede.
Harsa Baskara, Ketua Lembaga Pusat Pemburu, membuka rapat dengan peringatan serius. "Gatot, perburuan ini tidak akan mudah," ujarnya. "Ada kemungkinan besar kalian akan menghadapi monster sekuat atau bahkan lebih kuat dari yang pernah dihadapi Bara Wirawan dan Kinar Puspita."
Harsa melanjutkan, "Jika monster itu tidak bisa dikalahkan, saya perintahkan untuk segera mundur. Kita akan menyusun ulang rencana. Organisasi pemburu lainnya juga harus bersiap membantu jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."
Perintah itu adalah pengakuan terbuka bahwa ancaman di Gunung Gede jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Para Pemburu kualifikasi S yang hadir mengangguk, memahami beratnya tugas yang menanti. Mereka semua, para pahlawan terkuat di Indonesia, merasakan aura bahaya yang terpancar dari retakan dimensi Gunung Gede.
jangan dikasih kendor thor😁🔥