Lina dokter muda dari dunia modern, sang jenius harus meninggal karena kecelakaan tunggal, awalnya, tapi yang sebenarnya kecelakaan itu terjadi karena rem mobil milik Lina sudah di rusah oleh sang sahabat yang iri atas kesuksesan dan kepintaran Lina yang di angkat menjadi profesor muda.
Tapi bukanya kelahiran ia justru pergi kedunia lain menjadi putri kesayangan kaisar, dan menempati tubuh bayi putri mahkota.
jika ingin kau kelanjutannya ayo ikuti terus keseruan ceritanya, perjalan hidup sang putri mahkota
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Suatu pagi Shuwan sedang melakukan latihan di taman rahasia istana, tiba tiba latihannya terhenti karena Shuwan mendengar sebuah suara dan juga kilasan seekor harimau kecil yang dulu pernah muncul saat ia masih bayi
“Yang mulia putri Shuwan… waktumu telah tiba,” suara harimau itu bergema di pikirannya tanpa suara.
"Bo Zhi.... Kau kah itu" tanya Shuwan
"Benar yang mulia, waktu anda untuk datang kemari sudah tiba, anda harus mengetahui semuanya, kami menunggu kedatangan anda. Mulailah perjalanan itu esok hari" jawab Bo Zhi
"Baiklah aku mengerti, tapi kemana aku harus pergi?" tanya Shuwan
"Yang mulia tenang saja, Ajan ada cahaya yang menuntun jalan anda untuk menuju kesini" jawab Bo Zhi
"Baiklah jika begitu aku akan berpamitan pada ayah dan paman " ujar Shuwan
"Terima kasih yang mulia, kami menunggu kedatangan yang mulia" jawab Bo Zhi lagi lalu suara itu menghilang.
Setelah itu Shuwan pun menyudahi latihannya karena ia harus menemui sang ayah dan juga pamannya.
Baru saja Shuwan masuk kedalam kamarnya ia sudah di sambut oleh Meilin dayang pribadinya putri dari bibi Yin dan paman Tao.
"Putri apa anda sudah selesai, kenapa cepat sekali biasa karena latihan sampai lupa waktu makan" sindir Meilin penuh kasih sayang
"Hehehe jie jie Meilin sangat mengerti aku, makin sayang deh... aku mau mandi dan bersiap menemui ayah ada hal penting yang akan ku bahas" ujar Shuwan
Meilin yang mengerti kebiasaan shuan yang penuh misteri ini pun tidak banyak tanya lagi.
"Baiklah Ajan jie jie siapkan semuanya, tunggulah sebentar" ujar Meilin
"Terima kasih jie jie, tapi di mana ibu Yin?" tanya Shuwan yang mencari ibu dari Meilin
"Ibu sedang melihat pekerjaan dayang lainya di dapur" Jawab Meilin
"Oh begitu... baiklah jie jie" jawab Shuwan setelah itu Meilin izin untuk mempersiapkan semuanya.
Beberapa saat kemudian setelah selesai bersiap Shuwan pun pergi menemui sang ayah dan juga paman Han Juan.
"Apa ada putriku, kenapa terlihat sangat serius?" tanya kaisar yang memiliki perasaan begitu peka terhadap sang putri.
"Ayah.... paman.... Shuwan ingin meminta izin untuk pergi keluar istana selama satu bulan, tolong jangan marah dulu, dengar dulu penjelasan Shuwan" ujar Shuwan
"Shuwan mendapatkan panggilan dari suara yang sudah Shuwan kenal sejak bayi, mereka meminta Shuwan untuk datang ketempat mereka, karena waktu bagi Shuwan sudah tiba" jelas Shuwan
"Apa maksudnya, waktu apa yang tiba dan siapa yang meminta mu putriku?* tanya kaisar yang mulai was was
Mendengar itu Shuwan mulai menceritakan hal itu dengan singkat dan juga tidak semua di beri tau, kaisar terdiam mendengar penjelasan Shuwan.
“Apakah kau yakin ingin pergi sendiri?” tanya Han Juan yang sedari tadi diam karena cemas.
“Tempat itu belum pernah dikunjungi siapapun sejak Raja Pertama mendirikan istana ini. Dan itu berarti sudah ratusan tahun lalu, jadi tempat itu adalah tempat leluhur” jawab Shuwan
Shuwan mengangguk. “Ini bukan tempat sembarangan, Paman. Ini tempat yang memanggilku. Bukan dengan suara… tapi dengan cahaya yang datang dalam mimpiku.”
Ia menggenggam gulungan sutra kecil yang diberikan oleh harimau kecil saat suan berusia lima tahun lalu. Harimau itu tidak muncul tapi dengan sebuah suara.
Tapi bayangan Bo Zhi terlihatlah jelas di bata dan hari Shuwan.
"Ada yang bicara seperti ini padaku"
"Kelak, saat kau cukup kuat… datanglah ke tempatku. Airnya bukan air biasa. Bunga-bunganya tak layu meski musim berubah. Di sanalah cahaya akan membawamu ke takdirmu.”
"Dan kini, mimpi itu datang berulang-ulang. Dalam tidurku, Shuwan melihat langit yang dipenuhi kelopak bunga putih, suara gemuruh air terjun, dan pancaran cahaya dari batuan besar berbentuk hati. Karena itu Shuwan tahu… ini saatnya" jelas Shuwan
Kaisar dan Han Juan hanya bisa terdiam, dalam hati mereka bertanya, Sebenarnya takdir apa yang akan di bawa oleh putri kesayangan mereka.
Tapi jika sudah seperti ini tidak akan ada yang bisa menghalanginya.
Akhirnya kaisar dan Han Juan memberikan izin walau dengan terpaksa dan hanya satu bulan tidak lebih dari itu atau mereka akan menyusul Shuwan Lian kesana.
...----------------...
Hutan Cahaya
Perjalanan hutan Hutan Cahaya bukan hal mudah. Meski tak ada binatang buas yang menyerang, suasana di dalam hutan itu seperti dunia lain. Daun-daun bercahaya biru menggantung dari pohon, bunga-bunga kecil memancarkan warna ungu, merah muda, dan kuning yang lembut. Langkah Shuwan Lian terasa ringan, seolah bumi menyambutnya.
Di ujung perjalanan, ia sampai di sebuah tebing curam. Di bawah sana, terdengar suara gemuruh.
“Ini… air terjunnya…” gumam Shuwan
Dengan hati-hati ia turun, dan saat tiba di dasar lembah, Shuwan menahan napas.
Air terjun itu tak seperti air terjun biasa.
Airnya jernih, tapi memantulkan warna-warni seperti pelangi. Di sekeliling kolam yang terbentuk, bunga-bunga besar berwarna perak bermekaran, dan aroma harum memenuhi udara.
Pepohonan berbuah cahaya, dan di tengah batu besar… berdiri si harimau kecil.
Kini ia tak lagi kecil. Harimau itu tumbuh menjadi makhluk megah dengan bulu bersinar emas dan mata emas yang dalam.
“Yang mulia Shuwan Lian…” suaranya muncul langsung dalam pikiran gadis itu.
“Kenapa kau memanggilku?” tanya Shuwan mendekat dengan berani, meski matanya berkaca-kaca melihat keindahan dan kekuatan tempat itu.
“Karena waktumu telah tiba. Darah cahaya mengalir dalam dirimu. Warisan dari Permaisuri Jian—yang bukan hanya permaisuri, tapi juga penjaga segel cahaya selama berabad-abad.”
Shuwan terdiam.
“Segel itu telah melemah karena kematian ibumu, dan kegelapan mulai bangkit. Tapi engkau, Shuwan Lian… terlahir dengan cahaya murni. Maka kini, engkau harus menerima warisan itu, dan menghidupkan kembali perlindungan dunia.”
Dari balik air terjun, cahaya membentuk jalan menuju gua kristal. Di dalamnya terdapat cermin batu yang tak memantulkan bayangan—melainkan jiwa.
Shuwan melangkah, dan begitu menyentuh permukaannya, cahaya menyelubungi tubuhnya. Di dalam matanya, gambaran masa lalu terpantul:
Ibu yang sedang menyanyi di bawah bulan.
Kaisar yang menangis dalam diam saat Jian wafat.
Bibi Jiang yang cemburu diam-diam sejak kecil.
Sosok bertopeng dengan mata merah yang mengintai dari balik kabut.
Dan dirinya… berdiri di medan pertempuran dengan tongkat cahaya di tangan.
Air matanya menetes. Tapi ia tak menolak. Ia menggenggam kekuatan itu dan berkata pelan, “Aku tidak akan membiarkan dunia hancur oleh kegelapan… tidak selama aku hidup.” gumam Shuwan
Saat itu, bunga-bunga mekar serentak. Harimau emas mengaum ke langit. Dan lambang cahaya muncul di dahi Shuwan Lian.
---
Di istana…
Kaisar terdiam di singgasananya. Ia merasakan sesuatu di dalam jiwanya—sebuah kehangatan aneh.
“Dia… sudah pergi ke sana…” bisik Han Juan yang juga merasakan getaran di tanah.
Kaisar menutup matanya. “Jian… putri kita telah memilih jalannya.”
---
Di bayangan malam…
Sosok bertopeng membuka matanya.
“Cahaya telah bangkit… Sang Penerus muncul…” gumamnya sambil tertawa lirih.
“Tapi apakah dia siap menghadapi… kegelapan yang sebenarnya?”
Bersambung