Vexana adalah seorang Queen Mafia, agar terbebas dari para musuh dan jeratan hukum Vexana selalu melakukan operasi wajah. Sampai akhirnya dia tiba di titik akhir, kali ini adalah kesempatan terakhirnya melakukan operasi wajah, jika Vexana melakukannya lagi maka struktur wajahnya akan rusak.
Keluar dari rumah sakit Vexana dikejutkan oleh beberapa orang.
"Ibu Anne mari pulang, Pak Arga sudah menunggu Anda."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 - Manis Sekali
Seharusnya hubungan mereka tidak sedalam ini, seharusnya tak perlu ada pembicaraan panjang lebar diantara keduanya.
Seharusnya Arga hanya datang ke rumah ini saat hendak menyentuh Anne. Tapi terlalu banyak hal yang terjadi yang membuat Arga jadi hanya fokus pada Anne.
Sampai membuat Arga justru lebih lama berada di rumah ini dibanding rumah istri pertamanya.
"Mungkin Mas bertanya-tanya kenapa aku sekarang terlihat lebih berani. Tapi sebenarnya tidak seperti itu, aku hanya sedang mencoba berdamai dengan takdirku," ucap Anne, dia bicara lagi karena Arga terus menatapnya tanpa kata.
Tatapannya itu cukup membuatnya merasa terganggu, karena Vexana justru menatap bibir Arga, justru ingin mencium. Sementara dia tak boleh terlihat terlalu agresif.
Vexana tak akan meminta, tapi jika Arga menyentuhnya dia tak akan menolak.
Dan tiap kata yang diucapkan oleh Anne, secara perlahan mulai terdengar masuk akal. Meskipun Arga masih bertanya-tanya bisakah secepat itu Anne berubah?
Anne yang selalu takut.
Namun Arga menepis pikirannya sendiri. Mungkin ini karena Anne akhirnya ingat. Mungkin benar bahwa Anne telah menerima takdirnya.
Arga kemudian bersandar ke sandaran ranjang, menarik napas perlahan. Ia ingin percaya, meeski bagian terdalam dari dirinya masih sedikit menolak.
Namun aroma vanila di tubuh Anne cukup menenangkannya, bahwa memang benar wanita inilah yang menghabiskan malam panas bersamanya beberapa malam lalu.
"Kalau begitu istirahatlah," ucap Arga akhirnya. Suaranya berat, tapi lebih tenang daripada sebelumnya.
Vexana mengangguk pelan. "Selamat malam, Mas," ucapnya lembut, seolah jadi istri paling patuh sedunia.
Saat lampu kamar dimatikan, keheningan itu justru terasa makin tebal. Arga berbaring di sisi ranjang, matanya menatap langit-langit, sementara Vexana merebahkan diri di sisi lain.
Anne membelakangi Arga.
Namun malam itu, tidur bukan hal yang mudah.
Di dalam gelap, Arga diam-diam menoleh. Matanya menatap punggung wanita yang kini tengah tertidur diam.
Arga ikut memejamkan mata, membiarkan malam menyelimuti kegelisahannya sendiei.
Pagi harinya, sinar matahari menyelinap masuk lewat celah tirai.
Vexana membuka mata lebih dulu. Refleksnya masih sama seperti dulu, selalu siaga, selalu cepat bangun. Ia menoleh pelan menatap Arga yang masih tidur. Wajah pria itu terlihat tenang, namun garis ketegangan masih tergambar jelas di antara alisnya.
'Apa kamu masih belum percaya padaku? astaga, sulit sekali,' batin Vexana, lalu turun dari ranjang mengenakan jubah tipis, berjalan menuju kamar mandi.
Tak perlu waktu lama untuk Vexana kembali keluar dan menyiapkan dirinya. Begitu keluar kamar, ia disambut pelayan yang langsung menunduk.
“Selamat pagi, Nyonya. Sarapan sudah disiapkan.”
Vexana mengangguk kecil. “Bawa ke meja makan.”
Pelayan juga heran, tiap kali nyonya Anne keluar selalu saja pulang dan menjadi pribadi yang lain. Tapi mereka tak banyak bertanya, hanya heran.
Vexana baru saja duduk, ketika Arga muncul ke ruang makan. Pria itu nampak belum mandi, sepertinya tak akan pergi kemana-mana hari ini.
“Mas mau kopi?” tanya Vexana, lagi-lagi pura-pura lembut.
Arga tidak langsung menjawab, Ia hanya menatap Vexana lama, lalu mengangguk sekali. “Seperti biasa.”
Vexana menyodorkan cangkir, tangannya tak gemetar sedikit pun.
Arga menerimanya, lalu mengambil sepotong roti panggang. Tapi baru saja akan menggigitnya, ia berhenti.
“Anne,” panggilnya tiba-tiba.
Vexana menoleh, masih dengan senyum tipis. “Iya, Mas?”
“Waktu kita pergi ke Jepang hotel mana yang kita tinggali di Kyoto?”
Pertanyaan itu membuat Vexana membeku sepersekian detik. Sementara Arga menatap tajam, matanya tak berkedip.
Beberapa hari setelah menikah Arga memang mengajak Anne untuk bulan madu, meskipun pada akhirnya acara itu berantakan karena Anne hanya menangis. Vexana sudah paham ini.
“Hotel Granvia, Mas Arga menyiapkan kamar deluxe dengan jendela menghadap ke arah stasiun. Mas tidur di sebelah kiri ranjang, aku di kanan. Tapi tidak ada apapun yang terjadi di sana karena aku terus menangis.”
Arga menahan napas.
Itu benar.
Terlalu benar. Bahkan detail kecil seperti arah jendela dan posisi tidur mereka tak ada yang meleset.
Vexana melanjutkan dengan nada lembut namun mantap, “Mas marah dan meninggalkanku sendirian di hotel, aku tidak tahu Mas Arga pergi kemana.”
Arga terdiam, detak jantungnya mulai tak beraturan. Ia berusaha menemukan satu celah,satu saja dari jawaban itu, tapi tidak ada.
Anne menjawab semuanya dengan sempurna.
“Mas kenapa?” tanya Vexana perlahan, pura-pura cemas. “Masih belum percaya padaku?”
Arga menatapnya dalam. “Aku hanya ingin yakin.”
“Aku pun ingin Mas yakin,” balas Vexana, menatapnya lurus. “Aku sudah terlalu lama merasa seperti bayangan di rumah ini. Jadi jika ada yang harus diuji, biar aku yang diuji sekarang, bukan Mas Arga," ucapnya manis sekali.
Sampai tiap kata yang keluar dari mulutnya mampu membuat Arga tak berpaling.
"Kamu tidak membenciku?" tanya Arga sekali lagi, sebab Anne kini nampak terlalu tenang.
Vexana menggeleng kecil. "Benci hanya akan membuatku merasa kesulitan, padahal hubungan kita tidak lama. Setelah aku melahirkan kita akan berpisah."
Arga setuju, tapi entah kenapa dia malah merasa dialah yang akan dicampakkan oleh Anne. Dan hal itu membuat hatinya tak senang.
'Perasaan macam apa ini?' batin Arga.
gass.....
semoga saja arga lebih tertarik dengan anna daripada anne.ya🙏🙏👍👍 spy anne bisa di tolong lagi dengan monica untk menjauhkan dari donna ya...🙏🙏😱😱😔😔