NovelToon NovelToon
(Bukan) Pengantin Idaman

(Bukan) Pengantin Idaman

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Berbaikan / Pengantin Pengganti / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Pernikahan antara Adimas Muhammad Ibrahim dan Shaffiya Jasmine terjalin bukan karena cinta, melainkan karena sebuah perjodohan yang terpaksa. Adimas, yang membenci Jasmine karena masa lalu mereka yang buruk, merasa terperangkap dalam ikatan ini demi keluarganya. Jasmine, di sisi lain, berusaha keras menahan perasaan terluka demi baktinya kepada sang nenek, meski ia tahu pernikahan ini tidak lebih dari sekadar formalitas.

Namun Adimas lupa bahwa kebencian yang besar bisa juga beralih menjadi rasa cinta yang mendalam. Apakah cinta memang bisa tumbuh dari kebencian yang begitu dalam? Ataukah luka masa lalu akan selalu menghalangi jalan mereka untuk saling membahagiakan?

"Menikahimu adalah kewajiban untukku, namun mencintaimu adalah sebuah kemustahilan." -Adimas Muhammad Ibrahim-

“Silahkan membenciku sebanyak yang kamu mau. Namun kamu harus tahu sebanyak apapun kamu membenciku, sebanyak itulah nanti kamu akan mencintaiku.” – Shaffiya Jasm

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAGIAN 10

"Assalamu'alaikum...." Jasmine mengucapkan salam saat pertama kali menginjakkan kakinya di rumahnya dan Adimas.

Rumah itu tampak cantik dalam balutan desain minimalis modern. Lantai kayu mengilat, dinding putih bersih, dan cahaya matahari yang menerobos dari jendela tinggi membuat suasana rumah terasa hangat. Jasmine menatap sekeliling dengan mata berbinar.

Tangannya menyentuh sandaran sofa abu-abu lembut, lalu beralih pada rak kayu yang dihiasi pot kecil dan bingkai foto pernikahan mereka.

Foto itu menampilkan dirinya dan Adimas dalam balutan busana akad nikah. Senyumnya begitu merekah di sana. Ada binar kebahagiaan di wajah cantiknya. Sementara Adimas, sekilas lelaki memang terlihat bahagia dengan senyum tipisnya. Namun jika diteliti lagi, tatapan mata lelaki itu tampak kosong.

Jasmine berusaha mengabaikan kenyataan bahwa pernikahan mereka memang jauh dari kata hangat apalagi perasaan bahagia. Bahkan lelaki di hadapannya itu sejak tadi tidak hanya menghindari sentuhan fisik dengannya, namun juga kontak mata. Namun cepat-cepat ia melupakan itu. Adanya rumah ini sangat membuat Jasmine bahagia.

Ia baru saja akan membawa kopernya ke lantai atas, tempat kamar utama berada. Namun tiba-tiba Adimas muncul di tangga paling atas. Wajahnya masih dingin seperti biasa. Tatapannya tajam seakan ingin menerkam Jasmine.

Lelaki itu kemudian melangkah turun, lalu tanpa kata ia langsung menarik koper Jasmine dan membawanya ke atas. Namun baru berada di tangga kedua, lelaki itu menoleh padanya. Namun tanpa melihat ke arahnya.

"Kamar kamu yang sebelah kanan, saya yang sebelah kiri. Jangan pernah kamu masuk ke kamar saya tanpa izin." Adimas langsung kembali berbalik setelah mengatakan itu.

Kilau kebahagiaan di mata Jasmine meredup seketika. Perkataan Adimas seakan membuka luka basahnya yang sudah ia balut kini terbuka kembali.

"Tunggu, Mas!" seru Jasmine. Perempuan itu melangkah dengan cepat. "Maksud kamu apa? Kita pisah kamar?" tanya Jasmine bingung.

Adimas mengangguk lalu kembali melangkah hingga ke lantai atas meninggalkan Jasmine yang masih berdiri di tangga bawah dengan bingung. Ia masih mencerna perkataan Adimas yang menurutnya tidak masuk akal. Lelaki itu ingin mereka pisah kamar padahal mereka adalah suami istri.

Saat Adimas telah meletakkan kopernya ke depan pintu kamar dan hendak ke kamar lelaki itu, Jasmine dengan cepat memanggil lelaki itu. Dengan cepat Jasmine naik tangga.

"Maksud Mas apa? Kenapa kita harus pisah kamar?" tanya Jasmine sambil menahan pergelangan tangan Adimas.

Lelaki itu memalingkan wajahnya ke arah lain. Hati Jasmine mencelos karena perilaku Adimas seakan tidak sudi sekedar menatap Jasmine.

"Pernikahan ini jelas tidak saya inginkan. Saya juga membenci kamu. Justru tidak ada alasan untuk saya satu kamar dengan kamu."

Hati Jasmine yang memang kini sudah terluka dan belum kering seakan disiram dengan air garam. Sangat menyakitkan.

"Tapi kita suami istri, Mas."

Adimas menghela napasnya. Ia kini menatap Jasmine dengan tajam. "Suami istri di atas kertas. Jangan berharap saya akan memperlakukan kamu dengan baik. Perempuan licik seperti kamu tidak pantas diperlakukan dengan baik."

Tangan Jasmine yang memegang pergelangan tangan Adimas terlepas perlahan. Tangannya kemudian mengepal di dua sisi tubuhnya. Ia ingin membenci Adimas. Namun ia tahu, Adimas tidak tahu apa-apa.

"Jangan kamu kira karena penampilan kini sudah berubah saya akan berhenti membenci kamu dan melupakan semuanya. Kamu itu tetap Jasmine yang sama. Perempuan licik yang rela menyakiti siapapun demi kepuasan pribadimu."

Sekuat hati Jasmine menahan dirinya agar tidak menangis. Ia memberanikan dirinya menatap mata tajam penuh intimidasi milik Adimas. "Seharusnya kamu menolak menikahiku jika ini akan membuatmu lebih sakit. Kamu akan sangat tersiksa hidup satu atap dengan perempuan jahat sepertiku. Kamu seharusnya bersama Rindu, Mas, bukan aku."

Adimas tersenyum sinis. "Iya, saya tahu itu. Justru dengan pernikahan ini, saya akan membuatmu ikut tersiksa seperti saya."

Jasmine tersenyum tenang, berusaha melawan sakit di hatinya yang rasanya sudah babak belur.

"Pernikahan itu seharusnya saling membahagiakan bukannya sebaliknya. Pertanggungjawabannya besar karena kamu sudah melibat Allah di saat kamu mengucapkan janji atas namaku saat akad. Jangan bertindak merugikan diri sendiri, Mas. Kita sama-sama tahu betapa keluarga kita berharap banyak dengan pernikahan ini."

Adimas menaikkan satu alisnya. Ia tertawa hambar. "Ini yang membuat kamu tiba-tiba meminta hadiah bulan madu dengan Eyang? Kamu sengaja melakukan itu, kan!" Rahang Adimas mengetat. Lelaki itu sedang menahan amarah.

"Enggak. Itu murni ide Eyang."

"Saya sudah tekankan ini kesekian kalinya. Jangan pernah bermimpi, Jasmine. Buang kata bulan madu itu dari pikiranmu karena itu tidak akan terjadi."

Hatinya sakit luar biasa. Jasmine hendak pergi ke kamarnya, namun kali ini tangannya justru ditahan oleh Adimas. Jasmine hanya menoleh, ini kali pertama lelaki itu menyentuh dirinya secara sadar tanpa paksaan

"Rahasiakan ini sama keluarga kita, terutama soal pisah kamar."

Jasmine tidak menjawab apapun. Ia segera melepaskan tangannya lalu segera meraih kopernya dan masuk ke kamar. Ia perlu menenangkan dirinya sejenak agar tidak kelepasan di hadapan Adimas. Bagaimana pun lelaki itu adalah suaminya.

Saat ini ia sudah berada di kamarnya. Jasmine segera membaringkan dirinya di tempat tidur. Ranjang yang besar meskipun hanya dirinya yang tidur di sini. Matanya menatap langit-langit kamar. Pikirannya justru tertuju pada suaminya.

Mata Jasmine lalu tertuju pada jam dinding di kamarnya. Ini sudah lewat jam makan siang. Perutnya pun sudah berdemo minta diisi. Perempuan itu lalu mengambil ponselnya dan segera memesan makanan secara online. Sembari menunggu ia mengetikkan pesan untuk pegawai kafenya. Mengabari bahwa ia baru sore nanti bisa ke sana. Itu pun kalau Adimas mengizinkan.

Namun Jasmine sendiri tahu, lelaki itu akan mengizinkannya pergi. Lebih tepatnya tidak peduli dengan berbagai kegiatan Jasmine.

Setelah rehat sejenak, Jasmine lalu ke kamar mandi. Ia belum sholat. Sembari menunggu makanannya datang, ia pun sholat terlebih dulu.

Beberapa menit kemudian, tepat saat Jasmine selesai sholat ponselnya berdering. Perempuan itu segera melepaskan mukenanya dan menutup rambutnya dengan jilbab instan ukuran panjang. Ternyata itu dari pengantar makanan yang ia pesan.

Jasmine segera keluar kamar dan berjalan cepat menuju pintu dan segera mengambil makanan tersebut. Ketika makanan sudah di tangannya segera makanan tersebut ia tata di piring. Ia tahu Adimas masih di kamarnya. Jasmine melihat mobil lelaki itu masih ada di depan dan itu mengartikan bahwa Adimas masih di rumah.

"Semoga Mas Dimas suka. Kata Eyang, dia kan suka banget sama ikan asam manis kayak gini." Jasmine bermonolog. Ujung bibirnya membentuk senyum hangat seolah kejadian beberapa menit yang lalu bukanlah hal yang menyakiti hatinya.

Tangannya dengan cekatan memindahkan beberapa jenis makanan tersebut ke piring. Ada beberapa macam menu makanan yang ia pesan. Ia sangat berharap Adimas mau makan siang bersamanya. Tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki dari tangga.

Jasmine berlari mendekat. Wajahnya bahagia seperti binar matanya. "Mas!"

Adimas hanya menoleh. Namun ia sama sekali tidak bersuara.

"Makan dulu, yuk! Tadi aku sudah pesankan makanan buat kita makan siang."

Adimas diam. Namun tiba-tiba ponselnya berdering. Wajah datar lelaki itu berubah menjadi cerah. Bahkan cerahnya siang ini kalah dengan cerahnya wajah Adimas.

Lelaki itu segera mengangkat panggilan tersebut dan meletakkan ponsel dekat telinganya. "Iya, Rindu. Ini aku sudah mau jalan. Kamu tunggu, ya." Suara Adimas begitu lembut. Sangat berbeda ketika ia bersama Jasmine.

Setelah menutup panggilan, ia segera meletakkan ponselnya ke saku celananya. "Saya pergi," ucapnya tanpa basa-basi apalagi menjawab ajakan Jasmine.

"Kamu nggak makan siang dulu?" tanya Jasmine lembut. Berbanding terbalik dengan hatinya yang panas karena cara bicara Adimas yang sangat lembut pada Rindu.

Iya, gadis itu lagi. Satu-satunya perempuan yang dekat dengan Adimas sejak dulu dan Jasmine sangat tahu itu.

Adimas menggeleng. "Saya makan siang bersama Rindu. Kamu tidak usah repot-repot menyiapkan makanan untuk saya." Setelah mengatakan itu, ia langsung pergi begitu saja.

Sama sekali tidak berpikir bahwa itu akan menyakiti hati Jasmine. Ah, Jasmine yakin lelaki itu sengaja menyakitinya.

Tanpa pikir panjang, Jasmine berjalan cepat mengejarnya. “Mas Adimas,” panggilnya cepat sebelum lelaki itu sempat membuka pintu.

Lelaki itu menoleh malas. “Apa lagi?"

"Boleh aku mengajak sahabatku kesini?"

Adimas mengangkat alis. “Terserah. Asal jangan minta saya ikut bergabung dengan mereka. Kamu urusi saja urusanmu jangan libatkan saya.”

Jasmine menggeleng cepat. “Aku nggak akan minta begitu. Tapi… setidaknya bersikaplah seperti suami yang normal di depan mereka. Bukankah akan lebih berbahaya jika mereka tahu kita menjalin pernikahan ini dengan penuh kepura-puraan?"

Adimas menghela napas, matanya menatap Jasmine sekilas sebelum kembali menghindar. “Baiklah. Hanya saat ada mereka saja. Jangan berharap lebih."

“Terima kasih,” ucap Jasmine, tersenyum kecil.

Ia sebenarnya tidak serius meminta hal tersebut pada Adimas. Namun ia tidak bisa menyembunyikan senyumnya saat Adimas setuju dengan permintaannya. Walaupun itu hanya pura-pura, setidaknya ia ingin diperlakukan layaknya seorang istri oleh suaminya.

"Itu hanya pura-pura. Tidak usah terlalu senang. Kebanyakan senyum membuat kamu terlihat seperti orang gila," kata Adimas ketus.

Senyum Jasmine pun hilang. Adimas memang terlahir dengan wajah datar dan perkataan yang kejam. Sungguh sebuah paket kombo yang harus membuat Jasmine banyak bersabar.

"Iya-iya..." sahut Jasmine sekenanya. "Nanti Mas pulang jam berapa?"

Kedua alis Adimas saling menukik. "Bukan urusan kamu," sahutnya ketus.

Jasmine berusaha tenang. "Kalau tiba-tiba Eyang menelpon dan menanyakan Mas bagaimana?"

Adimas menghela napasnya dengan kasar. "Nanti saya kabari." Adimas mengalah lalu kemudian menbuka pintu dan melangkah keluar.

Sementara Jasmine lagi-lagi tersenyum. Perlakuan Adimas padanya memang kurang baik, namun entah mengapa hatinya meyakini bahwa lelaki itu baik. Hanya saja sekarang hatinya sedang tertutupi dengan kebencian yang sebenarnya tidak beralasan.

1
Lia Yulia
kasian jasmin
Jeng Ining
hemmm sudh kudugem, klo Rindu ke dapur krn panas dimas dn rama ngomongin Jasmine, kmudian mw cari masalah dn playing victim 🙄
Edelweis Namira: Tapi realitanya emg suka gitu, yg terbiasa buat masalah akan selalu dianggap tukang buat masalah sekalipun ia gak salah
total 1 replies
Jeng Ining
cahbodo kamu Dim, kalo emng kalem bakalan tau diri, ga bakal peluk² laki org apalagi di rumh si laki yg pasti jg ada bininya😮‍💨😏
Edelweis Namira: Adimas emg bodoh emang
total 1 replies
Jeng Ining
haiyyyaaahhh.. gimana nasibnya ituh bawang, gosong kek ayam tadi kah🤭👋
Jeng Ining: 🤟😂😂/Facepalm/
Edelweis Namira: suka speechless emang kalo suami modelan Adimas
total 2 replies
Lembayung Senja
knp ndak up date..crita satunya juga ndak dlanjut
Fauziah Rahma
padahal tidak
Fauziah Rahma
penasaran? kenapa bisa sebenci itu
Edelweis Namira: Pernah dispill kok di awal2.
total 1 replies
Alfatihah
nyesek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!