Danica Teressa, seorang gadis belia yang cantik, manis, bertalenta, harus mengalami hal buruk di masa remajanya karena hamil di luar nikah, diusianya yang masih delapan belas tahun.
Keneth Budiman adalah crush Danis disekolah dan juga laki-laki yang menghamili Danis. Tapi Keneth dan kedua orangtuanya menolak untuk bertanggungjawab.
Danis terpuruk dan hilang harapan.
Tiga tahun kemudian, Danis secara tidak sengaja bertemu dengan seorang pria bernama Anzel Wijaya di kota Montreux, Swiss. Akankah benih-benih cinta tumbuh diantara mereka berdua?
Dan apakah Keneth akan datang kembali untuk mengakui perbuatannya kepada Danis? Dan mengakui bahwa ia adalah ayah dari anak yang dilahirkan Danis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pricilia Gabbie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesedihan
Saat Danis kembali ke ruang kelasnya, ternyata sudah ada dosen, dan kelas sudah dimulai.
Akibat ngobrol dan curhat sama Mario dan Hanna, Danis jadi sedikit terlambat.
Danis menghela nafas panjang.
Berharap semoga saja dia tidak di semprot sama dosen.
Baru saja dirinya masuk, bukannya teguran dosen yang dia dengar, malah celetukan salah satu teman kelasnya.
“Guys, ini dia yang lagi viral itu loh... Sih konten kreator gak terkenal yang udah punya anak tapi gak punya suami”.
“Wow,,, jangan-jangan one night stand tuh”, timpal yang lain.
Seketika ruangan kelas menjadi gaduh.
Danis diam terpaku, wajahnya menjadi pucat.
Danis hanya bisa meremas buku-buku yang dipegangnya dalam pelukannya.
“Makanya jadi cewek jangan kegatelan deh, hamil kan jadinya. Mana baru lulus sekolah juga.”
Dan banyak lagi kata-kata hinaan yang mereka tujukan ke Danis.
Sampai si dosen pun tidak bisa meredam situasi tersebut.
Danis tidak dapat berbuat apa-apa.
Dia hanya bisa menangis lagi.
Berita itu begitu cepat tersebar.
Danis berlari keluar kelas.
Danis memilih pulang kerumah.
Situasi ini benar-benar membuat Danis sedih, sakit hati, dan putus asa.
Mama Lusi kaget karena Danis begitu cepat kembali dari kampus.
“Danis, kok sudah balik sayang? Emang udah selesai jam kuliahnya?”, tanya sang mama.
Sambil menundukkan kepala dan tetap berjalan menuju ke kamarnya Danis menjawab: “Gak mah, Danis pulang karena ngerasa gak enak badan.”
Danis tidak ingin mama melihat matanya yang sembab karena menangis.
Tetapi naluri seorang ibu memang tidak bisa berbohong.
Tok...tok...tok...
Mama Lusi mengetuk pintu kamar Danis.
“Danis, sayang... mama masuk ya”.
Danis segera mengusap air matanya.
“Iya mah, masuk aja”.
“Kamu beneran sakit sayang?”, tanya mama Lusi sambil meraba dahi Danis.
“Iya mah, sedikit pusing aja”. Jawab Danis.
“Liam mana mah?” tanya Danis berusaha mengalihkan fokus mama.
“Liam diajak tante Poppy ke minimarket, mau beli jajan katanya”, jawab mama Lusi.
Kemudian mama Lusi duduk di tempat tidur di samping Danis.
Memegang pipi Danis lembut.
“Sayang kamu kalau ada masalah cerita ya sama mama. Seberat apapun masalahnya kamu harus cerita ke mama. Perasaan mama bilang kalau anak cantik mama ini lagi gak baik-baik aja”, ucap mama Danis sambil sedikit tersenyum.
Setelah mendengar perkataan mamanya, Danis langsung memeluk mamanya dengan sangat erat. Pecahlah tangisan Danis di pundak mamanya.
Kemudian Danis mulai menceritakan semua yang terjadi padanya, mulai dari hate comment di videonya sampai kejadian yang dialaminya di kampus tadi.
“Menangislah sayang, menangislah sepuasnya di pundak mama. Jangan ditahan... biarkan rasa sakit hatimu keluar bersamaan dengan air mata kamu. Setidaknya sampai kamu merasa lebih baik”.
Tangis Danis semakin pecah tak tertahankan.
“Kenapa orang-orang begitu jahat sama Danis mah? Kata-kata mereka benar-benar menjatuhkan mental Danis mah”, ucap Danis dengan tersedu-sedu.
“Nis.. Mereka begitu yaa karena mereka gak kenal kamu sayang. Orang yang kenal kamu, tahu bagaimana perjuangan kamu, pasti gak bakalan jahat sama kamu. Dan kamu harus tahu sayang, di dunia ini gak semua orang bakal senang sama kita”.
Sambil membelai rambut Danis, mama melanjutkan.
“Kamunya yang harus lebih sabar, lebih kuat hatinya. Ada hal-hal yang perlu kita dengar dan pertimbangkan, tapi ada juga hal-hal yang sebaiknya kita biarkan berlalu dan tidak ambil pusing”.
“Mah... Danis kangen papa...”, tatap Danis sendu.
“Sama sayang, mama juga kangen banget sama papa, dia belahan jiwa mama”. Mama Lusi masih berusaha tersenyum.
“Tapi, kita gak boleh terpuruk sayang. Kita harus buat papa bangga. Walaupun papa udah gak bersama kita lagi, kita harus tetap berjuang.”
“Sekarang hidup mama adalah kamu, kakak Viona, dan Liam. Alasan mama bertahan dan mengikhlaskan kepergian papa yaitu kalian”.
“Mama harap, kedepan,,, kalau kamu ada masalah atau apapun yang alami kamu cerita ke mama atau kakak Viona. Kita harus saling terbuka sayang, harus saling support. Papa udah kasih contoh yang baik buat kita, itu yang harus kita teladani yaa”.
Mama Lusi mencium dahi Danis dengan penuh kasih sayang, kemudian membelai pipi Danis seraya menyemangati Danis.
“Ingat, kamu udah punya Liam loh sekarang, kamu harus jadi ibu yang kuat. Liam cuma punya kamu sebagai orangtuanya. Ayo semangatt. Belajar jadi orangtua yang anti badai yaa”. Canda mama Lusi.
“Iya mah... terimakasih mah”, Danis kembali memeluk mamanya.
Akhirnya Danis bisa tersenyum.
Lega rasanya setelah Danis bisa mencurahkan semua permasalahannya pada sang mama.
Walaupun dia tahu kalau mamanya lebih merasa kehilangan atas kepergian sang papa, tapi Danis salut ternyata mamanya sangat tabah dan mampu untuk mengikhlaskan.