Frans tak pernah menunjukkan perasaannya pada Anna, hingga di detik terakhir hidup Anna. Wanita itu baru tahu, kalau orang yang selama ini melindunginya adalah Frans, kakak iparnya, yang bahkan melompat ke dalam api untuk menyelamatkannya.
Anna menitihkan air mata darah, penyesalan yang begitu besar. Ferdi, pria yang dia cintai ternyata hanya memanfaatkannya untuk mendapatkan perusahaan ayahnya dan kekayaan keluarga Anna.
Kedua tak selamat, dari kobaran api kebakaran yang di rancang oleh Ferdi dan Gina, selingkuhannya yang juga sahabat Anna.
Namun, Anna mendapatkan kesempatan kedua. Dia hidup kembali, terbangun tiga tahun sebelum pernikahannya dengan Ferdi. Tepat di hari ulang tahunnya yang ke 20.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Bertemu Paman Matthew
Frans tampak menatap sebuah gedung yang ada di sampingnya. Anna minta berhenti tepat di depan gedung itu.
"Ini..."
Anna turun dari motor Frans, dan melihat ke arah gedung itu.
"Ini galeri paman Matthew Owen Berth, MOB. Seniman, kolektor, pelukis terkenal!" kata Anna yang seolah memang sangat mengenal orang yang namanya sedang dia sebutkan secara lengkap itu.
Frans membuka helmnya, jelas dia kenal orang yang disebutkan oleh Anna itu. Dia memang pengagum MOB.
"Anna..."
"Mas, lepaskan helm ini dulu!" kata Anna yang berdiri dengan manja di depan Frans.
Frans juga segera melepaskan helm Anna itu. Begitu helm dibuka, Anna tersenyum begitu manis menatap Frans.
"Anna..."
"Hei, kenapa parkir motor di sini!"
Seorang security tampak berlari ke arah mereka.
"Aku akan parkir dulu di sana...."
"Heh, kenapa tidak boleh? mau aku parkir disini, di sana, atau di atap gedung ini sekalipun, memangnya kenapa?" tanya Anna sambil berkacak pinggang di depan security itu.
Begitu Anna berbalik dan berkata ketus seperti itu. Security itu pun segera berhenti berlari.
"Eh, non Anna. Saya pikir siapa tadi?" kata security itu dengan canggung sambil menggaruk tengkuknya yang mungkin memang sedang gatal karena efek kepanasan bekerja di terik matahari.
"Anna, aku akan parkir di sana!" kata Frans yang tetap ingin mengikuti aturan yang ada.
Frans tahu rasanya bekerja pada orang lain. Orang-orang seperti dirinya dan security itu sebenarnya pekerjaan mereka juga tidak mudah. Salah sedikit, kena omelnya bisa sampai beberapa hari.
Anna mengangguk paham.
"Itu siapa nona?" tanya security bernama Ben itu.
"Dih, kepo! sudah makan siang belum?" tanya Anna.
Wajah Ben langsung terlihat senang. Dia pikir, Anna bertanya seperti itu mungkin akan mentraktirnya makan siang.
"Belum non, ini kan baru jam 11..."
"Ya sudah, tunggu jam 12 kalau begitu!" kata Anna yang segera menghampiri Frans dan meninggalkan Ben.
"Hahhh"
Rahang Ben nyaris jatuh, tak sesuai ekspektasi ternyata.
Ya, Anna kenal Ben, juga kenal dengan beberapa security inti yang lain. Karena di galeri ini memang tidak banyak security. Keamanan dijaga oleh robot, istilahnya begitu. Lebih banyak security berbasis robot. Sepertinya alarm yang akan berbunyi jika ada yang menyentuh barang yang di pajang. Karena memang semua yang di pajang tidak boleh di sentuh oleh pengunjung. Ada alat deteksi khusus.
Kemudian dinding besi yang akan tertutup, jika memang alarm yang berbunyi adalah alarm tanda bahaya yang langsung di awasi oleh operator yang berharga di ruangan operator cctv. Juga beberapa sistem keamanan canggih lainnya.
Lalu resepsionis, Anna juga kenal. Atau lebih tepatnya mereka mengenal Anna yang memang sering keluar masuk galeri ini tanpa harus menggunakan kartu akses atau ijin. Dia sudah di anggap sebagai keponakan sendiri oleh MOB.
"Mas, ayo!"
"Katamu kamu mau bayar hutang..."
"Iya mas, aku punya hutang pada seseorang bernama Lukas, di jalan Bulak. Tapi, aku punya temu janji dulu dengan teman ayah. Paman Matthew! ayo !"
Anna mengajak Frans sambil menggandeng tangan pria itu. Membuat Frans tidak bisa menolak, karena memang Ben masih ada disana. Jika Frans menepis tangan Anna. Maka itu pasti akan membuat Anna malu. Pasti dipikirnya Frans menolak Anna.
Sinar matahari siang menyelinap lembut melalui jendela kaca besar yang menjulang dari lantai hingga langit-langit, menyoroti interior galeri seni yang mewah dan berkelas. Dinding-dindingnya dilapisi marmer putih mengilap, sementara lantai kayu ek tua dipelitur sempurna, memantulkan kilau cahaya alami yang memancar dari lampu-lampu gantung kristal bergaya Baroque.
Setiap karya seni yang dipajang tampak seperti harta karun dunia, dipilih dengan kurasi yang teliti. Lukisan-lukisan klasik bergantian berdampingan dengan mahakarya kontemporer dari seniman-seniman ternama dunia, dilengkapi pencahayaan individual yang menonjolkan detail dan tekstur setiap goresannya. Di tengah ruangan, patung marmer dari era Renaissance berdiri anggun di atas podium beludru, dikelilingi pagar emas tipis sebagai pembatas eksklusif.
"Selamat siang nona Anna" sapa salah satu wanita yang berpakaian rapi.
"Siang, paman Matthew dimana?" tanya Anna.
"Tuan ada di ruangannya, silahkan!" kata wanita itu dengan sopan.
Anna mengangguk paham, tak perlu ada yang mengantarkannya, dia tahu dimana ruangan paman Matthew.
Tok tok tok
"Anna, kalau mau bicara dengan pamanmu, aku akan menunggu di luar..."
Anna mengernyitkan keningnya.
'Bagaimana aku membiarkanmu menunggu di luar, kamu yang mau aku perkenalkan pada paman Matthew, mas' batin Anna.
"Tidak, aku mau mas masuk!" kata Anna yang segera membuka pintu.
"Anna"
Anna melepaskan tangan Frans, dan berlari ke arah Matthew. Pria dengan usia yang mungkin tak jauh berbeda dengan ayahnya, dan perawakan tinggi putih, blasteran Eropa. Lalu rambut yang sedikit gondrong meski tak sampai ke baju. Penampilan yang khas dari seorang seniman sepertinya.
Anna memeluk Matthew.
"Paman langsung datang ketika dapat pesan darimu. Mana yang kamu bilang pelukis semua gambar yang kamu kirim pada paman itu?" tanya Matthew.
Anna segera menoleh ke arah Frans.
"Mas Frans, sini!" katanya sambil melambaikan tangannya.
Frans cukup canggung, sebenarnya bukan sekedar cukup canggung lagi. Dia memang sudah sangat canggung. Namun perlahan Frans maju menghampiri Anna yang memang tadi memanggilnya.
"Paman, ini mas Frans. Yang melukis semua gambar yang aku kirimkan padamu!" kata Anna.
Frans terkejut, ternyata dia mengirimkan semua lukisan yang dia foto di rumah kontrakannya waktu itu pada MOB, idolanya.
"Tuan, saya Frans..."
Frans mengulurkan tangannya. Dan Matthew juga segera membalas uluran tangan itu. Tapi, dia menatap Frans dengan sedikit berbeda. Membuat Frans segera menundukkan kepalanya.
Frans segera menarik tangannya. Agak aneh di tatap seperti itu.
"Siapa nama ibumu" tanya Matthew pada Frans.
Anna yang masih berdiri di samping Frans cukup terkejut. Kenapa pamannya itu malah bertanya siapa nama ibunya Frans.
"Paman, kenapa bertanya siapa nama ibu mas Frans?" tanya Anna.
"Ingin tahu saja!" jawab Matthew dengan cepat dan tanpa ekspresi yang berlebihan.
"Nama ibunya Yani, ayahnya Mukhtar!" jawab Anna.
Ya, karena Anna memang tahu. Ayahnya Mukhtar, ibunya Yani. Karena itu nama ibu dan ayahnya Ferdi. Ayah dan ibunya Frans juga lah pastinya.
Matthew mengangguk.
"Untuk sekelas orang bernama Yani dan Mukhtar. Nama kamu dipilih dengan sangat cermat. Frans, tidakkah itu aneh?" tanya paman Matthew yang membuat Anna mengernyitkan keningnya lagi karena bingung.
Frans terlihat diam, dia masih gugup. Jadi tidak tahu harus bilang apa. Takut salah bicara juga sebenarnya. Kadang, orang itu memang insecure karena terlalu sadar diri.
"Oke oke, lupakan itu! sekarang tunjukkan bagaimana kamu melukis, aku mau satu lukisan bunga mawar dan harus selesai dalam 15 menit..."
"Paman, bagaimana mungkin. Aku butuh waktu satu jam menggambar bunga mawar, itupun..."
"Mau dia bekerja di sini sebagai pelukis kan? maka buktikan kalau dia mampu!"
"Paman" Anna mencoba merengek.
Tapi Frans meraih tangan Anna.
"Anna, aku bisa"
Anna cukup terperangah, tapi selanjutnya dia memeluk lengan Frans sambil tersenyum senang.
"Benarkah...."
Anna menjeda ucapannya ketika Frans menepis pelukan Anna.
"Iya" jawabnya pelan.
"Baiklah, kita pergi ke ruangan melukis ku!" ajak MOB pada keduanya.
***
Bersambung...
" hay sayang " 🤣🤣🤣