Remake.
Papa yang selama ini tidak suka dengan abdi negara karena trauma putrinya sungguh menolak keras adanya interaksi apapun karena sebagai seorang pria yang masih berstatus sebagai abdi negara tentu paham jalan pikiran abdi negara.
Perkara semakin meruncing sebab keluarga dari pihak pria tidak bisa menerima gadis yang tidak santun. Kedua belah pihak keluarga telah memiliki pilihannya masing-masing. Hingga badai menerpa dan mempertemukan mereka kembali dalam keadaan yang begitu menyakitkan.
Mampukah pihak keluarga saling menerima pilihan masing-masing.
KONFLIK tinggi. SKIP jika tidak sesuai dengan hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Memohon restu.
Papa Herca duduk jauh dari Dinar seolah tidak peduli sedangkan dokter terus memeriksa kondisi putrinya.
"Hamil muda ya?" Tanya Dokter yang biasa menangani keluarga Bang Herca.
Air mata Dinar semakin berlinang. Ia hanya diam tanpa jawaban.
Bang Rinto menunduk dengan air mata yang tidak kalah berderai. Sungguh dirinya tidak menyangka Tuhan memberi berkahNya secepat ini. Tujuan awal dirinya menghalalkan Dinar hanya untuk sekedar menandai bahwa gadis tersebut sudah terikat dengannya dan jujur saat itu dirinya bahkan belum seutuhnya melakukan tugasnya sebagai seorang suami.
Usai memeriksa kondisi Dinar dengan teliti, dokter segera pamit dan segera meninggalkan kediaman.
:
Raut wajah kecewa terlihat jelas dari wajah Papa Herca. Beliau sungguh tidak bisa menerima kenyataan bahwa anak gadisnya telah menikah tanpa seijinnya. Rasa takut itu masih terus membayang dalam benaknya.
Dalam batinnya terus bergejolak dan terus memikirkan alasan mengapa putra putrinya kelewat batas padahal dirinya sudah berusaha keras dalam mendidik.
Sesak kian mendera tak tertahan saat masalah demi masalah menghantam. Setelah perceraian Satria putra pertamanya, sekarang dirinya harus menghadapi pernikahan dan kehamilan Dinar tanpa restu padahal dirinya sudah menjodohkan Dinar dengan pengusaha dan pemilik perusahaan bernama Mahesa.
"Pergilah, sampai kapanpun saya tidak akan merestui hubungan kalian. Mulai detik ini, kamu bukan putri saya lagi. Saya juga tidak akan menanda tangani dokumen apapun. Terserah bagaimana kalian hidup. Dan kamu Dinar, keluarlah dari rumah ini tanpa membawa harta apapun, kamu hanya boleh memakai barang yang melekat pada tubuhmu..!!!!" Perintah Papa Herca.
Dinar sudah mendengarnya. Langkah perlahan mendekati cinta pertama yang begitu di sayanginya. Bang Rinto pun mendampingi setiap langkah Dinar.
Papa Herca enggan melihatnya. Ia hanya memalingkan wajahnya dengan sebatang rokok di tangan. Dinar mencoba menyentuh tangannya namun Papa Herca menarik tangannya.
Melihat sang Papa tidak memberikan respon apapun, Dinar tetap menunduk lalu mencium tangannya. Tak hanya itu, Dinar juga mencium Pipi sang Ayah sama seperti saat dirinya kecil dulu.
"Dinar pergi ya, Pa."
Hal tak kalah menyedihkan pun di lakukan Bang Rinto. Pria itu menekuk lututnya dan sungguh merendahkan tubuhnya di hadapan pria yang telah membuat Dinar terlahir ke dunia.
"Saya mengakui kesalahan saya tapi terlepas dari segala permasalahan yang terjadi, saya tetap berterima kasih karena Bapak telah mendidik dan membimbing Dinar menjadi gadis cantik baik Budi dan akhlak. Saya pribadi memohon maaf sudah membuat kekisruhan yang mungkin menyakiti hati Bapak sekeluarga. Hari ini saya mohon ijin membawa Dinar, mengambil alih tugas Bapak di pundak saya. Sekarang saya yang akan mendidiknya, akan menyayanginya dan akan memeluknya hingga sampai saat nanti Tuhan meminta saya untuk berhenti bersanding dengannya." Bang Rinto semakin merendahkan tubuhnya. "Sujud kedua ini hanya untukmu, Pa."
...
Selepas Bang Rinto pergi, Mama hanya mengurung diri di dalam kamar. Si Mbok dan Bibi melanjutkan aktifitasnya sedangkan Papa Herca terdiam menatap taman belakang rumah dengan tatapan kosong namun setitik air matanya menetes.
'Salahkah aku?? Aku hanya ingin melindungi putriku dari keluarga Rinto. Benarkah Rinto sanggup menjaga putriku seperti janjinya padahal selama ini sikapnya begitu kaku bahkan seolah tidak pernah menujukan gelagat dan rasa cinta pada putriku. Bagaimana kalau Rinto kasar dan menangani putriku?? Dinar terlalu lugu dan belum banyak tau akan dunia luar. Bagaimana kalau Rinto menemukan gadis yang lebih baik bahkan terbaik daripada putriku?'
"Astaghfirullah hal adzim..!!" Papa Herca terus beristighfar. Di sore hari itu beliau menumpahkan tangisnya memikirkan putri kecilnya.
//
"Jangan nangis terus donk, nanti cantiknya hilang." Bujuk Bang Rinto sembari mengusap pipi Dinar yang basah.
"Dinar sedih sekali, Papa nggak bisa merestui kita."
Senyum Bang Rinto tersinggung tipis, ia terus membesarkan hati Dinar.
"Mungkin kamu tidak akan memahami, dengan Papa tidak keras padamu.. itu sudah menunjukkan bahwa beliau sudah bisa menerima kenyataan meskipun masih setengah hati."
Dinar mendongak mencari jawaban yang lebih mudah untuk ia pahami.
"Kamu tau.. seusia saya sudah saatnya mengubah seluruh pandangan tentang hadirnya keturunan. Bisa di katakan, saya memang sangat menginginkan memiliki buah hati. Begitu pula rasa rindu itu telah lama hilang dari Papa. Saya rasa beliau tidak akan sekejam itu menolak cucunya." Imbuh Bang Rinto.
"Om yakin???"
"Insya Allah." Jawab Bang Rinto.
***
Tengah malam Bang Rinto membawa Dinar pulang ke rumah dinas. Atas ijin Pak Dallas, Bang Rinto bisa membawa Dinar masuk ke dalam asrama.
"Selamat datang di rumah kita yang baru..!!" Bang Rinto membuka pintu rumah dan langsung terlihat rumah dinas yang di sangat cantik bernuansa ungu, pink dan nude.
"Indah sekali, Om." Senyum Dinar seketika mengembang. Ia masuk dan melihat seluruh isinya hingga di dalam kamar.
"Tuan putri suka??"
"Suka sekali, Om." Jawab Dinar.
Bang Rinto kemudian memeluk Dinar dari belakang dan mengusap tubuhnya dengan sayang. Dinar pun mendongak dan menatap kedua mata Bang Rinto.
"Sebenarnya Om sayang sama Dinar atau tidak?" Tanya Dinar dengan suara lembut tapi cukup membuat Bang Rinto sakit kepala.
"Kalau tidak sayang, buat apa saya datang sampai hampir di parang bapakmu??" Jawab Bang Rinto.
"Itu bukan jawaban. Om sayang atau tidak??" Pertanyaan khas seorang wanita yang sedang mencari bahan keributan.
.
.
.
.