NovelToon NovelToon
Ayah Anakku, Ceo Amnesia

Ayah Anakku, Ceo Amnesia

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO Amnesia / Bertani / Romansa pedesaan
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: indah yuni rahayu

Lia, gadis desa Tanjung Sari, menemukan seorang pria pingsan di pematang sawah tanpa ingatan dan tanpa identitas. Ia menamainya Wijaya, dan memberi lelaki itu tempat pulang ketika dunia seolah menolaknya.

Tekanan desa memaksa mereka menikah. Dari pernikahan sederhana itu, tumbuh rasa yang tak pernah direncanakan—hingga Lia mengandung anak mereka.

Namun Wijaya bukan lelaki biasa.

Di kota, keluarga Kusuma masih mencari Krisna, pewaris perusahaan besar yang menghilang dalam kecelakaan misterius. Tanpa mereka sadari, pria yang dianggap telah mati kini hidup sebagai suami Lia—dan ayah dari anak yang belum lahir.

Saat ingatan perlahan mengancam kembali, Lia harus memilih: mempertahankan kebahagiaan yang ia bangun, atau merelakan suaminya kembali pada masa lalu yang bisa merenggut segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ada yang Cemburu

Hujan turun sejak subuh, Membasahi jalan-jalan di kota dan desa. Suara gemuruh petir dan gemuruh hujan menciptakan suasana yang tenang dan damai. Di rumah Pak Wiryo, keluarga kecil itu sudah bangun dan beraktifitas.

Sejam kemudian hujan turun tidak deras, hanya rintik yang jatuh pelan dan membuat udara desa terasa lebih dingin dari biasanya. Lia berdiri di dapur, menunggu air mendidih di atas kompor

Rambutnya yang tebal diikat sederhana, beberapa helai jatuh ke leher. Tangannya bergerak tenang, seperti pikirannya yang berusaha tetap biasa saja.

Namun sejak beberapa hari terakhir, hatinya tidak sepenuhnya tenang.

Ia melirik ke arah kamar depan. Wijaya belum bangun. Malam tadi, lelaki itu kembali terjaga lama, duduk diam di teras sambil memegangi kepalanya.

Bu Surti masuk ke dalam rumah, membawa bakul singkong yang berat. Dia meletakkan bakul itu di atas meja, dan mengeluarkan singkong-singkong yang masih basah.

“Kamu belum tidur nyenyak?” tanyanya.

Lia menggeleng pelan. “Takut kepalanya sakit lagi, Bu.”

Bu Surti menatap Lia lama. “Kamu terlalu memikirkan dia.”

Lia tersenyum tipis. “Kalau bukan aku, siapa lagi?”

Kalimat itu meluncur begitu saja, jujur, tanpa disadari.

Bu Surti mengalihkan perhatian putrinya, "Kamu lihat, Lia, aku sudah membawa singkong untuk dimasak hari ini," kata Bu Surti, sambil tersenyum.

Lia yang tengah melamun memandang singkong-singkong itu dengan senang. "Wah, Ibu, singkongnya besar-besar sekali! Apa yang akan lbu masak?"

Bu Surti memikirkannya sejenak. "Aku akan membuat singkong rebus dan sambal goreng, bagaimana?"

Lia mengangguk, "Enak, Bu! Saya bantu Ibu masak ya."

Bu Surti tersenyum, "Baiklah, Lia. Kamu bantu aku kupas singkongnya dulu."

.

Wijaya bangun dengan rasa berat di kepala.

Ia duduk di tepi ranjang, menghela napas panjang. Setiap kali hujan, kepalanya terasa lebih sering berdenyut. Ada bayangan samar yang kadang muncul cahaya, suara, dan rasa panik yang tak jelas asalnya.

Ia keluar kamar.

Lia sudah berdiri di depan, membawa secangkir air hangat dan beberapa potong singkong rebus yang terlihat masih mengepul asapnya.

“Minum dulu,” katanya.

Wijaya menerima cangkir itu. “Terima kasih.”

Lia memperhatikan wajahnya. “Kepalamu?”

“Masih bisa ditahan.”

Lia mengangguk. Ia duduk di bangku kecil, mengompres pelipis Wijaya dengan kain basah. Gerakannya lembut, penuh perhatian.

Wijaya menatapnya lama.

“Lia,” ucapnya pelan.

“Hmm?”

“Kamu tidak pernah menyesal menolong orang asing sepertiku?”

Tangan Lia berhenti sejenak, lalu kembali bergerak. “Kalau menyesal, aku tidak akan duduk di sini.”

Lia menawarkan singkong rebus, setelah Wijaya mengambil satu potong, Lia segera pergi.

Jawaban Lia tadi sangat sederhana, tapi membuat dada Wijaya terasa hangat.

 .

Siang hari, Pak Wiryo mengajak Wijaya ke sawah. Lia ikut sampai tepi pematang.

Di sana, Jono sudah lebih dulu bekerja menyangkul tanah yang masih basah.

Pemuda itu menoleh saat melihat Lia. Wajahnya langsung berubah lebih ramah. “Pagi, Lia.”

“Pagi,” jawab Lia singkat.

Jono melirik Wijaya sekilas. Tatapannya datar, bahkan cenderung dingin.

“Mas Wijaya ikut lagi?” tanyanya, nadanya biasa saja, tapi ada sesuatu yang tertahan.

Wijaya mengangguk. “Iya.”

Jono hanya mengangguk singkat, lalu kembali bekerja.

Namun setelah itu, setiap kali Wijaya bergerak, Jono memperhatikannya. Bukan dengan rasa ingin tahu, melainkan dengan penilaian. Setiap kesalahan kecil, cara mengikat karung, cara melangkah di pematang, seolah dicatat.

“Biar aku saja yang angkat,” kata Jono tiba-tiba saat Wijaya hendak mengangkat karung padi.

Wijaya terdiam. “Aku bisa.”

Jono tersenyum tipis. “Sawah itu tidak cocok untuk orang yang belum terbiasa.”

Kalimat itu terdengar biasa, tapi cukup tajam.

Lia yang mendengar dari kejauhan langsung mendekat. “Mas Wijaya baik-baik saja, Jono.”

Nada suara Lia tenang, tapi tegas.

Jono menoleh padanya. Sorot matanya berubah lembut, namun hampir terluka. “Aku cuma tidak mau kamu repot karena dia.”

Lia terdiam sejenak. “Dia tidak merepotkanku.”

Kalimat itu sederhana. Namun bagi Jono, itu cukup untuk membuat dadanya terasa sesak. Wijaya merasa suasana menjadi sedikit tegang, tapi dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Jono akhirnya mengangguk, "Baiklah, aku tidak akan mengganggu lagi."

Wijaya merasa lega, tapi juga sedikit bingung. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara Lia dan Jono, tapi dia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

Lia tersenyum, "Aku akan membantu kamu mengangkat karung beras ini."

Wijaya mengangguk, "Terima kasih, Lia."

Bersama-sama, mereka mengangkat karung beras itu, meninggalkan Jono yang masih berdiri di tempat, dengan ekspresi yang tidak jelas.

.

Sore hari, seorang pria asing tiba di desa.

Penampilannya sederhana—kemeja polos, celana kain, sepatu yang tampak terlalu rapi untuk jalanan desa. Ia menyapa beberapa warga dengan sopan, bertanya soal pekerjaan dan orang-orang yang baru datang ke desa.

Namanya Natan. Itu yang ia perkenalkan.

“Ada orang baru di sini?” tanyanya santai pada Pak RT.

Pak RT mengangguk. “Ada. Sudah beberapa minggu.”

“Sendirian?”

“Awalnya iya. Sekarang tinggal di rumah Pak Wiryo.”

Natan mengangguk pelan, menyimpan informasi itu dalam diam. Tatapannya beralih ke arah sawah, tempat Wijaya masih terlihat bekerja.

Ada sesuatu di wajah lelaki itu yang membuat Natan berhenti lebih lama dari seharusnya.

“Terima kasih,” ucapnya sopan sebelum pamit.

Tidak ada yang tahu, dadanya berdebar tidak karuan.

Malam turun dengan tenang, membungkus desa Tanjung Sari dalam keheningan. Suara jangkrik dan katak terdengar dari sawah, menciptakan irama alami yang menenangkan. Di rumah Pak Wiryo, keluarga kecil itu duduk di ruang tamu, menikmati hangatnya api unggun yang menyala di tengah ruangan.

Wijaya duduk di sebelah Lia, merasa nyaman dan damai. Dia memandang Lia, yang sedang berbicara dengan Bu Surti, dan merasa hatinya berdetak lebih cepat.

Pak Wiryo memandang Wijaya, dengan senyum yang hangat. "Wijaya, kamu sudah merasa nyaman di sini?"

Wijaya mengangguk, "Sangat nyaman, Pak. Saya merasa seperti di rumah sendiri."

Pak Wiryo tersenyum, "Itu bagus. Kamu sudah seperti keluarga kami."

Lia duduk di beranda bersama Wijaya. Angin membawa bau padi dan tanah basah.

“Kamu kelihatan tidak disukai Jono,” ujar Lia tiba-tiba.

Wijaya tersenyum kecil. “Aku terbiasa tidak disukai.”

“Itu tidak benar,” bantah Lia pelan. “Dia hanya… salah paham.”

Wijaya menatap Lia. “Dia menyukaimu.”

Lia terdiam. “Itu dulu.”

“Kamu tidak takut aku pergi?”

Lia menoleh. “Aku takut. Tapi aku lebih takut kalau aku tidak pernah benar-benar bertahan.”

Wijaya mengangguk. Kalimat itu melekat dalam pikirannya.

Di ujung desa, Natan berdiri memandangi rumah Pak Wiryo dari kejauhan.

Dan tidak jauh dari sana, Jono menatap ke arah yang sama, dengan perasaan yang sama sekali berbeda.

Malam itu, tanpa disadari Lia dan Wijaya, ada dua orang yang mulai mendekat ke hidup mereka.

Satu membawa masa lalu. Satu menyimpan kecemburuan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!