NovelToon NovelToon
TITIK NOL TAKDIR

TITIK NOL TAKDIR

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Spiritual / Penyesalan Suami / Duniahiburan / Matabatin / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:669
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Alif

Bara, pelaut rasional, terdampar tanpa koordinat setelah badai brutal. Menjadi Musafir yang Terdampar, ia diuji oleh Syeikh Tua yang misterius: "Kau simpan laut di dadamu."

Bara menulis Janji Terpahit di Buku Doa Musafir, memprioritaskan penyembuhan Luka Sunyi keluarganya. Ribuan kilometer jauhnya, Rina merasakan Divine Echo, termasuk Mukjizat Kata "Ayah" dari putranya.

Bara pulang trauma. Tubuh ditemukan, jiwa terdampar. Dapatkah Buku Doa, yang mengungkap kecocokan kronologi doa dengan keajaiban di rumah, menyembuhkan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Alif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 18: DOA MUSAFIR YANG MENGAUNG MELINTASI BAWAH SADAR

Malam Sunyi Nirmala

Mala tidur sendirian di kamarnya. Setelah menolak untuk berbagi kegembiraan spiritual ibunya tentang Arka yang tiba-tiba mengucapkan kata 'Ayah', ia kembali pada isolasi diri yang ia ciptakan. Lukanya—rasa sakit karena merasa tidak dianggap penting atau didengar—masih menganga lebar di dadanya. Ia memeluk boneka kesayangannya erat-erat.

Malam itu, ia memasuki tidur yang sangat dalam. Ia tidak bermimpi buruk, melainkan mimpi yang sangat jernih dan tenang.

Mala berdiri di tempat yang didominasi pasir dan bebatuan besar. Langitnya biru keabu-abuan. Ia tahu, secara intuitif, bahwa ia berada sangat jauh dari rumah. Ia mencium bau getah pahit dan laut.

Kemudian, ia melihatnya. Ayahnya, Bara, berdiri di bawah Pohon Cemara Laut yang rindang. Bara terlihat sangat lemah dan kurus, tetapi ia tersenyum.

Mala segera berlari ke arahnya. Air mata yang selama ini ia tahan tumpah di kemeja robek Bara.

“Ayah! Kenapa Ayah lama sekali?” isak Mala, memeluk Bara erat-erat.

Bara membalas pelukan itu dengan kekuatan yang mengejutkan, seolah ia menyalurkan seluruh sisa tenaganya ke dalam pelukan itu. Ia membelai rambut Mala dan berbisik.

“Nirmala, kamu harus tahu ini. Kamu adalah doaku yang paling sering diulang. Kamu adalah satu-satunya janji yang membuat Ayah harus berjuang di tengah badai ini. Ayah tidak pernah lupa.”

Pesan itu langsung menembus ke inti luka Mala. Ia tidak lagi merasa tidak penting. Ia adalah prioritas tertinggi.

“Ayah pulang, ya? Aku tidak mau sendiri,” pinta Mala.

Bara melepaskan pelukan itu dengan lembut. “Ayah akan pulang. Tapi kamu harus kuat. Kamu harus percaya pada keajaiban, Nak. Kamu adalah cahaya. Kamu harus menjadi terang untuk ibumu.”

Mala merasakan kedamaian yang mendalam. Ia mengangguk, menerima janji itu tanpa pertanyaan lebih lanjut. Di tengah mimpi, ia tahu ia sudah sembuh dari rasa sakitnya.

Bukti Fisik dari Jauh

Mala terbangun di pagi hari dengan perasaan sangat tenang. Rasa sakit dan kekecewaan karena merasa tidak dicintai telah hilang sepenuhnya. Janji Ayahnya dalam mimpi itu terasa jauh lebih nyata daripada keajaiban kata yang diucapkan Arka.

Ia meluruskan tubuhnya, dan menyadari tangannya terkepal di dadanya. Ia membuka kepalan tangannya perlahan.

Di telapak tangannya, tergeletak sehelai daun kering yang rapuh. Daun itu berwarna hijau gelap kusam, sangat kecil, dan terasa aneh. Daun itu persis seperti daun Pohon Cemara Laut yang ia lihat di mimpi. Mala yakin itu adalah hadiah dari Ayahnya.

Ia bangkit, segera menyembunyikan daun kering itu di bawah bantalnya. Bukti ini terlalu berharga untuk dibagi, karena ia takut Rina akan menganggapnya halusinasi.

Mala berjalan keluar kamar dengan langkah ringan, sesuatu yang tidak ia rasakan sejak Bara hilang.

“Selamat pagi, Nirmala. Kamu terlihat tenang sekali,” sapa Rina, yang sedang duduk di meja dapur, wajahnya tegang.

“Selamat pagi, Bu,” jawab Mala, suaranya lembut. Ia mengambil sarapannya tanpa merengek, keheningan positif yang sangat langka.

Tiba-tiba, telepon rumah berdering nyaring.

Rina mengangkatnya, dan wajahnya langsung menegang. Itu adalah panggilan dari bank. “Tagihan listrik dan air, Nyonya. Jika tidak dibayar sebelum siang, kami terpaksa memutusnya,” kata petugas bank.

“Berapa jumlahnya?” Rina bertanya, mencoba menjaga suaranya tetap tenang.

“Tiga juta rupiah, Nyonya. Dan kami belum melihat ada transfer masuk.”

Rina menghela napas panjang. Tekanan finansial mendesak kembali menamparnya. Tawaran bisnis dari Bunda Ida yang ia tolak terasa menjerit-jerit di telinganya. “Aku akan berusaha mengurusnya sebelum siang. Terima kasih.”

Ia menoleh ke Mala, yang kini menatapnya dengan rasa iba, bukan rasa marah atau kecewa. “Mala, Ibu harus segera pergi ke bank. Kamu temani Arka ya? Ibu tidak akan lama.”

“Iya, Bu. Aku akan menjaga Arka,” jawab Mala, nadanya sungguh-sungguh.

Rina masih terkejut dengan perubahan sikap putrinya.

“Kamu kenapa, Nak? Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Rina, kini fokusnya beralih dari krisis uang ke perubahan emosi Mala.

Mala mengangguk. “Aku baik-baik saja, Bu. Aku hanya tahu sekarang bahwa Ayah berjuang. Aku akan menjaga rumah.”

Rina memeluk Mala sekilas. Ia harus segera pergi, mencari cara membayar tagihan. “Ibu janji, Ibu akan kembali secepatnya. Jangan biarkan Bunda Ida tahu tentang tagihan ini dulu,” ujar Rina, mengenakan jilbabnya.

Rasa Lapar dan Godaan untuk Pulang

Sementara Rina kembali terperosok ke dalam tekanan logis, Bara di pulau sedang menghadapi ujian Tawakal murni. Setelah kekecewaan kapal yang hilang, Bara memutuskan untuk berpuasa sebagai bentuk ikhtiar spiritual tertinggi, melepaskan segala ketergantungan pada fisik.

Ia duduk di Cadas Sunyi, merasakan rasa lapar dan haus yang melilit tak tertahankan. Dehidrasi dan puasa membuat tubuhnya gemetar.

Godaan untuk Pulang datang, suara logis yang dingin. Berhentilah berdoa untuk hal-hal yang spiritual. Kamu bisa mati di sini.

“Aku tidak akan meminta pulang,” bisik Bara, suaranya kering. “Aku hanya meminta kekuatan untuk mereka.”

Ia memejamkan mata, membiarkan tubuhnya kolaps di atas batu yang panas. Dalam keadaan puasa dan lemah, Bara tertidur sebentar di Cadas Sunyi.

Ia mengalami mimpi samar. Ia melihat Rina yang terlihat lelah, memeluk Arka yang tenang. Kemudian, fokus mimpi itu bergeser. Bara melihat wajah Mala. Bukan Mala yang sedih atau marah, tetapi Mala yang tersenyum damai.

Senyum Mala yang damai itu memberinya kekuatan instan. Bara tersentak bangun. Rasa lapar dan haus masih ada, tetapi rasa keputusasaan dan godaan untuk menyerah telah hilang. Senyum Mala terasa seperti konfirmasi bahwa doanya telah bekerja dan Mala telah sembuh dari luka intinya.

“Nirmala,” bisik Bara, memeluk Buku Doa Musafirnya. “Ayah tidak akan menyerah.”

Ia melihat sehelai daun kering yang ia simpan di saku kemejanya. Ia memeluk daun itu dan mulai menulis lagi.

Doa untuk Ketabahan Sang Istri

Bara membuka Buku Doa Musafir. Alat tulisnya telah menipis, tetapi ia masih memiliki sepotong kecil arang. Dengan tangan gemetar karena puasa, ia mulai menulis.

Ia fokus pada doa untuk ketabahan Rina. Ia tidak tahu Rina menghadapi tagihan listrik dan air, tetapi ia tahu bahwa krisis finansial dan tekanan dari Bunda Ida selalu menjadi ancaman terbesar bagi Rina.

“Ya Rabb, jika Engkau tidak mengizinkanku pulang, izinkan aku menjadi tiang keyakinan baginya. Lindungi Rina dari segala godaan yang menguji Tawakal dan kesabarannya. Kuatkan hatinya dalam menghadapi tekanan finansial yang kian berat. Jadikanlah ia saksi dari janji-Mu.”

Setiap kata yang ia tulis terasa seperti menyalurkan energi dari puasa dan kepasrahan totalnya. Ia menyentuh daun kering yang ia simpan di sakunya. Daun itu terasa hangat di balik kain yang robek.

Bara merasakan energi spiritual yang mendalam, sebuah ketenangan yang mengalahkan rasa lapar. Ia melanjutkan menulis hingga arangnya hampir habis. Ia harus menghemat setiap sapuan, karena ia tidak tahu kapan ia akan mendapatkan alat tulis lagi.

Ia kembali menyentuh daun kering itu, memejamkan mata. Ia membayangkan Rina di rumah, kuat, menjaga anak-anak mereka.

Bantuan Misterius

Rina berjalan ke bank dengan langkah cepat, hatinya mencelos. Ia hanya memiliki setengah dari jumlah tagihan yang dibutuhkan. Ia berpikir harus menelepon Bunda Ida, meminta pinjaman yang berarti ia harus mendengarkan rentetan ceramah tentang keyakinannya.

Ia berhenti di depan gerbang, menarik ponselnya, dan membuka aplikasi perbankan untuk memeriksa sisa tabungannya.

Tiba-tiba, sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya. "Transaksi Masuk: Rp3.000.000."

Rina membeku di tempat. Tiga juta rupiah. Tepat jumlah tagihan yang harus ia bayar.

Ia mengusap layar ponselnya, yakin ia salah melihat. Ia membuka detail transaksi. Transfer masuk, tanpa nama pengirim, hanya tertera keterangan: “Pembayaran Tagihan.”

Rina merasakan campuran ketakutan dan kelegaan. Siapa yang akan membayar tagihannya secara anonim? Itu bukan Bunda Ida. Rina segera mencoba menghubungi bank lagi, tetapi koneksi terputus.

Ia kembali ke rumah dengan tergesa-gesa. Ia menemukan Mala sedang membacakan cerita untuk Arka. Mala terlihat tenang dan bahagia.

“Mala, kamu lihat Ibu keluar tadi?” tanya Rina, suaranya sedikit gemetar.

Mala mengangguk. “Iya, Bu. Ibu pergi ke bank.”

“Ada tamu yang datang saat Ibu pergi?”

Mala menggeleng. “Tidak ada, Bu. Hanya Pak Rahmat yang lewat menyiram tanaman di depan, tapi dia tidak mampir.”

“Apa ada yang menitipkan sesuatu? Amplop? Surat?”

“Tidak ada, Bu. Memang ada apa?” Mala menatap ibunya dengan polos.

Rina terduduk di sofa. Tagihan telah lunas. Uang itu muncul dari antah berantah. Ia mulai menghubungkan keanehan ini: ketenangan Mala, daun kering misterius yang kini tersembunyi di bawah bantal Mala, dan lunasnya tagihan. Ini terasa seperti sambungan keajaiban yang ia rasakan saat mendengar Gema ‘Tenang’ dan menemukan bulu burung merak.

“Ini bukan logika,” bisik Rina pada dirinya sendiri. “Ini adalah sesuatu yang lain.”

Cliffhanger Sinkronisasi

Rina masuk ke dapur untuk mengambil minum, dan ia melihat notifikasi lain di ponselnya. Ada pesan masuk.

Pengirim: Tanpa Nama. Isi Pesan: "Ketabahanmu akan menjadi saksi. Jangan takut pada kekalahan material."

Pesan itu tidak terkirim melalui aplikasi pesan biasa, melainkan melalui sebuah aplikasi pesan lama yang jarang ia gunakan. Rina merasakan bulu kuduknya merinding. Pesan ini menyentuh inti doanya sendiri untuk ketabahan, dan sangat sinkron dengan apa yang baru saja Bara tulis di pulau.

Rina berbalik, mencari Mala.

“Mala, tunjukkan Ibu apa yang ada di bawah bantalmu.”

Mala sempat ragu. “Itu rahasiaku, Bu.”

“Ayah memberikannya padamu, kan?” tanya Rina lembut.

Mala akhirnya mengalah dan mengeluarkan sehelai daun kering yang rapuh dari bawah bantalnya.

“Aku menemukannya setelah bermimpi tentang Ayah,” bisik Mala. “Dia bilang, aku adalah doanya yang paling sering diulang.”

Rina memeluk Mala. Ia memegang daun kering itu. Daun itu mengeluarkan sedikit aroma tanah dan getah yang asing. Rina merasakan hangat menjalar di tangannya, rasa hangat yang mirip dengan yang ia rasakan saat ia sujud di tengah kelelahan.

Pada detik yang sama, ribuan kilometer jauhnya, Bara di Cadas Sunyi, yang baru saja menyelesaikan doanya untuk ketabahan Rina, merasakan ketenangan yang mendalam.

Bara merasakan hangat di saku kemejanya. Ia menyentuh daun kering yang ia simpan. Ia yakin: Doa-doaku sedang bekerja. Aku tidak sendirian. Ia tahu, meskipun ia masih terdampar, keajaiban sedang mengalir pulang, menyembuhkan luka dan menyelesaikan masalah keluarganya.

1
Tulisan_nic
semangat Bara,kamu harus bangkit segera.Keluarga menunggumu
Tulisan_nic
setuju sih,di waktu yg mendesak begitu,apa lagi anaknya demam tinggi. Lebih masuk akal menjual perhiasan dr pada cari kerja
Kartika Candrabuwana
bab 26 keren
Kartika Candrabuwana
bsb 25 keten
Kartika Candrabuwana
bab 24 keren😍
Kartika Candrabuwana
bab 23 keren😍👍
Kartika Candrabuwana
bab 22 ok👍
Tulisan_nic
Belum baca keseluruhan isi novel ini,tapi dari awal baca sudah mendapat banyak pelajaran tentang tawakal sesungguhnya,semangat berkarya Author.Aku kasih rate 5 biar semakin bersemangat /Rose//Rose//Rose//Rose//Rose/
Kartika Candrabuwana: terima kasih. 😍👍
total 1 replies
Kartika Candrabuwana
iya betul😍
Tulisan_nic
Definisi ikatan batin suami istri
Kartika Candrabuwana: betul sekali
total 1 replies
Tulisan_nic
Ketika ujian hidup terasa sangat sulit😭
Kartika Candrabuwana: anak autis sungguh ujian yang berat/Sob/
total 1 replies
Kartika Candrabuwana
bab 21 luar biasa.
Kartika Candrabuwana
istri yang tegar😍👍
Kartika Candrabuwana
kasihan sekali. semangat bara💪
Tulisan_nic
semakin seru,semangat Thor🫶
Kartika Candrabuwana: ok..semangat👍
total 1 replies
Tulisan_nic
semoga mustajab Do'a seorang Bapak
Kartika Candrabuwana: amiin👍
total 1 replies
Tulisan_nic
Titik pencapaian paling sakral
Kartika Candrabuwana: tawakal total
total 1 replies
Tulisan_nic
Benar adanya,setiap orang yang merasa ajal di depan mata yang terfikirkan adalah bagaimana ia memperlakukan orang-orang yang di cintainya. Semangat Bara...kau akan menemukan daratan!
Kartika Candrabuwana: saya coba menyentuh hati tiap pembaca🙏
total 1 replies
Kartika Candrabuwana
luar biasa teguh👍😍🤣
Kartika Candrabuwana
kalinat yang sangat menyenuh hati/Sob//Sob/😍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!