Bukan keinginan untuk menjadi istri pengganti. Karena ulah saudara tirinya Zahra harus menjadi korban akibat saudara tirinya tidak hadir di acara pernikahannya membuatnya menggantikan dirinya untuk berada di pelaminan.
Pria yang menikah dengan Zahra tak lain adalah Dokter bimbingannya dengan keduanya sama-sama praktik di rumah sakit dan Zahra sebagai Dokter coast. Zahra harus menjadi korban untuk menyelamatkan dua nama keluarga.
Merelakan dirinya menikah dengan orang yang tidak dia sukai. Tetapi bukannya niatnya dihargai dan justru. Suaminya menganggap bahwa dia memanfaatkan keadaan dan tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan Zahra.
Bagaimana Zahra menjalani pernikahannya dengan pria yang membencinya, pria itu awalnya biasa saja kepadanya tetapi ketika menikah dengannya sikap pria itu benar-benar menunjukkan bahwa dia tidak menyukai Zahra?"
Apakah Zahra akan bertahan dalam rumah tangganya?
Jangan lupa ngantuk terus mengikuti dari bab 1 sampai selesai.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9 Melepas Cadar
Zahra berada di dapur, sekarang sedang menikmati makan malam sendiri di meja makan yang luas. Zahra memang tidak pernah turun kedapur, karena dia juga tidak bisa memasak dan sewaktu tinggal di rumahnya juga selalu didampingi oleh pelayan yang bekerja di rumah.
Zahra sejak kecil memang tidak pernah berurusan dengan pekerjaan rumah. Tetapi untuk lain hal dia cukup menjadi wanita yang mandiri.
Karena Naldy menginginkan poligami dan tidak menghargainya sebagai istri, Zahra juga tidak pernah berusaha untuk menyiapkan makanan untuk suaminya, karena Zahra merasa semua itu hanya sia-sia saja dan lebih baik tidak mengerjakan.
"Kenapa harus terlihat menyedihkan seperti ini!" Zahra yang makan tanpa menggunakan cadarnya melihat ke arah suara itu, tiba-tiba saja sudah muncul Mila di dapur dengan membuka kulkas dan mengambil air mineral.
"Tidak ada perkembangan sama sekali. Jika kamu merasa waktu kamu hanya terbuang dalam sia-sia lebih baik untuk tidak dilanjutkan," ucap Mila.
"Mama menyetujui Naldy menikah dengan Tasya?" tanya Zahra. Rasa marahnya sampai tidak memanggil kakaknya itu dengan sebutan kakak.
"Anak itu anak yang penurut sejak kecil, tapi jika ada sesuatu yang dia inginkan, maka tidak ada juga yang bisa menghalangi termasuk keinginan bodoh yang ingin dia lakukan," jawab Mila.
"Kenapa tiba-tiba punya kepikiran harus menyuruhku menikah dengan dia?" tanya Zahra.
"Hanya untuk membersihkan nama keluarga yang dirusak oleh saudaramu," jawab Mila berterus terang.
"Kenapa orang-orang yang ada di rumah ini sangat egois dan tidak peduli bagaimana perasaanku," ucap Zahra dengan sangat berani mengungkapkan keluh kesahnya.
"Hanya demi menjaga nama keluarga kalian aku harus dikorbankan dalam pernikahan ini, di rumah ini aku seperti tidak dianggap, di dalam kamarku aku tidak dianggap dan bahkan di rumah sakit aku dimusuhi, setiap yang aku lakukan selalu salah, seakan-akan menginginkanku untuk pergi," keluh Zahra.
"Kamu kenapa bertanya kepada saya, lalu bagaimana dengan orang tua kamu dan bukankah mereka juga setuju. Jadi jangan hanya menganggap bahwa saya egois atau keluarga saya. Zahra saya bahkan sudah membantu kamu di malam pernikahan kamu untuk berusaha membujuk suami kamu agar menyentuh kamu dan kamu tidak melakukannya,"
"Jadi kamu jangan berpikir jika saya terlalu kejam kepada kamu yang tidak peduli bagaimana posisi kamu di rumah ini dan bagaimana perlakuan Naldy kepada kamu. Karena saya sebelumnya sudah memberi kesempatan dan bahkan membantu kamu!" tegas Mila berbicara begitu tenang membuat Zahra terdiam.
"Jika kamu tidak terima dengan semua ini dan seharusnya kamu mempertahankan atau bertindak, bukan mengangguk-angguk, diam tidak jelas tanpa melakukan apapun. Jika kamu diam itu artinya kamu menerima!" ucap membuat Zahra langsung terdiam.
"Kamu cantik dan ternyata tidak digunakan dengan baik," ucap Mila dengan geleng-geleng kepala.
Mila tidak berkata apapun lagi dengan menantunya itu dan kemudian langsung pergi meninggalkan Zahra.
Zahra memejamkan matanya, sekarang benar-benar kebingungan dan tidak tahu harus melakukan apa.
*****
Rumah sakit.
Naldy berjalan di koridor rumah sakit, tetapi ada yang aneh di rumah sakit tersebut saat beberapa kali dia berpapasan dengan suster dan ada saja pembicaraan mereka.
"Pantas saja wajahnya selama ini ditutup dan ternyata dia benar-benar cantik, aku pikir orang bercadar memiliki kerusakan pada wajahnya," ucap salah satu suster tersebut membuat langkah Naldy terhenti dengan ekspresi kebingungan.
"Wajahnya begitu mulus tanpa pori-pori, dari tatapan matanya saja sudah terlihat jelas bahwa dia wanita yang paling cantik dan ternyata dibuktikan,"
"Apa yang sebenarnya mereka bicarakan dan kenapa dari tadi membicarakan wajah seseorang dan juga cadar. Ada apa sebenarnya?" gumam Naldy dengan kebingungan.
Naldy melihat ke arah ujung dan ternyata sudah mengerti saat ini apa yang mereka bicarakan. Zahra menjadi trending topik yang membuat orang rumah sakit gempar dengan istrinya ternyata datang ke rumah sakit tanpa menggunakan cadarnya.
Zahra berjalan bersama Muthia dan sudah pasti memuji kecantikannya sejak tadi. Gadis cantik itu memang sangat anggun, memakai blouse dipadukan dengan rok berwarna putih dengan pancaran wajahnya begitu sangat teduh dan tidak bosan melihatnya.
"Zahra!" pekik Naldy benar-benar tidak percaya jika istrinya itu membuka cadarnya.
Langkah Zahra bersama Mutia terhenti ketika sudah berdekatan dengan Naldy.
"Zahra, Dokter Naldy mengapa memperhatikan kamu seperti itu? Apa jangan-jangan dia pangling dengan kamu?" bisik Muthia.
"Aku juga tidak tahu," jawab Zahra mengangkat kedua bahunya dan terlihat biasa saja saat suaminya itu menatapnya tajam.
"Ikut dengan saya!" tegas Naldy dengan suara datar membuat Zahra mengganggukan kepala dengan santai.
"Aku pergi sebentar!" ucap Zahra berpamitan kepada temannya itu dan kemudian menyusul Naldy yang sudah berjalan terlebih dahulu dan memasuki ruangannya.
Di saat Zahra sudah memasuki ruangannya Naldy memegang kedua bahunya dan mendorongnya ke dinding membuat Zahra kesakitan pada punggung.
"Apa yang kamu lakukan hah!"
"Kau ingin tebar pesona di rumah sakit ini dengan memamerkan wajahmu tanpa memakai cadarmu hah!" Naldy terlihat marah-marah kepada Zahra.
Zahra tampak kaget dengan merapatkan kedua giginya dan langsung menepis kedua tangan itu dari bahunya.
"Apa urusannya denganmu?" tanya Zahra balik benar-benar tidak peduli dengan pria di depannya itu dan bahkan menjauh dengan tantangan.
"Apa katamu! Kau benar-benar membuka cadarmu dan tebar pesona, kenapa tidak sekalian aja jilbab kau buka!" tegas Naldy
Zahra menghela nafasnya dan lihatlah apa yang dia lakukan dengan mengambil peniti di bagian lehernya dan pasmina yang sudah terlilit indah di kepalanya itu benar-benar terlepas membuat Naldy kaget.
"Seperti ini?" tanya Zahra.
"Baiklah, aku tidak akan menggunakannya," ucap Zahra menantang Naldy, dia bahkan ingin keluar dari ruangan tersebut dan untung saja Naldy berhasil mencegahnya dan menutup pintu ruangan itu dengan sangat kuat.
"Kau benar-benar gila Zahra!" umpat Naldy.
"Kenapa kamu yang marah?"
"Terserah diriku ingin melakukan apapun, membuka cadar, hijab atau berpakaian seperti apa. Itu semua urusanku kepada Tuhanku dan tidak ada urusannya denganmu!" tegas Zahra.
"Kau mengatakan tidak ada urusannya denganku, heh kau sampai saat ini masih menjadi istriku. Apa yang kau lakukan aku yang menanggung dosanya!" tegas Naldy.
Zahra tersenyum miring mendengar kata-kata tersebut seolah tertawa terbahak-bahak.
"Sekarang baru mengatakan istri, jika memang semua dosa yang aku lakukan kamu yang menanggungnya, maka itu jauh lebih baik. Kamu memang harus menanggung semua dosa-dosa karena sudah seenaknya kepadaku!" tegas Zahra.
"Apa maksud mu? Kamu sengaja membuka cadar untuk mencari perhatian orang-orang di rumah sakit ini?" tanya Naldy.
"Benar! Aku ingin hidup dengan caraku sendiri dan bukankah aku berhak memilih orang yang akan bersamaku dan lagi pula pernikahan kita hanya status, bukankah kamu juga akan menikah dengan wanita yang seharusnya kamu menikahi dan juga kita akan berpisah. Lalu bukankah aku harus mencari cadangan sebelum itu, aku juga ingin bahagia dan hidup bersama laki-laki yang menghargaiku bukan seenaknya berbicara dan memperlakukanku seperti bukan manusia!" tegas Zahra menekankan
Zahra pagi-pagi sudah membuat gebrakan saja dan tidak menyangka bahwa agama akan dibawa olehnya walau cadar memang bukan hal yang wajib tetapi tetap saja dia menggunakan cadar itu semenjak lulus SMA dan siapa sangka harus dia lepas karena rasa sakit hati dan permasalahan dengan suaminya yang seenaknya kepadanya.
Bersambung ...